Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Busway dan "three in one", solusi efektif?

Format : Artikel

Impresum
Eko Budi Kurniawan - : , 2004

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 15 Januari 2004
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0401/15/opini/789278.htm

Isi:

SEIRING pembangunan prasarana busway di koridor Blok M-Kota, pengguna jalan di koridor itu mengalami kemacetan yang lebih parah dari biasanya. Diperkirakan, kemacetan lalu lintas di koridor Blok M-Kota akan meningkat seiring pengoperasian busway yang rencananya dimulai hari ini, Kamis, 15 Januari 2004.

Kota sebesar Jakarta memang telah waktunya memiliki sistem angkutan umum massal yang handal untuk menangani kebutuhan mobilitas penduduknya. Pemilihan busway sebenarnya bukan ide buruk dalam usaha memecahkan masalah transportasi kota.

Penggunaan busway relatif lebih murah dari kereta bawah tanah (subway) atau kereta monorel. Dibandingkan dengan subway dan monorel, busway menggunakan angkutan bus yang diproduksi massal sehingga memiliki harga suku cadang yang lebih murah.

Selain itu, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pendukung busway yang berupa jalan aspal jelas lebih murah daripada subway dan monorel. Kelebihan busway lainnya terletak pada sebagian jalur busway yang dapat pula disisipkan atau dipadukan dengan jalur trem dalam satu jalur yang tumpang tindih, bila dirasakan perlu untuk menambah kapasitas angkut pada tahap pengembangannya.

PERKIRAAN adanya peningkatan kemacetan di koridor Blok M-Kota diakibatkan penerapan jalur terpisah (separated way) khusus yang hanya digunakan bagi busway, yang mengambil satu jalur yang biasanya diperuntukkan bagi kendaraan pribadi. Pada prinsipnya, penerapan jalur terpisah bagi angkutan publik seperti trem, subway, monorel, dan busway sebenarnya untuk menghindarkan angkutan publik dari kemacetan lalu lintas dengan memisahkan sistem transportasi ini dari lalu lintas campuran (mixed traffic).

Hingga kini, angkutan publik perkotaan di Jakarta masih menggunakan sistem lalu lintas campuran. Dengan terhindarnya sistem ini dari kemacetan lalu lintas, kualitas pelayanan berupa ketepatan waktu penjadwalan dapat lebih dipastikan. Ketepatan waktu merupakan faktor amat penting bagi manajemen waktu warga kota yang sibuk seperti Jakarta ini.

Penyediaan sistem transportasi publik dengan penjadwalan yang handal, bersama kualitas pelayanan lain yakni keamanan, kenyamanan, dan keterjangkauan harga tiket diharapkan mampu memberikan alternatif bagi pengguna kendaraan pribadi sehingga bersedia untuk berpindah ke angkutan publik itu. Dengan diberikannya alternatif angkutan pengganti yang memadai, maka hak-hak pengguna kendaraan pribadi sebagai warga kota tidak dilanggar.

Hal ini merupakan prinsip yang amat penting. Dengan demikian, tepat bila Gubernur DKI Jakarta dalam pernyataannya mengatakan bahwa busway ditargetkan bagi masyarakat menengah ke bawah dan busway dibangun tidak untuk memecahkan masalah lalu lintas.

Peningkatan penyediaan angkutan publik adalah untuk seluruh lapisan masyarakat, termasuk bagi masyarakat pengguna mobil pribadi. Dengan beralihnya pengguna mobil pribadi ke busway sekaligus mengurangi volume lalu lintas dan memecahkan masalah kemacetan itu sendiri!

NAMUN, untuk membuat para pengguna mobil pribadi mau beralih ke sistem angkutan umum, ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi. Pertama, sistem transportasi publik yang dikembangkan di DKI harus mengaitkan pusat-pusat permukiman yang umumnya ada di luar DKI, baik di Bekasi, Bogor, Depok, maupun Tangerang dengan kawasan-kawasan tujuan, yaitu kawasan perkantoran, komersial, maupun pendidikan, dalam satu kesatuan sistem metropolitan Jabodetabek.

Karena itu, salah satu yang terpenting dari pengembangan busway ini adalah perlunya integrasi dengan pengembangan jaringan transportasi regional. Jaringan transportasi regional yang tepat tentunya adalah sistem kereta api Jabodetabek.

Hanya saja, kondisi pelayanan kereta api Jabodetabek saat ini masih belum seluruhnya memadai, terutama bila diperuntukkan bagi alternatif pengganti kendaraan pribadi. Penyediaan busway yang saat ini hanya meliputi koridor Blok M-Kota pun tidak terkait sistem kereta api regional.

Kedua, tingkat pelayanan dari seluruh sistem transportasi terkait-busway maupun kereta regional-perlu memenuhi persyaratan kualitas pelayanan minimal yang distandardisasi, baik dari aspek kenyamanan, keamanan, ketepatan jadwal, dan keterjangkauan dari segi biaya. Tanpa dipenuhinya kriteria-kriteria itu, maka pengguna kendaraan pribadi sulit bersedia pindah moda.

Ketiga, penyediaan lahan parkir pun perlu dipikirkan pada sistem ini karena pengguna kendaraan pribadi yang ingin berganti ke busway memerlukan lahan parkir. Kalaupun Pemda DKI menyediakan fasilitas parkir di kawasan Blok M dan Kota, perlu diingat apakah penyediaan lahan parkir di kawasan itu lebih menguntungkan dibanding untuk pertokoan, mal, atau perkantoran per meter perseginya.

Juga, agak sulit untuk diterima akal sehat jika seseorang yang telah menempuh perjalanan selama lebih dari satu jam melalui kemacetan dari Pamulang untuk berkantor ke Sudirman harus berganti moda kendaraan di Blok M yang jarak waktunya hanya sepuluh menit menuju lokasi tujuan. Tanpa adanya paksaan melalui larangan-larangan (vehicle restrictions) seperti three in one dan sebagainya, dapat dipastikan mereka akan memilih untuk terus menggunakan kendaraan pribadinya sampai ke Sudirman.

Terkait vehicle restrictions, yang menjadi permasalahan lainnya dalam penerapan busway saat ini adalah Pemda DKI menerapkan penambahan waktu three in one untuk membuat jalan di sepanjang koridor itu tidak macet. Harap diingat, penerapan vehicle restrictions harus dibarengi sistem transportasi publik yang memadai sebagai alternatif pengganti.

Apabila kondisi busway yang akan diterapkan belum memadai, dalam arti tidak terkait sistem transportasi publik regional dan tidak ditargetkan untuk menarik minat pengguna kendaraan pribadi berpindah moda, maka vehicle restrictions tidak dapat diterapkan secara permanen. Karena bila diterapkan akan mengurangi hak-hak pengguna mobil pribadi sebagai warga kota yang fasilitasnya dikurangi serta tidak akan memecahkan masalah lalu lintas.

Masalah lalu lintas tidak terpecahkan karena pada dasarnya pembatasan kendaraan seperti three in one hanya akan mengalihkan kemacetan pada jalur-jalur jalan lain di sekitar koridor Blok M-Kota.

Selain itu, perlu mendapat pertimbangan pembatasan kendaraan melalui cara-cara three in one yang dikhawatirkan akan mengurangi minat berbagai perusahaan untuk berkantor di kawasan bisnis Sudirman-Thamrin yang akan berakibat rendahnya tingkat okupansi di kawasan bisnis itu. Banyak perusahaan akan memindahkan kantornya ke kawasan lain. Hal ini belum ditambah kemungkinan penurunan pengunjung pusat-pusat perbelanjaan di sekitar kawasan itu.

Eko Budi Kurniawan Pemerhati Transportasi Kota

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved