Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

MRT, proyek yang "masih rapat terus"

Format : Artikel

Impresum
Lusiana Indriasari - : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Selasa, 14 Juni 2005

Isi:

BEBERAPA puluh tahun lalu pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan rencana untuk membangun mass rapid transit di Jakarta. Untuk memuluskan rencana itu, Departemen Perhubungan bahkan sudah membuat rencana detail pembangunan MRT tahap I yang akan dibangun mulai dari Lebak Bulus-Dukuh Atas sepanjang 14,3 kilometer, sedangkan tahap II dibangun mulai dari Dukuh Atas-Kota sepanjang 10,1 km.

NAMUN, megaproyek senilai 905 juta dollar Amerika Serikat itu sampai sekarang masih dalam tahap "masih rapat terus" karena ada kendala pembiayaan.

"Rencana MRT ini baru diusulkan tim teknis. Soal keputusan tergantung dari pemerintah pusat, dalam hal ini Bappenas dan Departemen Keuangan," kata Harris Fabillah, Direktur Perkeretaapian Departemen Perhubungan (Dephub) beberapa waktu lalu.

Japan Bank for International Cooperation (JBIC) memberi sinyal akan membantu pendanaan proyek mass rapid transit (MRT). Namun, lembaga keuangan itu meminta syarat agar ada kesepakatan bersama tingkat menteri terkait dengan Gubernur DKI mengenai skema pendanaan, finansial, dan institusional pembangunan serta pengoperasian MRT.

MRT yang dikembangkan Dephub adalah kereta api dengan sistem heavy rail. "Seperti kereta biasa yang mengangkut penumpang di Jabotabek," kata Harris Fabillah.

MENURUT rencana, proyek MRT tahap I akan dibangun secara elevated (di atas median jalan) dan underground (membuat terowongan). Pembangunan MRT di atas median jalan dilakukan mulai dari ruas Lebak Bulus-Senayan (9,85 km). Sedangkan MRT yang dibangun menembus tanah (underground) dimulai dari Senayan ke Dukuh Atas (4,45 km).

Untuk mengangkut penumpang pengguna MRT, Dephub berencana membangun sembilan stasiun yang terletak di atas tanah dan tiga stasiun bawah tanah. Lokasi sembilan stasiun "layang" itu ada di Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Sisingamangaraja, Senayan, dan Istora.

Sedangkan tiga stasiun bawah tanah berlokasi di Bendungan Hilir, Setiabudi, dan Dukuh Atas. Depot sebagai tempat mangkal kereta nantinya akan dibangun di Terminal Lebak Bulus.

Sebagian besar pembangunan MRT dilakukan di atas tanah (elevated). Pembangunan ini dilakukan untuk menghemat pembebasan lahan. Pembebasan lahan untuk proyek MRT tahap I diperkirakan 0,65 hektar. Pembebasan lahan antara lain digunakan untuk stasiun dan jalan masuk.

MRT yang dibangun di Jakarta rencananya akan terintegrasi dengan moda angkutan lain, seperti monorel, busway, dan kereta api Jabotabek. MRT dan monorel direncanakan terintegrasi di Senayan, Setiabudi, dan Dukuh Atas. Sedangkan MRT tahap II (Dukuh Atas- Kampung Bandan) akan terintegrasi dengan busway koridor II (Pulo Gadung-Harmoni).

MRT juga akan terintegrasi dengan kereta api Jabotabek di Dukuh Atas. Sedangkan di daerah Fatmawati dan Semanggi, MRT akan terintegrasi dengan jalan tol. MRT juga akan terintegrasi dengan bus dan angkutan kota di Terminal Blok M dan Lebak Bulus.

UNTUK membangun proyek MRT, pemerintah pusat bertanggung jawab dalam membangun prasarana dan memberikan jasa konsultasi yang dibiayai dengan dana pinjaman. Sedangkan peran Pemprov DKI adalah pengadaan sarana dan pembangunan depo yang dibiayai oleh dana pinjaman. Pemprov DKI juga bertanggung jawab pada proses pembebasan tanah dan manajemen lalu lintas selama pembangunan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Peran pemerintah pusat pada dasarnya hanya membangun prasarana, sedangkan pengoperasiannya dilakukan oleh Pemprov DKI melalui konsorsium BUMD, BUMN, dan sektor swasta.

Saat ini Pemprov DKI bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sedang mempersiapkan izin trase koridor MRT Lebak Bulus-Kota yang diharapkan sudah ditandatangani Gubernur DKI Sutiyoso pada Juli tahun 2005. Selain itu, mereka juga tengah mempersiapkan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk MRT tahap I.

Menurut Harris, pada tahun anggaran 2005 Pemprov DKI telah mengalokasikan anggaran dan mulai membebaskan lahan di Terminal Lebak Bulus untuk membangun Depo MRT.

SEBAGIAN kalangan menilai, pembangunan MRT ini dianggap sebagai "proyek yang terlalu mewah". Pasalnya, jika digunakan untuk membangun sarana transportasi lain, dana yang digunakan untuk membangun MRT sejauh 14,3 km ini sudah dapat digunakan untuk membangun 12 koridor busway.

"Dengan 12 koridor busway ini, Anda sudah bisa sampai ke mana-mana," kata Bambang Susantono, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Menurut Bambang, secara finansial pembangunan MRT tidak layak dilakukan. Namun, secara ekonomi, pembangunan MRT memang diperlukan. Meski begitu, MRT belum bisa menjamin berkurangnya kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Pembangunan MRT memang diperlukan. Namun, dalam kondisi keuangan yang dimiliki pemerintah seperti sekarang ini, yang penting dilakukan adalah membenahi sistem transportasi yang ada.

Menurut Bambang, pembenahan sistem perkeretaapian Jabotabek lebih menjadi prioritas. Kalau kereta Jabotabek sudah dibenahi dan dibentuk jalur melingkar (circular line), maka sudah bisa terintegrasi dengan 15 koridor busway yang akan dibangun di Jakarta. Saat ini Pemprov DKI baru membangun satu koridor busway dari lima belas koridor yang direncanakan.

Sebelum membangun MRT, Dephub juga berencana meningkatkan sistem perkeretaapian Jabotabek. Kepala Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek Rachmadi mengatakan, revitalisasi kereta api Jabotabek dilakukan secara bertahap.

Revitalisasi kereta Jabotabek dilakukan dengan menambah 10 set kereta (40 gerbong), membangun jalur double-double track (empat jalur rel) antara Cikarang-Manggarai, dan membangun double track Serpong-Tanah Abang.

Rencana revitalisasi dalam waktu dekat, kata Rachmadi, adalah melaksanakan elektrifikasi (pemasangan listrik) di jalur Bekasi-Cikarang. Dengan elektrifikasi, jalur Bekasi-Cikarang nantinya akan dilayani kereta rel listrik (KRL), bukan lagi kereta rel diesel (KRD).

Pengembangan kereta Jabotabek rencananya dibiayai oleh dua sumber pendanaan, yaitu Jerman dan Korea Selatan. Dana dari Jerman, menurut Rachmadi, akan digunakan untuk membeli 10 set kereta baru (40 gerbong) yang pelaksanaannya secara bertahap dalam waktu tiga sampai empat tahun.

Sedangkan dana dari Korea Selatan rencananya digunakan untuk membangun double track (dua jalur) di jalur Serpong-Tanah Abang, membangun kembali sembilan stasiun, dan memperbaiki tujuh stasiun yang sudah rusak parah.

Pembangunan MRT diharapkan bisa mengangkut penumpang secara massal ke suatu tujuan tertentu sehingga dapat mengurangi kemacetan. Menurut studi, jumlah penumpang pada tahun 2010 terhitung 280.000 penumpang per hari, sedangkan tahun 2020 jumlah pengguna transportasi bisa mencapai 339.000 per hari.

(Lusiana Indriasari)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved