Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Kemegahan yang tak lekang dari Istana Siak

Format : Artikel

Impresum
- : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Media Indonesia: Minggu, 26 Juni 2005
http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2005062600512860

Isi:

Megah dan mewah. Dua kata yang kerap mewakili sosok sebuah istana. Dua kata itu pula yang pas membayangkan istana di tepi Sungai Siak, Riau, sekitar abad 16 yang bernuansa arsitektur Eropa, Arab, dan Melayu

BAGAIMANA rasanya berada di Istana Kerajaan Islam Siak yang terdapat di Sumatra pada abad 16-20?

Pertanyaan itu menggantung di benak saya, ketika pertengahan Juni ini berkunjung ke Provinsi Riau. Keingintahuan bertambah besar pada saat Kantor Dinas Pariwisata setempat memberi sebuah tas berisi sejumlah bahan promosi pariwisata yang memuat pula gambar Istana Siak.

Meski saya memperoleh informasi istana itu sedang direnovasi, keinginan saya untuk berkunjung tidaklah surut. Sabtu (11/6) pagi, saya sudah menyiapkan diri berangkat bersama sejumlah staf dari Kantor Dinas Pariwisata Riau. Menurut rencana, kami akan meninggalkan hotel pada pukul 07.30 WIB menuju Istana Siak dengan speedboat selama dua jam perjalanan. Namun, rencana berubah karena petugas Dinas Pariwisata memberi kabar speedboat menuju Siak baru berangkat pada pukul 11.00.

Kami pun berangkat dengan menggunakan mobil dengan perkiraan waktu tempuh sekitar tiga jam. Rute yang digunakan via Desa Sikajang Mati, karena kondisi jalan menuju Siak melalui rute ini lebih baik, dibandingkan rute via Perawang. Jika melalui Perawang, harus dua kali menyeberang sungai dengan feri yang membutuhkan waktu cukup lama untuk antre. Istana Siak ini terletak 125 km dari Pekanbaru menuju arah timur, ke arah Selat Malaka.

Ada lagu karya Beethoven

Singkat cerita, menjelang tengah hari, kami tiba di tempat penyeberangan Siak. Setelah menunggu beberapa menit, mobil yang kami tumpangi pun naik ke kapal roro bersama dua mobil lainnya, dan belasan sepeda motor yang dikendarai sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Siak.

Lokasi Istana Siak berdekatan dengan tempat penyeberangan. Istana itu memang berada di tepi Sungai Siak yang sejak abad 17 telah menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan.

Tampak dari depan, bangunan Istana Siak berdiri megah dengan corak arsitektur paduan harmonis gaya bangunan Eropa, Arab, dan Melayu asli. Menjelang pembangunan istana ini pada 1889, Sultan Assyayidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin Syah--Sultan XI--yang memerintah kerajaan Siak ketika itu melakukan lawatan ke Eropa, dan mengunjungi negeri Belanda dan Jerman. Dalam lawatan itu, Sultan juga membeli banyak peralatan dan perlengkapan dari Eropa yang akan mengisi istana yang diberi nama Asirayatul Hasyimah itu.

Salah satu benda penting di istana tersebut, yakni 'Komet'. Komet merupakan gramofon besar, yang terletak dalam sebuah lemari kayu yang sangat berat. Di dunia ini cuma ada dua gramofon sebesar itu selain di Istana Siak, sebuah lagi bisa dijumpai di negara asalnya Jerman. Gramofon itu masih bisa digunakan hingga kini.

Benda itu berada di sayap kiri istana, yang berhubungan dengan ruang tengah yang biasa digunakan raja untuk menyambut para tamu negara. Sayangnya, kami tidak mengetahui pasti apa saja yang terdapat di ruang tengah itu karena saat itu sedang dilakukan renovasi besar-besaran. Gramofon, dan sebuah lemari besi yang hingga kini tidak dapat dibuka--karena kuncinya sudah dibuang ke Sungai Siak oleh sultan terakhir--merupakan dua benda yang tidak bisa digeser karena sangat berat.

Lemari besi itu terletak di antara ruang tengah menuju ruang belakang, sedangkan di ruang belakang ini terdapat dua tangga spiral menuju lantai dua. Kedua tangga yang terbuat dari baja berukir ini masing-masing terdiri dari 36 anak tangga. Tangga yang di sebelah kiri dinamakan 'tangga naik' karena dipergunakan untuk naik, dan tangga sebelah kanan dinamakan tangga turun karena digunakan untuk turun.

Di lantai atas, terdapat empat ruang tidur ruang keluarga di bagian depan, dan tempat berolahraga sultan yang bersebelahan dengan kamar mandi. Di sayap kanan dan kiri atas, terdapat teras terbuka dengan pemandangan kawasan di sekitar istana.

Saat berkunjung kami diberi kesempatan mendengar sebuah lagu karya Beethoven yang keluar dari sebuah lempengan baja berdiameter besar. Lempengan baja itu mirip sebuah piringan hitam. Istana ini memiliki koleksi 17 lempengan baja yang terisi 17 lagu.

Melihat sejumlah barang perlengkapan istana yang saat itu sedang 'diamankan' di sebuah gudang, saya membayangkan isi Istana Siak ini terbilang mewah. Sebut saja kursi singgasana kerajaan yang bersepuh emas, duplikat mahkota kerajaan, brankas kerajaan, payung kerajaan, tombak kerajaan, dan tidak ketinggalan meja dan kursi makan yang terbuat dari kristal asli Cekoslovakia.

Selain istana megah yang tersebut, sultan juga mendirikan sebuah balai kerajaan yang dinamai Balairung Sari, terletak tidak jauh dari istana. Terdapat pula masjid peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang masih kukuh sampai kini. Masjid itu bernama Mesjid Syahbudiin yang didirikan bersamaan waktunya dengan Istana Kerajaan. Arsitektur masjid ini agak unik karena perpaduan gaya Timur Tengah dengan Melayu. Masjid ini juga terletak tidak jauh dari tepi Sungai Siak.

Istana Siak memang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang meminati budaya Melayu dan Islam. Kabarnya, sebelum direnovasi, rata-rata setiap tahun ada 300 wisatawan dari Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat berkunjung ke bekas Kerajaan Siak Sri Indrapura yang berdiri sejak 1723. (Mor/M-3).

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved