Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

"Diksi Widhi" di Yadnya Kasada

Format : Artikel

Impresum
Tiur Santi Oktavia - : , 2003

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Senin, 3 November 2003
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0311/03/teropong/661013.htm

Isi:

SETIAP prosesi dari keseluruhan perayaan Yadnya Kasada pasti menarik untuk disaksikan. Namun, salah satunya yang cukup menjadi pusat perhatian pengunjung serta masyarakat Tengger adalah prosesi pengukuhan dukun atau disebut Diksi Widhi.

Sebanyak 36 dukun telah duduk berjajar di panggung setinggi 1,5 meter yang bertenda biru tersebut. Panggung tersebut dibangun di pelataran Pura Luhur Poten.

Masyarakat Tengger dan pengunjung mulai berdiri memadati panggung. Mereka seolah tidak ingin ketinggalan peristiwa yang hanya ada satu kali setahun itu.

Acara pengukuhan dukun dimulai sekitar pukul 02.00 dini hari. Prosesi pertama adalah pembacaan sejarah Kasada atau legenda mengenai Joko Seger dan Roro Anteng.

Usai pembacaan sejarah Kasada, ke-36 dukun tersebut melakukan pujastuti dukun, yaitu pembacaan mantra dalam bahasa Jawa kuno secara serentak. Gaung suara dukun-dukun tersebut berhasil menguasai suara-suara lain yang ada malam itu.

Selanjutnya adalah mulunen atau pengukuhan dukun baru. Pada Kasada tahun ini, ada seorang calon dukun dari Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, bernama Suromo.

Prosesi pengukuhan dukun ini cukup menarik. Calon dukun yang akan dikukuhkan memiliki dukun pendukung yang akan membantunya. Saat si calon dukun membacakan mantra, dukun-dukun pendukung akan duduk saling memangku secara berantai termasuk si calon dukun.

Usai pembacaan mantra oleh calon dukun, selanjutnya koordinator dukun akan menanyakan kepada dukun yang lain juga kepada warga yang menyaksikan apakah calon dukun tersebut lulus atau tidak.

Malam itu Suromo dinyatakan lulus oleh dukun-dukun yang lain juga oleh masyarakat. Setelah pengukuhan usai, prosesi dilanjutkan dengan penutupan. Selanjutnya para dukun akan melepas umat yang akan nglabuh di kawah Bromo.

DUKUN merupakan pimpinan masyarakat yang berperan memimpin upacara keagamaan. Saat ini, dari empat daerah atau 36 desa yang mengusai Tengger, terdapat 36 dukun. Satu di antaranya merupakan dukun pendeta yang memberi arahan serta petunjuk atau nasihat bagi para dukun lainnya.

Jabatan dukun itu dipilih melalui musyawarah desa dan diseleksi melalui ujian, serta diangkat oleh pemerintah daerah dalam hal ini kepala desa. Dukun berfungsi memimpin upacara keagamaan dan dibantu oleh legen. Pada waktu memimpin upacara keagamaan, dukun mengenakan baju antra kusuma atau rasukan dukun dengan ikat kepala dan selempang berwarna kuning, serta dilengkapi dengan alat-alat upacara seperti prasen, genta, dan talam.

Syarat menjadi dukun, antara lain berkemampuan, tekun, mampu menggali legenda, memiliki kedalaman ilmu dan bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi, disetujui oleh masyarakat melalui musyawarah.

Kepala Desa Ngadisari, Supoyo, mengatakan, yang memiliki wewenang untuk mengangkat maupun memberhentikan seorang dukun adalah kepala desa. "Kalau ternyata dukun yang dipilih kepala desa nantinya memiliki tindakan yang mengakibatkan nantinya orang tidak percaya, maka kepala desa berhak untuk mencabut jabatan dukun tersebut," ujar kepala desa yang bergelar sarjana hukum serta magister manajemen tersebut.

KESETIAAN masyarakat Tengger serta para pengunjung termasuk wisatawan asing menunjukkan antusias mereka menyaksikan peristiwa yang hanya terjadi sekali setahun tersebut.

Mark, wisatawan dari Denmark, mengatakan, dia tidak ingin kehilangan peristiwa budaya yang sangat sakral tersebut. Oleh sebab itu, semua kejadian dia rekam dalam video.

"Saya rasa prosesinya sangat menarik. Bukan hanya dukunnya, tetapi juga persembahan-persembahan yang dibuat yang diletakkan di depan para dukun," ujar Mark.

Mark bukan satu-satunya yang sibuk merekam malam itu. Beberapa wisatawan asing lain serta juru kamera televisi juga berusaha mengabadikan momen berharga tersebut.

Saat itu, banyak warga Tengger yang hadir dan menunggu dengan setia hingga Diksi Widhi. Alasan mereka, sebagian karena ingin bertemu langsung dengan para dukun serta meminta masukan.

Pengukuhan dukun baru selalu menimbulkan rasa penasaran bagi masyarakat Tengger. Sebab, peran dukun dalam kehidupan mereka masih sangat dominan. Oleh sebab itu, acara pengukuhan dukun baru memang sesuatu yang tidak akan dilewatkan oleh masyarakat Tengger dan juga para pengunjung. (TAV)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved