Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Pemkot Depok kesulitan benahi angkot

Format : Artikel

Impresum
- : , 2004

Deskripsi
Sumber:
Suara Pembaruan: Selasa, 6 Januari 2004

Isi:

DEPOK - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok merasa kesulitan membenahi jumlah angkutan kota (angkot) di wilayahnya yang dianggap sudah membeludak. Pasalnya, selain tidak ada koordinasi yang jelas antarinstansi, juga disebabkan tidak sebandingnya jumlah angkot di Kota Depok dengan panjang ruas jalan. Kemacetan kerap terjadi di sejumlah ruas jalan di Depok.

Persoalan tersebut bertambah runyam karena ternyata jumlah angkot Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dengan angkot yang punya izin dari Pemkot Depok lebih banyak lagi. Alhasil, Dinas Perhubungan dan Pariwisata (Dishubpar) Kota Depok mengaku kesulitan menertibkan angkot-angkot yang semakin hari jumlahnya semakin banyak itu. "Terus terang, kami tidak punya wewenang untuk menghentikan izin trayek AKDP karena asalnya dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat," kata Kepala Subdin Lalu Lintas Dishubpar Kota Depok Hendra Giri, di ruang kerjanya, Senin (5/1).

Hendra menjelaskan, tumpang tindih trayek terjadi lantaran banyak trayek angkot yang dikeluarkan oleh pemprov. Ia mencontohkan, dua trayek yang dikelola oleh Pemkot Depok, yaitu D-02 (Trayek Terminal Depok-Depok II), D-06 (Trayek Terminal Depok-Cisalak) ternyata berbenturan jalur dengan trayek M-04 (Pasar Minggu-Depok Timur). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dishubpar, sampai saat ini terdapat sekitar 2.900 angkot AKDP yang melayani 19 trayek dan 2.600 angkot dalam kota yang dikelola pemkot yang melayani 16 trayek. Jumlah itu diduga akan membengkak karena masih adanya angkot-angkot tanpa izin yang beroperasi.

"Kami sudah meminta kepada pemerintah provinsi untuk mengurangi jumlah angkot AKDP ini, namun tetap saja jumlahnya malah semakin bertambah. Kalau melihat dari kuota dilihatnya dari mana, minimal kami dilibatkan dalam pengurusan trayek AKDP, karena bagaimanapun kami yang tahu kondisi di lapangan," ia beralasan.

Ia berpendapat kebijakan provinsi yang terus menambah jumlah angkot membingungkan. Kondisi itu juga semakin memburuk karena ternyata ada beberapa oknum dari warga Kota Depok yang bermain untuk memperbanyak jumlah angkot AKDP. Yang mengherankan, kata Hendra, oknum itu malah menjadi tokoh masyarakat di Kota Depok.

"Saya tak perlu sebutkan orangnya. Mereka berdalih atas nama institusi atau atas nama perorangan, sehingga provinsi percaya begitu saja. Akhirnya kami kesulitan untuk menindaknya," ujarnya.

Sensus Angkot

Lebih lanjut ia mengatakan, Pemprov Jawa Barat seharusnya menanggapi serius permasalahan angkot di daerah. Bagaimanapun daerahlah yang paling mengetahui kondisi di lapangan. Agar jumlah angkot di Kota Depok semakin hari tidak terus-terusan membengkak, akhirnya Dishubpar terpaksa melakukan sensus (pendataan) angkot-angkot dalam kota. Untuk tahap pertama November 2003, angkot D-02 telah disensus dan jumlahnya kini mencapai sekitar 600 angkot. Menyusul berikutnya angkot D-05 (Terminal Depok-Citayam).

Sementara itu, Walikota Depok H Badrul Kamal, mengaku prihatin dengan banyaknya angkot yang beroperasi di Kota Depok dan tidak sebanding dengan ruas jalan yang ada. Solusi dengan mendata atau menyensus angkot itu sangat perlu, agar kemacetan yang tiap hari terjadi di ruas-ruas jalan di Kota Depok bisa terkurangi. "Terus terang saja masalah kemacetan ini terus jadi agenda pemkot untuk dipecahkan tiap tahunnya," katanya.

Ia menambahkan, persoalan kemacetan lalu lintas tak melulu karena angkot, sebab perilaku masyarakat Depok dalam berlalu lintas pun dinilainya kurang bagus. (W-12)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved