Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Kamar anak, otoritas dan imajinasi

Format : Artikel

Impresum
Nusya K - : , 2005

Deskripsi
Dalam:
Kompas: Jum\'at, 20 Mei 2005

Isi:

NAMANYA adalah kamar untuk anak, artinya bukan kamar untuk orangtua bukan pula kamar untuk orang dewasa. Maka, kamar anak merupakan wilayah otoritas sang anak, wilayah yang menjadi hak anak untuk belajar mengembangkan kepribadiannya, mengembangkan tanggung jawabnya, mengembangkan kreativitas serta imajinasinya.

Apabila anak memiliki saudara dengan siapa dia harus tidur bersama-sama, maka kamar tersebut akan merupakan tempat baginya untuk belajar berbagi dengan saudara serta belajar saling menghargai. Kamar tersebut niscaya akan menjadi tempat kenangan masa kecil bagi mereka berdua ketika mereka beranjak dewasa kelak.

Maka, pengaturan ruang anak juga perlu mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Misalnya sebaiknya lebih luas daripada sekadar berukuran 3 x 3 meter persegi, dengan jendela yang memungkinkan sinar matahari mencapai sebagian besar sudut-sudut ruangnya serta memungkinkan udara bersirkulasi dengan baik demi tujuan kesehatan. Tak berlebihan apabila anak yang merupakan anggota terkecil di dalam rumah tangga berhak mendapatkan kamar dengan kriteria terbaik dari sisi kesehatan.

Apakah yang paling mendasar perlu ada di dalam ruang tidur anak? Selain tempat tidur, juga meja belajar dengan rak buku, adalah baik apabila lemari pakaian dan lemari mainan anak juga berada di dalam ruang yang sama, sehingga memudahkan bagi anak untuk mengurusnya sendiri dalam rangka ia belajar bertanggung jawab dan berdisiplin.

Orangtua, dalam hal ini mungkin ibu, terkadang punya kecenderungan ingin menjadikan anak sebagai duplikat dari dirinya serta memaksakan seleranya terhadap sang anak. Misalnya dalam hal memilih interior kamar tidur anak. Demi menghormati otoritas anak menyangkut kamar tidurnya, juga demi merangsang imajinasi dan kreativitas sang anak, sekaligus mengajar anak untuk membuat pilihan serta bertanggung jawab atas pilihannya, orang dewasa perlu bertanya kepada anak tentang interior macam apa yang dikehendakinya.

Melibatkan anak sejak awal dalam menentukan interior kamarnya tidak hanya menghargai hak anak untuk berpendapat, namun juga melatih anak berpikir mandiri. Tentu karena pemahaman anak masih minim, orang dewasa bisa memberikan masukan tentang akibat-akibat pilihannya. Misalnya jika memilih warna gelap untuk cat tembok, maka akan mengundang nyamuk, membuat ruangan terkesan pengap seperti gua, dan juga membuat perasaan tertekan sekaligus bisa merusak mata karena pupil mata akan dipaksa bekerja keras.

Tidak perlu gusar seandainya anak akan menyulap kamar tidurnya menjadi lebih merupakan bengkel atau laboratorium daripada tempat tidur. Yang penting anak diajar untuk menjaga kebersihan dan bertanggung jawab terhadap barang-barangnya.

Karena anak-anak yang kreatif akan punya gagasan yang aneh-aneh, misalnya mengusung sepeda kayuhnya ke dalam kamar dan membongkarnya di sana serta kemudian merakitnya ulang sesuai dengan seleranya sendiri. Para ibu mungkin akan gusar karena kamar menjadi kotor. Tetapi anak pasti punya alasan sendiri, misalnya, ketika ia berangkat tidur bisa memandanginya dan kemungkinan ia menemukan ide lanjutan dari gagasannya yang kreatif. Demikian pula seandainya anak ingin temboknya penuh gambar atau poster.

Ini adalah otoritas yang perlu dihormati orang dewasa. Yang paling penting adalah kamar tersebut memiliki fasilitas minimal: tempat tidur, meja belajar dengan rak buku, dengan lampu baca yang cukup terang. Yang membuat anak bisa bertahan duduk untuk belajar, minimal dua jam sehari. Selebihnya adalah membiarkan anak mengembangkan kreativitasnya dan imajinasinya berkembang.

Untuk alasan itu anak mungkin akan memilih memasang stiker plastik berbentuk bintang-bintang yang mengandung fosfor bertebaran di atap kamar tidurnya, bahkan juga dindingnya, sehingga ketika lampu dipadamkan maka ia seolah sedang tidur di alam semesta di bawah taburan bintang.

Mungkin ia akan bermimpi mengendarai pesawat dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya dan terbebas dari hukum relativitas ruang-waktu Einstein, dan ketika kembali ke Bumi merasa menjadi seorang Carl Sagan.

Nusya K Pemerhati Rumah

Subject :

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved