Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Sejarah panjang Grand Hotel Preanger Bandung

Format : Artikel

Impresum
- : , 2003

Deskripsi
Sumber:
Sinar Harapan: 16 Agustus 2003

Isi:

BANDUNG – Kota Bandung memiliki banyak gedung kuno. Gedung-gedung kuno tersebut antara lain difungsikan sebagai hotel. Salah satu hotel yang masih mempertahankan ciri khas gedungnya yang kuno adalah Grand Hotel Preanger. Asal-muasal sejarah hotel berbintang lima yang berada di kawasan Jl. Asia Afrika Bandung ini memang sangat panjang. Dimulai tahun 1884 saat Bandung masih bernama Priangan. Ketika itu para pemilik perkebunan di Priangan (Priangan Planters) mulai berhasil dalam usaha pertanian dan perkebunannya.

Kaum berduit ini kemudian sering datang berlibur ke Kota Priangan. Jl. Asia Afrika yang saat itu dikenal sebagai kawasan Groote Postweg merupakan pusat kota yang menjadi tujuan utama Priangan Planters menghabiskan duitnya. Di Groote Postweg tersebut terdapat sebuah toko yang menyediakan barang kebutuhan sehari-hari mereka. Sayangnya toko tersebut kemudian mengalami kebangkrutan. Melihat semakin banyaknya pelancong dari sekitar Priangan yang datang, oleh W.H.C. Van Deeterkom lalu mengubah toko tersebut menjadi sebuah hotel. Peristiwa di tahun 1897 inilah yang menjadi cikal bakal dari Grand Hotel Preanger.

Hotel Preanger yang didirikan oleh Van Deeterkom ini selama lebih dari seperempat abad menjadi kebanggaan orang-orang Belanda di Kota Bandung. Pada tahun 1929 hotel berarsitektur gaya Indische Empire ini kemudian direnovasi. Menariknya salah satu arsitek yang menangani revonasi hotel ini adalah Presiden RI pertama, Ir Soekarno. Renovasi ini sama sekali tidak mengubah total gaya arsitektur kuno dari hotel ini. Namanya kemudian menjadi lebih terkenal baik di dalam dan luar negeri. Pengelolaan hotel pun terus berganti tangan. Mulai dari NV Sault, CV Haruman, PD Kertawisata hingga PT Aerowisata yang mulai mengelola tahun 1987. Sejak dikelola oleh PT Aerowisata hotel ini berganti nama menjadi Grand Hotel Preanger.

Pada tahun 1998 pihak Aerowisata menambah daya tampung dengan membangun tower setinggi 10 lantai. Dengan adanya tower tersebut maka Grand Hotel Preanger memiliki 189 kamar. Terdiri dari 137 kamar superior, 46 kamar eksekutif, 5 kamar suite dan 1 kamar presidential suite.

Asisten Manager PR Grand Hotel Preanger Christine Effendy mengatakan di samping penambahan kamar, dilakukan berbagai renovasi area yang terdiri dari area lobby, Preanger Restaurant, Ristorante Italiano, Ramayana Ballroom, Cyber Lounge, Pusat Kebugaran serta Kolam Renang.

Meskipun telah direnovasi, Grand Hotel Preanger tetap menampakkan eksterior klasiknya yang bersejarah. "Kami tetap mempertahankan pola-pola art deco sebagai ciri khas Grand Hotel Preanger," papar Christine yang didampingi oleh PR Officer Suksma Ratri.

Wajah asli dari bangunan hotel ini dapat dilihat dari Jl. Asia Afrika maupun Jl. Tamblong. Sebuah bangunan bersejarah dengan gaya arsitektur berselera tinggi. Dipertahankannya bangunan lama ini justru menjadi daya tarik hotel yang letaknya berdekatan dengan Gedung Asia-Afrika ini. Banyak tamu yang sengaja datang untuk bernostalgia. Menurut Christine setiap bulan Juni-Juli biasanya datang menginap wisatawan asal Belanda. Jumlahnya berkisar antara 60 orang. Mereka sengaja datang untuk mengenang kembali kehidupan di masa lalu semasa tinggal di Bandung. "Kebanyakan mereka usianya sudah lanjut. Dan mereka pernah tinggal di Bandung di saat mudanya," timpal Christine. Tak jarang ada di antara mereka yang mengajak anak cucunya. Eksterior bangunan maupun ornamen yang tak berubah sehingga mampu mendatangkan nuansa kenangan di masa lalu membuat mereka memilih tinggal di Grand Hotel Preanger.

Masih dipertahankannya bentuk bangunan kuno membuat Grand Hotel Preanger memiliki nilai lebih. Banyaknya bermunculan hotel-hotel baru di Bandung tak membuat Grand Hotel Preanger tergeser dari persaingan. Hal ini terlihat dari tingkat hunian (Okupansi) yang bisa mencapai 70 persen. Okupansi ini melebihi okupansi rata-rata hotel di Bandung. Sementara saat weekend okupansi naik menjadi 85 persen. Sedangkan saat long weekend okupansinya bisa sampai 100 persen. Menurut Christine tamu domestik sebagian besar berasal dari Jakarta. Sementara tamu asing berasal dari Eropa, Amerika, Timur Tengah serta negara-negara di Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam serta India. Di antara tamu asing yang pernah menginap adalah mantan Sekjen PBB, Butros Butros Gali.

Sejarah perjalanan yang direnda oleh Grand Hotel Preanger memang sangat panjang. Grand Hotel Preanger merupakan bukti hotel yang mampu eksis dengan bentuk bangunan kuno. Kehadiran hotel-hotel baru dengan arsitektur masa kini terbukti tak mampu menggeser Grand Hotel Preanger sebagai sebuah hotel ternama. Dari sejak dulu, kini dan nanti. (SH/didiet b. ernanto)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved