Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2001
Deskripsi
Dalam:
Kompas, 02 Juli 2001
Isi:
DI abad lalu, Medan adalah kota milik orang-orang kaya. Maklum, ini adalah daerah perkebunan, dan hasil perkebunan adalah komoditas yang selalu laku untuk dijual. Maka, banyak sekali bangunan besar dan juga rumah besar yang dibangun dari pertengahan abad XIX sampai pertengahan abad XX di Medan ini. Dan sebagian besar bangunan tua itu masih ada sampai kini, indah dan memberikan gambaran utuh pada Kota Medan di masa lalu.
Mengunjungi Kota Medan tidaklah lengkap tanpa menengok bangunan-bangunan tua yang ada di sana. Beberapa tahun lalu, beberapa bangunan bersejarah ini sempat dihancurkan. Namun, sejak berdirinya Badan Warisan Sumatera (BWS) 29 April 1998, bangunan-bangunan tua di Medan relatif "aman" dari penghancuran karena BWS akan mati-matian mempertahankan setiap bangunan bersejarah yang ada di Medan ini.
Dengan menyebarnya berbagai bangunan tua di Medan, sebenarnya menjadi sulit bagi pendatang untuk dapat menikmati Medan Tempo Doloe pada sebuah kunjungan. Namun, ada sebuah titik di Kota Medan yang mempunyai kepadatan bangunan bersejarah sangat tinggi, yaitu Lapangan Merdeka dan sekitarnya. Dengan mengunjungi Lapangan Merdeka, kita sudah merasa seakan terlempar ke abad lalu. Pohon-pohon raksasa menghiasi alun-alun ini. Sementara di sekitar kita, paling tidak ada sebelas bangunan tua yang relatif masih utuh seperti saat didirikan.
Salah satu kelemahan Lapangan Merdeka adalah, pembangunan dan perawatan oleh Pemerintah Kota saat ini sering mengabaikan masalah kontinuitas desain. Banyak tambahan ornamen baru yang tidak nyambung dengan suasana yang sudah ada. Pagar Lapangan Merdeka, bentuk trotoar dan lampu jalanan tidak menyatu dengan suasana sekitarnya. Ada perpaduan yang buruk antara masa lalu dan masa kini.
MARI kita mulai berwisata ke masa lalu di Lapangan Merdeka. Kita berdiri di tepi Lapangan Merdeka di seberang ujung Jalan Raden Saleh, menghadap ke selatan. Di ujung Jalan Ahmad Yani tampak dua gedung tua yang megah. Di kiri adalah Gedung Jakarta Lloyd (2). Saat gedung itu didirikan, ia adalah kantor perusahaan pelayaran The Netherlands Shipping Company dan sempat menjadi Kantor Rotterdam’s Lloyd.
Di seberang Gedung Jakarta Lloyd adalah Gedung PT London-Sumatera-Indonesia (1). Gedung juga ini sering disebut Gedung Juliana. Saat didirikan, gedung ini milik , Harrison & Crossfield sebuah perusahan perkebunan Inggris. Lift di dalamnya buatan tahun 1910 dengan dekorasi dari besi yang indah bergaya Art Deco. Yang lebih hebat, Gedung Harrison & Crossfield di London sana, desainnya justru menjiplak gedung cabangnya yang di Medan ini.
Sekarang kita berpaling ke kanan sedikit. Antara Gedung PT Lonsum dan Jalan Raden Saleh, ada dua gedung indah yaitu Gedung Bank Bumi Daya (3) dan Gedung BankExim (4). Kedua gedung ini dulunya merupakan gedung milik The Netherlands Trading Campany atau Nederlandsche Handel Maatschappij sampai tahun 1929.
Mari kita berpaling makin ke kanan. Tepat di depan kita berdirilah Balaikota Medan lama (5). Kita sebut lama karena Balaikota Medan yang sebenarnya adalah bangunan modern di belakang gedung ini. Balaikota Medan lama ini menyimpan beberapa sejarah pembauran Kota Medan. Dibangun sejak tahun 1906, pada tahun 1913 gedung ini menerima sumbangan jam untuk menaranya dari Tjong A Fie, mayor Cina Medan yang sangat kaya dan dermawan.
Di sebelah kiri balaikota lama, terletak Gedung Bank Indonesia (6) yang dulunya adalah Gedung Javasche Bank. Di bangun tahun 1910 oleh firma arsitek Hulswit and Fermont dari Weltevreden dan Ed Cuypers dari Amsterdam, gedung ini mengambil gaya klasik dengan beberapa ornamen gaya Jawa. Akhirnya, untuk sisi barat Lapangan Merdeka, wisata masa lalu kita berakhir di Hotel Darma Deli (7).
Membandingkan foto hotel ini pada masa lalu dan masa kini, kita tentu menyayangkan pelebaran jalan di depannya yang sungguh menyerap keindahan hotel ini besar-besaran. Namun apa daya, pembangunan dan perkembangan Kota Medan mengharuskan pelebaran Jalan Balaikota ini. Hotel Darma Deli adalah penerus Hotel de Boer. Beberapa aksesori Hotel de Boer dipajang di bagian dalam Hotel Darma Deli yang kini milik Pemda Medan bersama Hotel Dirga Surya ini. Pada tahun 1930, Hotel de Boer memiliki 120 kamar. Tamu paling penting yang pernah menginap di Hotel de Boer adalah spion Matahari yang bernama asli Margaretha Geertruida Zelle, serta Raja Leopold dari Belgia.
SEKARANG kita menghadap ke utara. Tepat di depan kita adalah Gedung Kantor Pos Besar Medan (8). Saat didirikan tahun 1909-1911 oleh arsitek Snuyf yang merupakan Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia, gedung ini adalah karya besar pertama Snuyf. Walau saat ini tampak indah, arsitek Cor Passchier, teman Snuyf pernah mengomentari gedung ini sebagai "sedang mencari-cari bentuk arsitektur". Dan tepat di sisi Gedung Kantor Pos, berdirilah Gedung Bank Central Asia (9) yang dulunya merupakan Gedung Witte Societeit pada tahun 1886.
Kita beristirahat sejenak setelah dijejali deretan gedung-gedung tua indah dan bersejarah tadi. Masih ada dua obyek yang akan kita datangi. Tapi mari kita santai sejenak menikmati pohon-pohon raksasa di Lapangan Merdeka. Menilik diameter batangnya, sungguh pohon-pohon ini tampak jelas telah berumur lebih dari seratus tahun. Alun-alun dengan pohon-pohon besar sudah tidak banyak di Indonesia ini. Lapangan Merdeka sampai saat ini masih berfungsi sebagai alun-alun Kota Medan. Shalat Idul Fitri misalnya, masih mengambil tempat di lapangan berumput rapi ini.
Akhirnya, wisata masa lalu kita memang harus berakhir di tepi tenggara Lapangan Merdeka. Setelah mengunjungi Jembatan Titi Gantung, yaitu jembatan yang melintas di atas rel kereta api (10) serta Gedung Bank Pembangunan Indonesia (11), bisa dikatakan kita telah merasakan suasana Medan abad lalu. Sepotong Lapangan Merdeka, sepotong Medan dan sepotong sejarah Indonesia yang indah. (arb)
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved