Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Dinas Pertambangan DKI : Tanah Jakarta turun 1,5 - 8 cm per tahun

Format : Artikel

Impresum
- : , 2002

Deskripsi
Sumber:
Gatra: 21 Pebruari 2002
http://www.gatra.com/artikel.php?id=15546

Isi:

Jakarta - Tingginya laju pembangunan Kota Metropolitan serta banyaknya sumur bor di DKI Jakarta, mempercepat penurunan permukaan tanah di Jakarta -yang tingkat kekerasannya masih rendah. Demikian penegasan Kasubdis Bidang Pengendalian Pertambangan DKI Agoeng W, Kamis (21/2) di Jakarta.

Menurutnya, tanah Jakarta usianya masih muda, yakni antara 500 tahun sampai 1 juta tahun, sehingga masih mengalami proses pemadatan secara alamiah berupa turunnya permukaan tanah.

"Pembangunan yang pesat mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan muka air tanah, terutama di kawasan bagian utara. Kemungkinan kalau terjadi air naik, di daerah yang tadinya aman jadi ikut tergenang karena permukaan tanah turun, seperti yang terjadi di Pluit," ujar Agoeng.

Berdasarkan pemantauan Dinas Pertambangan DKI, laju penurunan tanah di daerah Jakarta Utara mulai tahun 1999 antara 2-8 Cm pertahun, Jakarta Barat 2,2 Cm pertahun, Jakarta Timur 1,5-3 Cm pertahun, dan Jakarta Selatan sekitar 2 Cm pertahun.

Peta penurunan permukaan tanah di DKI antara tahun 1982-1999 yang disusun Dinas Pertambangan menunjukkan, akibat beban bangunan dan faktor teknis, geologi kawasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat bagian utara merupakan kawasan dengan zona penurunan terparah, yakni antara 100-200 Cm.

"Untuk itu, perlu pengendalian pembangunan di wilayah utara," ujar Agoeng, dan menambahkan, pihaknya menyertakan hasil penelitian tersebut sebagai data untuk digunakan dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di DKI.

Menurut dia, kepadatan tanah yang mempengaruhi daya dukung terhadap bangunan tercatat bahwa semakin ke selatan semakin baik, artinya kawasan selatan Jakarta mempunyai tingkat kepadatan tanah lebih tinggi daripada di utara.

Sedot Air Tanah

Selain itu, Ahli Geologi Dinas Pertambangan DKI Bowo Saroso mengatakan, penyedotan air tanah berlebihan dengan pompa juga menjadi salah satu penyebab turunnya permukaan tanah.

"Antara 17,5-18 persen penurunan tanah disebabkan oleh adanya sumur bor, sisanya (sekitar 82 persen) disebabkan oleh kondisi alam, beban bangunan, serta kendaraan," ujar Bowo.

Disebutkan, pengambilan air tanah dengan pompa berkapasitas lebih dari 100 meter kubik (m3) sangat dikhawatirkan mempercepat laju penurunan tanah.

Karena itu, pembangunannya diawasi dengan ketat dan dikenai pajak.
Penyedotan air tanah untuk usaha komersil yang saat ini berjumlah sekitar 1.997 titik sumur bor mencapai 21.114.471 m3 per tahun. Pada 2001, menghasilkan pemasukan pajak daerah sebesar Rp 46 miliar.

"Hasil studi ini dapat dilanjutkan untuk mengetahui kecenderungan daerah genangan atau banjir yang dikaitkan dengan trend penurunan permukaan tanah, agar usaha penanggulangan genangan dan banjir dapat dilakukan lebih efisien, efektif, dan antisipatif," ujar Kepala Dinas Pertambangan DKI Muzahi
Mochtar yang mendampingi Agoeng dan Bowo.

Seperti diketahui, saat ini 40 persen permukaan tanah DKI sudah berada di bawah permukaan laut seperti Penjaringan, Pluit, dan sebagian Tanjung Priok, sehingga apabila terjadi pasang air laut ditambah dengan curah hujan yang tinggi, banjir di Jakarta tak dapat dielakkan. [Tma, Ant]

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved