Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Rumah susun sederhana : Mengurangi frekuensi orang yang bepergian

Format : Artikel

Impresum
Irwan Gunawan - : , 2004

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 15 Januari 2004
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0401/15/Properti/802160.htm

Isi:

SEANDAINYA Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso bisa mengembangkan pembangunan rumah susun sederhana secara besar-besaran di Jakarta, bukannya mal-mal atau plaza-plaza, maka barangkali Kota Jakarta tak terlalu membutuhkan busway. Apalagi Proyek Busway yang dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas itu mendapat kecaman dan kritikan banyak orang karena dikhawatirkan busway malah akan menyebabkan lalu lintas yang sudah ruwet akan semakin ruwet.

SEBAB, rumah susun (rusun) yang lokasinya memang biasanya tak jauh dari pusat kegiatan ekonomi warga penghuninya, akan mengurangi secara drastis frekuensi orang yang bepergian. Dan semakin berkurangnya frekuensi orang bepergian pada akhirnya akan sangat mengurangi kemacetan lalu lintas di Ibu Kota.

Rusun memang sengaja dan harus dibangun di daerah-daerah yang sudah berkembang prasarana maupun sarana umumnya. Untuk mencari nafkah misalnya, biasanya penghuni rusun tak perlu pergi terlalu jauh dari tempat tinggalnya, seperti para komuter yang kini tinggal di Botabek (Bogor-Tangerang-Bekasi), yang sebagian besar setiap hari harus ke Jakarta.

Para komuter itu merupakan salah satu faktor utama penyebab kemacetan lalu lintas akibat keterbatasan angkutan umum yang ada, baik kereta api, bus umum, maupun mikrolet. Keterbatasan itulah yang mendorong banyaknya pemakai kendaraan pribadi di kalangan komuter dan inilah yang merupakan biang kemacetan lalu lintas Jakarta!

Itu baru dalam urusan mencari nafkah kepala keluarga dari warga rusun sederhana yang bisa sangat membantu dalam urusan kemacetan lalu lintas. Belum lagi dalam urusan kesehatan atau pendidikan. Sekali lagi, karena rusun biasanya (dan memang harus) dibangun di tengah-tengah areal yang sudah berkembang, maka untuk urusan ke rumah sakit atau ke sekolah misalnya, warga rusun juga tak perlu jauh-jauh bisa menjangkaunya karena biasanya fasilitas itu juga sudah tersedia tak jauh dari tempat tinggalnya.

Ini juga akan berdampak pada pengurangan frekuensi orang yang bepergian di Jakarta. Padahal, semakin besar frekuensi orang bepergian, semakin besar andilnya memacetkan dan meruwetkan lalu lintas yang memang sudah macet dan ruwet.

Lalu, berapa banyak rusun sederhana-yang warganya adalah sebagian besar kaum marjinal-yang ada di Jakarta? Saat ini diperkirakan untuk kota berpenduduk sebanyak 11 juta jiwa, Jakarta hanya memiliki tak lebih dari 13.000 unit rusun sederhana. Di antaranya, sekitar 8.000 unit dikelola Perumnas sebuah BUMN atau Badan Usaha Milik Negara dan sisanya dikelola Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Mengapa pembangunan rusun sederhana seperti tersendat perkembangannya? Sekali lagi, seperti halnya pembangunan RS/RSS (rumah sederhana/rumah sangat sederhana) atau RS-Sehat, political will di kalangan para pengambil keputusan untuk itu masih sangat kurang.

Padahal, dilihat dari segi apa pun, di samping bisa mengurangi masalah kemacetan lalu lintas, pembangunan rusun sederhana sangat menguntungkan pemerintah. Sebagai contoh, akibat pesatnya perkembangan transportasi di Jakarta misalnya, pemerintah mesti menambah jaringan jalan.

Sementara itu di Jakarta, untuk mencari lahan bagi jaringan jalan baru bukan hal yang mudah karena praktis lahan yang tersedia sudah hampir tak ada. Di Jalan Tol Kebun Jeruk, Jakarta Barat, yang kini setiap hari mengalami kemacetan misalnya, PT Jasa Marga kesulitan menambah kapasitasnya karena lahan yang dibutuhkan sudah tidak ada lagi.

DARI aspek anggaran pembangunan dan belanja negara (APBN) ataupun anggaran pembangunan dan belanja daerah (APBD), khususnya untuk pembangunan prasarana umum seperti jaringan jalan, saluran drainase, sarana air bersih, maupun air kotor, lewat rusun sederhana penggunaan anggaran yang ada itu bisa sangat efisien. Apalagi kita tahu bahwa kemampuan anggaran pemerintah itu kini semakin terbatas saja jumlahnya.

Sekali lagi, hal itu disebabkan pembangunan rusun sederhana biasanya dilakukan di tengah-tengah areal yang sudah berkembang, yang relatif prasarana umumnya sudah tersedia. Dalam hal ini, pemerintah hanya perlu menambah kapasitas prasarana yang sudah ada saja, tanpa perlu membangun prasarana baru.

Hal itu sangat berbeda dalam pembangunan permukiman di pinggiran kota yang biasanya merupakan areal terpencil yang belum berkembang. Untuk itu, pemerintah sering harus membangun jaringan jalan baru padahal hal itu sangat membebani anggaran yang sudah sangat terbatas.

Belum lagi sarana lain, seperti sekolah, rumah sakit, jaringan air bersih, jaringan listrik, dan sebagainya, yang juga praktis harus dibangun baru sama sekali, yang pasti sangat membebani anggaran pemerintah.

Dari sisi penghuni, yang umumnya kaum marjinal, rusun sederhana sangat membantu mereka. Akibat tak perlu banyak bepergian, mereka tak perlu terlalu dalam merogoh kocek yang sudah pas-pasan untuk transportasi.

SELAIN masih kurangnya political will, pembangunan rusun sederhana masih menghadapi sejumlah kendala berat. Dari segi harga jual misalnya, rusun sederhana sulit ditekan sebab biaya konstruksinya bisa mencapai tiga sampai empat kali rumah konvensional seperti RS/RSS.

Sementara itu, budaya sebagian besar orang Indonesia yang senang berkumpul dalam keluarga besar juga masih menghambat sosialisasi rusun. Sebab, rusun sederhana hanya mampu menampung keluarga kecil, paling banter keluarga dengan dua orang anak. Rusun sulit dikembangkan seperti halnya RS/RSS.

Adapun pengadaan lahan untuk lokasi rusun sederhana juga merupakan masalah tersendiri yang sulit diatasi. Dalam hal ini, tanpa subsidi atau campur tangan pemerintah, mustahil dibangun rusun sederhana yang terjangkau kaum marjinal. Hal itu antara lain terlihat dari belum adanya pengembang swasta yang terjun dalam bisnis rusun sederhana.

Apalagi akhir-akhir ini Pemprov DKI Jakarta lebih cenderung memberi izin pembangunan mal-mal dan plaza-plaza di lokasi-lokasi emas. Padahal dengan adanya political will, seharusnya di lokasi-lokasi strategis itu juga bisa dibangun rusun sederhana.

Masalah pengembangan rusun sederhana diperberat dalam kaitannya dengan pemeliharaan bangunan yang bagaikan lingkaran setan. Karena pada umumnya warga rusun sederhana adalah kaum marjinal yang pendapatannya pas-pasan, maka banyak dari mereka yang tak mampu membayar biaya pemeliharaan rusun itu.

Akibatnya, saat ini banyak rusun sederhana yang lingkungannya menjadi kumuh karena kurangnya pemeliharaan. Karena untuk membayar cicilan atau sewa saja, banyak warga rusun sederhana yang tak mampu, apalagi untuk membayar biaya pemeliharaan lingkungan rumah mereka.

Namun apa pun kendalanya, kalau ada political will maka apa sih yang tak bisa dilakukan bangsa ini? Apalagi bila kita melihat manfaat yang begitu besar dari pengadaan rusun sederhana, termasuk perannya dalam mengurangi kemacetan lalu lintas dan meringankan beban biaya transportasi warganya.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved