Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2005
Deskripsi
Sumber:
Suara Merdeka: Sabtu, 19 Februari 2005
Isi:
Prof Eko: Rangkul Penentu Kebijakan
KENTINGAN- Banyaknya bupati dan wali kota baru yang orientasinya lebih cenderung pada aspek ekonomi dengan peningkatan segala macam pendapatan asli daerah (PAD), menurut budayawan dan arsitek Prof Dr Ir Eko Budiardjo, bisa berbahaya bagi keberadaan bangunan bersejarah.
Kalau tak memperhatikan kelestarian, bangunan-bangunan bersejarah tersebut bisa terancam punah, rusak atau dibongkar.
"Mereka mungkin tidak merasakan keuntungan dengan melestarikan bangunan bersejarah. Padahal kalau bangunan itu dipertahankan baik-baik, bisa berdampak bagi pariwisata yang luar biasa pendapatannya," kata Rektor Undip Semarang itu, di sela-sela seminar "Peran dan Eksistensi Arsitektur dalam Upaya Pelestarian Identitas Kota Surakarta", di auditorium UNS, Kamis (17/2) lalu.
Karena itu, dia mengaku berpesan kepada dosen-dosen Fakultas Teknik UNS agar lebih baik merangkul wali kota dan DPRD yang merupakan penentu kebijakan. Kemudian para pejabat tersebut diajak bicara bersama tentang pelestarian bangunan kuno bersejarah.
"Para politisi yang sekarang itu yang menentukan lokasi yang akan dibangun atau dibongkar. Fenomena tersebut sudah berjalan, dan itu disebut metropolitik. Bahkan di Jakarta pun terjadi pembongkaran bangunan bersejarah, seperti gedung Kedubes RRC, lalu gedung Imigrasi hancur," ungkapnya.
Kalau di daerah karena tekanan pembangunannya tidak terlalu besar, tidak terlalu banyak bangunan bersejarah yang dihancurkan. Tetapi indikasi ke arah itu, menurutnya, sudah ada.
Stasiun
Lalu berapa persen bangunan kuno di Jateng yang masih bertahan atau yang sudah punah? Dia mengaku sulit menghitung prosentasenya. Tetapi secara umum, dia melihat masih banyak bangunan kuno yang bertahan, seperti stasiun-stasiun di Tegal, Tawang, Poncol, Balapan, yang masih berfungsi dengan baik.
Selain itu bangunan-bangunan kantor Residen, seperti di Pekalongan, Banyumas, dan Magelang. Lalu, gedung-gedung tua yang digunakan untuk sekolah. "Kan banyak gedung sekolah peninggalan Belanda yang masih bagus. Silakan kalau ada kekurangan lalu membangun di belakangnya, tetapi jangan merusak bangunan tua yang ada di depannya," tuturnya.
Menyinggung aturan, menurutnya, sudah ada UU Cagar Budaya tetapi belum dijabarkan dalam perda masing-masing daerah. Di Semarang, ungkap dia, sudah mulai disusun raperda tersebut. "Perda mengenai pelestarian bangunan kuno bersejarah itu semestinya mendesak untuk segera dibuat. Solo semestinya juga ada, sehingga siapa pun yang jadi wali kota dan DPRD tak bisa seenaknya membongkarnya."
Pada kesempatan yang sama, koreografer Prof Sardono W Kusumo juga menyatakan sebenarnya sudah banyak aturan mengenai kelestarian bangunan bersejarah di Indonesia. "Untuk yang tidak disebut, yakni bagaimana aturan itu supaya dijalani. Sekarang kontrolnya pada siapa, sanksinya apa, siapa yang menjalankan monitoringnya. Jadi kelengkapan aturan itu yang tak dipikir," tandas Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tersebut.
Dia menuturkan, semestinya seluruh pihak diberikan pemahaman mengenai fungsi baru gedung-gedung kuno yang sebelumnya dibicarakan para arsitek. Prof Eko mengatakan, gedung bersejarah yang paling kuat sebagai identitas Kota Solo adalah Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Kemudian di sepanjang Jalan Slamet Riyadi Solo ada Loji Gandrung, bekas kantor Kodim, dan Taman Sriwedari yang sudah terkenal. (D11-17s)
Subject :
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved