Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Dulunya untuk mengawasi kraton

Format : Artikel

Impresum
Evie Kusnindya - : , 2004

Deskripsi
Sumber:
Suara Merdeka: 28 Juni 2004

Isi:

BENTENG Vastenburg, mungkin banyak wong Solo yang telah mendengar nama bangunan kuno itu. Meski bersejarah, jangan berharap bisa melihatnya sebagai tempat tujuan wisata layaknya Benteng Vredenburg di Yogyakarta. Selain kini menjadi milik pribadi, tempat tersebut tersembunyi di balik tebalnya ilalang dan tanaman liar.

Bangunan sisa kolonial Belanda itu berdiri dengan megahnya di pusat Kota Solo, di balik pagar seng yang entah berapa lama mengitarinya. Dinding-dindingnya yang kukuh meski termakan usia seakan berbicara betapa banyak sejarah yang telah dilaluinya.

Dinding tersebut sudah lapuk ditumbuhi tanaman liar dan lumut. Cat-cat bahkan sudah tak terlihat lagi, menampakkan tak pernah ada tangan manusia yang merawat. Di sekeliling tempat itu terdapat parit selebar dua meter yang bagian dalamnya ditumbuhi tanaman liar. Sementara ilalang yang tingginya hampir sama dengan orang dewasa menutupi sebagian tembok benteng tersebut.

Di sekeliling bangunan yang luasnya tak kurang dari tiga hektare itu, terdapat bangunan benteng inti yang didalamnya terdiri atas gerbang berloteng (bertingkat-Red) dan dua bangunan yang mungkin dulu digunakan untuk kantor. Di sebelah barat, terdapat sepasang ringin kurung yang meranggas habis.

Menurut kurator Musium Radya Pustaka, Drs Mufti Raharjo, bangunan itu dibangun sekitar pertengahan abad 18, pada masa pemerintahan Paku Buwono III oleh Pemerintah Kolonial Belanda. "Sejarahnya ada di serat Sri Radya Laksana yang menceritakan saat itu Keraton menyerah pada Belanda. Lantas Belanda mendirikan benteng tepat di depan Keraton untuk mengawasi gerak-geriknya," ujar dia.

Bungker
Di tempat itu, kekuatan pasukan Belanda dipusatkan. Konon, juga ada semacam bungker bawah tanah yang cukup luas di bawah benteng. Bungker tersebut digunakan untuk penjara para tawanan.

Hal itulah yang membuat tempat tersebut tak dimungkinkan jika dijadikan bangunan bertingkat. menurut Mufti, ruangan bawah tanah bisa ambrol atau terpaksa menjadi tempat pijakan fondasi bagi bangunan baru.

"Bangunan itu hampir sama dengan Benteng Vredenburg di Yogya, tapi Vredenburg sudah dikonservasi dan dipreservasi. Di Vastenburg diperhatikan saja tidak," ungkap dia.

Mufti menuturkan, kawasan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan jadi atraksi wisata. Misalnya di parit yang mengelilingi tempat itu bisa jadi tempat praon gethek layaknya gondola di Spanyol. Adapun bangunan harusnya dikonservasi dengan tidak mengubah bentuk inti. (Evie Kusnindya-17s)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved