Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Carut-marut kawasan puncak

Format : Artikel

Impresum
Evy Rachmawati - : , 2003

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jumat, 8 Agustus 2003

Isi:

LANGIT di atas Kawasan Puncak, Kabupaten Cianjur, terlihat cerah di akhir pekan lalu. Tidak ada sejumput pun mendung menggayut, yang ada hanya kilau keperakan matahari pagi. Malam hanya menyisakan embun dan udara yang menggigit hingga ke tulang. Kabut tebal masih menyelimuti hamparan perkebunan teh di kawasan itu.

DI salah satu sudut Jalan Raya Puncak, terlihat sekelompok pria nongkrong di atas sepeda motor masing-masing sambil bercengkerama membuang kantuk sisa semalam.

Begitu melihat sebuah bus antarkota menepi, mereka pun menyambut penumpang yang akan turun dengan kata-kata "Ojek, Pak... Ojek, Bu...". Beberapa dari pria itu bersikap lebih proaktif dengan menghampiri para penumpang itu.

Sekilas, para tukang ojek itu terlihat hanya menawarkan jasa mengantarkan penumpang hingga ke tempat tujuan. Namun, lebih jauh lagi, ternyata mereka juga berperan sebagai makelar ribuan vila yang tersebar di kawasan itu.

Bahkan, petugas keamanan hotel pun turut mengais rezeki tambahan sebagai makelar vila. Jika para penumpang terlihat kebingungan mencari tempat menginap, mereka pun segera menawarkan vila sebagai alternatif tempat menginap.

Namun, jangan bayangkan semua vila yang ditawarkan merupakan bangunan mewah dengan pemandangan alam yang menakjubkan di sekitarnya. Sebaliknya, apa yang disebut vila di lokasi itu terdiri dari bangunan mewah hingga rumah-rumah sederhana yang berlokasi di gang sempit.

Sebagian "vila" yang terletak di perkampungan tanpa dilengkapi fasilitas seperti televisi, lemari es, dan air panas untuk mandi. Hanya ada perabot rumah tangga ala kadarnya, bahkan ada yang kamarnya tidak memiliki pintu tapi hanya ditutup tirai.

Papan bertuliskan "vila" pun terpampang di setiap sudut kampung yang padat penduduknya. Pemukiman penduduk pun disulap menjadi tempat menginap dengan tarif bervariasi, mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 300.000 per hari. Tujuannya, tak lain mengais rezeki dari para pelancong yang tidak memperoleh kamar di hotel-hotel di kawasan itu atau ingin menginap dengan harga murah.

Sebagai kawasan tujuan wisata yang menawarkan nuansa pegunungan dengan hawa sejuk, Kawasan Puncak menjadi idaman warga kota besar untuk beristirahat sejenak, bahkan ada yang berniat menetap. Tingginya minat para pelancong untuk menikmati akhir pekan di daerah itu turut menggairahkan perekonomian Kabupaten Cianjur, terutama sektor pariwisata. Hingga kini, daerah itu masih jadi penyumbang terbesar pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Cianjur sebagaimana diakui Bupati Cianjur Wasidi Swastomo.

Pesatnya perkembangan pariwisata juga mengakibatkan maraknya pembangunan pemukiman di daerah itu beberapa tahun terakhir. Berdasarkan kajian rencana detail Tata Ruang Kawasan Puncak Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kawasan Puncak Cianjur lebih besar perkembangan pembangunan kompleks-kompleks vila atau tempat peristirahatan dalam bentuk vila estate dibandingkan dengan Kawasan Puncak Bogor.

Setelah pembangunan kompleks rumah peristirahatan itu sempat terhenti, saat krisis ekonomi beberapa waktu lalu, dua tahun terakhir ini para pengembang yang telah mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) pun mulai membangun perumahan. Kini, ribuan vila selesai dibangun sebagaimana terlihat di kompleks vila Kota Bunga dan kompleks vila Bougenville. Bahkan, sejumlah pengembang terus menambah jumlah vila setelah melihat tingginya animo masyarakat.

Melihat peluang bisnis vila yang menjanjikan itu, warga setempat pun ikut menyewakan rumah milik mereka dan diberi papan bertuliskan "vila". Di akhir pekan, rumah-rumah penduduk pun diserbu para wisatawan untuk menginap. Saat ini, bisnis penyewaan rumah itu jadi salah satu andalan warga setempat setelah lahan pertanian mereka ramai-ramai dijual kepada para pengembang maupun para pelancong.

Berdasarkan data terakhir Tim Pemantau dan Pengendali Pembangunan Kawasan Puncak Kabupaten Cianjur, tercatat 11.456 unit bangunan vila dan perumahan di Kawasan Puncak, Cianjur.

Jumlah rumah tinggal mencapai 56.161 unit, itu pun mulai beralih fungsi menjadi rumah yang disewakan. Ironisnya, saat ini 41.841 unit bangunan di kawasan itu belum dilengkapi izin, termasuk pemukiman, vila atau perumahan, bangunan jasa perdagangan, bangunan akomodasi pariwisata, dan bangunan umum lainnya.

Sementara itu, dari 29.018 bangunan yang memiliki izin pun masih ada yang melanggar ketentuan pemerintah tentang pendirian bangunan.

Rinciannya, satu kompleks perumahan pribadi atau vila melanggar koefisien dasar bangunan, 8.377 bangunan melanggar izin mendirikan bangunan, 302 bangunan melanggar sempadan bangunan, 200 bangunan melanggar sempadan bangunan, dan tiga kompleks perumahan atau vila melanggar site plan.
***

MAKIN tidak terkendalinya pembangunan vila dan perumahan di Kawasan Puncak, Cianjur, ternyata menimbulkan beragam masalah. Salah satunya, masalah kemacetan lalu lintas yang memuncak pada akhir pekan, saat ribuan kendaraan yang ditumpangi para pelancong dari berbagai daerah berkunjung ke daerah itu. Warga setempat pun terkena getahnya karena itu berarti aktivitas mereka di luar rumah terhambat dan ongkos transportasi yang harus dikeluarkan jadi membengkak.

Selain itu, maraknya pembangunan pemukiman itu mengakibatkan turunnya fungsi Kawasan Puncak sebagai kawasan konservasi air dan tanah. Tertutupnya lahan oleh bangunan akibat maraknya pembangunan vila dan jenis bangunan lainnya itu mengakibatkan menurunnya daya resapan air di kawasan itu. "Ini bisa mengakibatkan kekeringan saat kemarau, dan bencana banjir waktu musim hujan," kata Direktur Eksekutif Yayasan Agenda Hijau (YAH) Cepi Mulyana.

Keberadaan sejumlah penggalian pasir di daerah itu juga turut mengancam kelestarian lingkungan dan membahayakan keselamatan jiwa. Kendati tidak berizin, penggalian pasir itu terus beroperasi hingga terjadi bencana longsor yang menewaskan dua penggali pasir tewas di lokasi penggalian pasir di Desa Batu Lawang, Kecamatan Pacet, akibat tertimbun longsoran tanah.

Untuk itu, diperlukan ketegasan dalam pelaksanaan Keputusan Presiden (Keppres) No 114 Tahun 1999 tentang penataan ruang kawasan Bogor, Puncak, Cianjur (Bopunjur). Keppres itu mengidentifikasikan perlunya diprioritaskan upaya rehabilitasi fungsi kawasan lindung di Kawasan Puncak. Di Kabupaten Bogor, sejumlah kecamatan yang masuk kawasan itu adalah Kecamatan Ciawi, Megamendung, Cisarua. Di Kabupaten Cianjur, terdapat tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pacet, Sukaresmi, dan Cugenang.

Dalam berbagai kebijakan nasional, Kawasan Puncak Cianjur juga dinyatakan sebagai kawasan yang punya nilai strategis untuk melindungi kawasan bawahannya bagi kawasan Bopunjur dan DKI Jakarta. Karena, sebagai kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) daerah itu merupakan kawasan konservasi air untuk mengendalikan run off dan infiltrasi yang dapat mencegah bencana banjir bagi daerah hilirnya dan menjamin ketersediaan sumber daya air.

Sebagai langkah awal, saat ini telah dilakukan inventarisasi bangunan di kawasan itu oleh Tim Pemantau dan Pengendali Pembangunan Kawasan Puncak (TP3KP) Kabupaten Cianjur berkoordinasi dengan pemerintah pusat.

"Selanjutnya, kami akan mulai menertibkan bangunan di kawasan itu. Jika memang tidak mengantongi izin dan melanggar ketentuan bangunan, kami tidak akan segan-segan membongkarnya," kata Bupati Cianjur Wasidi Swastomo.

Namun, pengendalian pembangunan di kawasan itu ibarat buah simalakama. Di satu sisi, daerah Cianjur bagian utara itu merupakan penyumbang pendapatan asli daerah terbesar bagi Kabupaten Cianjur. Di lain pihak, pemerintah harus menjalankan fungsi pelestarian lingkungan sebagaimana tercantum dalam keppres, termasuk rehabilitasi lahan kritis yang membutuhkan dana sangat besar.

Permasalahan tata ruang di kawasan itu sebenarnya cermin carut-marutnya kebijakan tata ruang di negeri ini. Tumpang- tindihnya wewenang pemerintah pusat dan daerah mengakibatkan semua pihak saling melempar tanggung jawab.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved