Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Bangunan peninggalan Belanda belum sepenuhnya dukung wisata

Format : Artikel

Impresum
- : , 2002

Deskripsi
Dalam:
Kompas, Kamis, 7 Maret 2002

Isi:

Malang, Kompas - Banyaknya bangunan peninggalan pemerintah kolonial Belanda (biasanya disebut bangunan Indis) di Malang belum sepenuhnya mampu mendukung wisata kota. DPRD maupun pemerintahan di Malang saat ini juga belum mampu memperkuat perangkat hukumnya untuk mempermudah pelestarian bangunan-bangunan peninggalan tersebut.

"Banyak bangunan Indis di Malang tidak terdukung menjadi kawasan konservasi. Seharusnya ada upaya hukum pemerintah untuk melestarikannya. Misalnya, kebijakan beban pajaknya nol persen," kata Wakil Ketua DPRD Kota Malang Oetojo Sardjito, Rabu (6/3), di Malang.

Oetojo juga mengatakan, kawasan paling banyak bangunan peninggalan Belanda berada di wilayah Lawang, Kabupaten Malang. Pelestarian bangunan-bangunan tua itu agar tidak dibatasi untuk wilayah Kota Malang atau Kabupaten Malang saja, tetapi perangkat hukum yang dibuat harus bisa diterapkan bersama di seluruh wilayah Malang. Upaya pelestarian bangunan peninggalan mampu menjadi pendukung potensi pariwisata kota. Dalam hal ini, potensi pariwisata kota bernuansa kolonial.

Oetojo mengatakan, kebijakan pelestarian bangunan tua yang terakhir pada sekitar tahun 1985 dalam bentuk Surat Keputusan Wali Kota Malang. Namun, kebijakan itu hingga kini hanya tersimpan dan tidak sepenuhnya mendukung pelestarian bangunan-bangunan Indis. Bangunan peninggalan di wilayah Kota Malang kini sudah banyak yang berganti bentuk dan beralih fungsi.

"Bangunan Indis di Kota Malang sudah makin tergusur," kata Oetojo. Upaya ke depan untuk lebih mewujudkan wisata kota di Kota Malang juga termasuk mengembalikan barang-barang peninggalan purbakala dari Malang yang tersebar di berbagai tempat.

Di Belanda kini banyak disimpan barang-barang peninggalan yang bersejarah dari Kota Malang. Perjanjian kerja sama ingin ditempuh, agar pemegang barang peninggalan bersejarah di Belanda itu mau mengembalikannya.

Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Jatim Dwi Cahyono mengatakan, pelestarian bangunan Indis memang harus didukung perangkat hukum yang memadai. Bangunan peninggalan Belanda saat ini telah menjadi monumen hidup, yakni bangunan bersejarah yang masih bersifat fungsional.

Bangunan peninggalan itu masih banyak dijadikan tempat tinggal, dijadikan kantor pemerintah, atau swasta. Itu sangat mendorong terjadinya perubahan bentuk maupun fungsinya. Karena itu, harus segera dibuat perangkat hukum yang bisa meringankan pemilik atau pengelola bangunan tersebut agar mau melestarikan sesuai keasliannya. Keringanan itu misalnya dalam hal pembebasan pajak.

Menurut Dwi, upaya yang dapat ditempuh dalam waktu dekat adalah melakukan inventarisasi bangunan Indis melalui registrasi, disusul pengurangan beban pajak yang diharapkan turut meringankan biaya pemeliharaan bangunan tersebut. (NAW)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved