Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
Iwan Santosa -
: , 2005
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Sabtu, 18 Juni 2005
Isi:
WARGA Jakarta selalu terobsesi memiliki mobil mewah hingga sepeda motor sederhana sebagai sarana transportasi. Padahal kebutuhan sejati transportasi warga adalah angkutan umum massal. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor sebesar 7 persen per tahun jauh melampaui pertambahan ruas jalan yang hanya mencapai satu persen. Kondisi tersebut membuat kapasitas jalan raya di Jakarta semakin jenuh.Demikian pula perubahan tata guna lahan dan pertumbuhan pusat perekonomian yang tidak mengedepankan perhitungan aksesibilitas transportasi. Perizinan dan pengawasan kendaraan bermotor pribadi serta umum juga tidak berjalan sesuai aturan.
SOSIOLOG perkotaan Paulus Wirutomo mengatakan, kemacetan lalu-lintas adalah setara dengan kemacetan ekonomi. Pada akhirnya, ini akan menghantam kepentingan masyarakat. Kita dapat belajar dari pengalaman Pemerintah China, untuk memacu perekonomian, dibuatkan jalan raya sedemikian luas dan didukung transportasi umum yang sangat memadai.
Kondisi jalanan di Jakarta sudah memasuki tahap distressing yang membuat orang tertekan tanpa harus berada di jalan raya. Warga Jakarta langsung merasa suasana mencekam saat berbicara soal lalu-lintas karena kemacetan. Risiko kecelakaan hingga kejahatan langsung muncul dalam benak mereka.
Ini berpengaruh pada kesehatan jiwa warga Ibu Kota. Itulah realitas transportasi Jakarta yang ditinjau dari segi konsep hingga pelaksanaan yang serba salah kaprah.
Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Trisbiantoro mengatakan, untuk membenahi persoalan kemacetan lalu-lintas di Jakarta, warga harus sadar dan rela menerima bahwa hanya transportasi publik dan bersifat massal yang dapat menjawab kebutuhan mereka.
"Kota Jakarta adalah megapolitan dengan pergerakan puluhan juta jiwa yang membawa konsekuensi kebijakan yang diambil tidak bisa bersifat individual dan harus mengutamakan kepentingan umum. Hanya angkutan umum bersifat massal yang dapat memenuhi fungsi sosial dan spasial," kata Trisbiantoro.
Dia mencontohkan, pengguna kendaraan pribadi membutuhkan ruang gerak dan parkir sekurangnya 80 meter persegi dari luas jalan. Sedangkan seorang penumpang bus hanya membutuhkan ruang seluas 2,5 meter persegi hingga paling luas 5 meter persegi dari luas jalan.
Kapasitas spasial di Jakarta tidak mampu menampung kendaraan pribadi saat ini. Seandainya setiap hari, jumlah kendaraan pribadi dan motor berkurang hingga 25 persen, tentu lalu-lintas di Jakarta tidak akan semacet sekarang.
KEPALA Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rustam Effendy mengatakan, komposisi kendaraan umum dan pribadi sangat tidak seimbang. Hingga kini, total populasi kendaraan umum ternyata kurang dari sepuluh persen. Itu pun kondisinya memprihatinkan sehingga orang enggan memakai sarana tersebut dan memilih menggunakan kendaraan pribadi.
"Tahun lalu, pertambahan kendaraan pribadi setiap hari sangat dahsyat, mencapai 269 unit STNK (surat tanda nomor kendaraan bermotor) baru dikeluarkan di DKI Jakarta. Keberadaan mereka memakan luas jalan sekitar 1.500 meter atau satu setengah kilometer," kata Rustam.
Menghadapi kemacetan dan kesemrawutan yang terjadi, diperlukan terobosan. Keberadaan busway merupakan langkah awal dan ternyata mampu menarik pengguna kendaraan pribadi hingga 14 persen.
Paulus Wirutomo mengatakan, sebagai satu langkah yang semula kontroversial, busway dapat menjadi contoh positif pembenahan transportasi publik. Namun, pembangunan busway harus diarahkan agar terintegrasi dengan moda transportasi publik lainnya. Adapun kekurangan dalam pengoperasian busway lebih bersifat teknis internal.
Setidaknya, Paulus menambahkan, Sutiyoso berani mewujudkan sebuah konsep dalam membuat sarana transportasi publik yang layak. Masyarakat juga patut dihargai kemauannya untuk menggunakan moda transportasi tersebut.
Trisbiantoro menilai kebijakan tersebut merupakan terobosan yang patut ditindaklanjuti karena merupakan langkah radikal. Di sejumlah kota besar dunia, para pemimpin tidak berani menerapkan kebijakan pembuatan koridor busway karena tekanan ataupun kolusi degan kalangan industri otomotif.
Namun, program busway tersebut bukan tidak memiliki kekurangan. Ketua Organda DKI Herry JC Rotty mengatakan, pihaknya telah berupaya mendukung upaya mengatasi kemacetan lewat penataan bus-bus feeder, tetapi upaya tersebut belum maksimal. Dia berharap ada penataan trayek terpadu sehingga tidak terjadi kesemrawutan antarmoda transportasi umum.
Untuk itu perlu penambahan dan peremajaan sarana angkutan umum Jakarta dalam jumlah besar. Peremajaan dan penambahan transportasi umum tidaklah mudah karena tidak dicantumkannya penghitungan investasi dalam penetapan tarif angkutan umum yang ditetapkan Dewan Transportasi Kota.
"Idealnya ada subsidi untuk angkutan bus bagi warga kelas bawah melalui pelbagai insentif pajak. Ini dapat mengimbangi dampak dari penetapan tarif yang rendah yang membuat pengusaha tidak mampu melakukan peremajaan," kata Herry.
Keadaan semakin buruk karena tidak ada kesamaan data antara Dinas Perhubungan dan kepolisian, sehingga membuat perencanaan bisnis dan kebijakan pengaturan transportasi umum menjadi simpang siur karena tidak memiliki acuan pasti.
Rustam Effendy mengakui kondisi tersebut tidak jarang mengakibatkan terjadinya praktik pemberian izin palsu dan pelbagai kecurangan lain yang berujung pada kesemrawutan di jalan raya.
Pembenahan tersebut harus diimbangi dengan tata guna lahan dan pembangunan pusat aktivitas ekonomi yang berdasar pada hitungan rasional mengenai aksesibilitas sebuah kawasan. Tanpa perhitungan dampak lalu-lintas yang diajukan sebelum memulai sebuah proyek, dikhawatirkan terjadi bumerang bagi masyarakat dan dunia usaha.
Trisbiantoro mencontohkan, di Jepang dan Belanda ada sejumlah pusat perbelanjaan yang akhirnya bangkrut karena lokasi mereka selalu terkena kemacetan lalu-lintas.
Di Jakarta, para pengusaha properti tidak mau memperhitungkan pembangunan sarana penunjang seperti pembuatan under pass atau fly over sebagai bagian dari investasi. Ini terjadi karena lemahnya birokrasi yang begitu mudah memberikan izin tanpa berpikir panjang.
SETELAH transportasi publik menjadi prioritas, barulah sejumlah kebijakan lain diambil sebagai pendukung. Rustam Effendy mengatakan, penerapan road pricing, traffic restriction, penggunaan kendaraan berdasar pelat nomor pada hari tertentu dan lain sebagainya, telah disetujui dan dibuatkan aturan yang tinggal menunggu peraturan pelaksanaan.
"Kebijakan tersebut untuk mengurangi keberadaan kendaraan pribadi. Tetapi belum diterapkan oleh Sutiyoso hingga pemerintah mampu menyediakan angkutan umum yang aman dan nyaman," kata Rustam Effendy.
Kebijakan itu harus dibarengi kedisiplinan yakni mengajarkan warga harus untuk berlalu-lintas secara benar. Penegak hukum juga harus dibenahi untuk tidak sekadar menjadikan jalan raya sebagai lahan mencari penghasilan. Tak ketinggalan dunia usaha harus membenahi diri dengan tidak menayangkan iklan yang menyesatkan masyarakat tentang konsep berlalu-lintas.
"Dalam pelbagai iklan motor selalu digambarkan faktor kecepatan, kemampuan ngebut dan mampu menyelip di sela-sela keramaian merupakan hal wajar serta sangat penting bagi seseorang. Ini menyesatkan cara berpikir masyarakat," kata Paulus Wirutomo.
Paulus menegaskan, semakin besar dan kompleks sebuah kota, seharusnya semakin mengedepankan keteraturan.
Menyusul jalur busway Blok M-Kota, Rustam Effendy mengatakan, 15 koridor busway, monorel, mass rapid transit (MRT) Blok M-Kota dan water way Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur akan menjadi rencana terpadu penyediaan transportasi warga Jakarta dan sekitarnya.
Dari sisi infrastruktur jalan, tersambungnya seluruh rangkaian jalan lingkar luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR) turut membantu meringankan kelancaran lalu-lintas di sejumlah ruas jalan. Keberadaan hubungan lintasan jalan bebas hambatan yang terputus seperti Jagorawi-Tol Cikampek yang harus melewati kawasan Cawang, dan sejumlah titik kemacetan dapat diatasi melalui penyelesaian pembangunan JORR.
"Menghapus kemacetan sama sekali tidaklah mungkin. Hal yang terbaik adalah menyediakan alternatif moda transportasi bagi masyarakat dan memberikan layanan yang membuat perjalanan dapat terukur dari segi waktu, keamanan, serta kenyamanan," kata Rustam.
Kita semua-yang selalu terobsesi dengan impian mobil mewah dan motor keren harus menyadari satu hal: sarana transportasi massal yang aman dan nyaman adalah satu-satunya solusi atas kemacetan lalu-lintas di Jakarta.
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved