Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Belum aman, kawasan perbatasan pulau Miangas : Warga rindu kunjungan presiden

Format : Artikel

Impresum
- : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Rabu, 1 Juni 2005

Isi:

Manado, Kompas - Pemerintah Republik Indonesia diingatkan agar terus-menerus menunjukkan penampakan teritorialnya di kawasan perbatasan Pulau Miangas dan Pulau Marore di Kepulauan Talaud, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, terutama melalui pembangunan ekonomi. Perhatian serius harus dicurahkan jika tidak menginginkan masalah perbatasan di Sulawesi Utara itu menjadi persoalan krusial dengan Filipina di kemudian hari.

Max Ulaen, Dosen Universitas Sam Ratulangi di Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Selasa (31/5), mengatakan, persoalan Pulau Miangas belum dianggap selesai dengan Pemerintah Filipina. Wilayah itu pun diakui Filipina sebagai bagian teritorialnya. "Pulau Miangas masih mengundang masalah karena Pemerintah Filipina mengakui keberadaan Miangas miliknya berdasarkan Traktat Paris tahun 1898. Apalagi Indonesia dan Filipina belum mengikat perjanjian batas wilayah laut bilateral," kata pemerhati masalah perbatasan itu.

Traktat Paris memuat batas- batas demarkasi Amerika Serikat (AS) setelah memenangi perang atas Spanyol yang menjajah Filipina hingga ke Miangas atau Las Palmas. Traktat itu sudah dikomunikasikan AS kepada Pemerintah Hindia Belanda, tetapi tidak ada reservasi formal diajukan Belanda terhadap traktat itu.

Menurut Ulaen, Miangas akan diakui internasional sebagai milik Indonesia apabila penampakan kedaulatan teritorial berlangsung secara damai terus-menerus. Penampakan itu sama baiknya dengan hak kepemilikan.

"Penampakan fungsi-fungsi negara, termasuk memberi jaminan hidup kepada penduduk Miangas, membuat klaim atau okupasi kedaulatan negara Indonesia akan memberi kebenaran apabila masalah Miangas menjadi sengketa di kemudian hari," katanya.

Ulaen mengungkapkan, pulau-pulau di Talaud dan Sangihe, yang disebut kawasan Nusa Utara, sesungguhnya memiliki posisi penting pada abad pertengahan karena perdagangan telah berlangsung sejak abad ke-15. Nusa Utara seolah menjadi titik penting karena menghubungkan Maluku di timur dan Filipina di utara.

Daerah Nusa Utara banyak memiliki produk andalan, antara lain minyak kelapa, cengkeh, dan pala menjadi wilayah penting di utara pada masa itu. Malah pada tahun 1682, Nusa Utara telah mampu mengekspor 10.000 kendi minyak kelapa ke daerah-daerah yang terintegrasi dalam jaringan perdagangan regional.

Kunjungan pejabat

Penjabat Gubernur Sulut, Lucky Harry Korah, mengatakan, penampakan wilayah itu antara lain melalui kunjungan pejabat negara ke Miangas juga sangat penting. Apalagi wilayah tersebut jarang mendapat perhatian pemerintah pusat. "Saya baru pulang dari Miangas dan Marore, masyarakat sangat merindukan kedatangan Presiden," katanya.

"Selama ini belum ada Presiden RI yang berkunjung ke Marore dan Miangas. Kami rindu kedatangan Presiden," tambah Rein Saray, warga Marore.

Dalam dialog dengan warga, ungkap Korah, masyarakat sangat paham dengan wawasan Nusantara, termasuk menghafal nama-nama pemimpin kita. Jantje, siswa SMP di Marore, Kabupaten Talaud, misalnya, sangat paham nama-nama pemimpin RI lengkap urutannya. Di hadapan Muspida Sulut, Jantje menyebut nama-nama Presiden Indonesia, mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketika melafalkan nama Abdurrahman Wahid, Jantje menyebut Gus Dur. Tidak salah, tetapi ketika ditanya nama asli Gus Dur, ia terdiam. Jantje tahu nama-nama presiden itu dari sekolah, dan televisi melalui antena parabola. (zal)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved