Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
Abun Sanda -
: , 2005
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jumat, 4 Maret 2005
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/04/rumah/1596441.htm
Isi:
PENGUMUMAN pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak hari Senin (28/2) tidak memberi kejutan berarti. Rencana kenaikan itu sudah didengungkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan HM Jusuf Kalla tatkala masih berkampanye untuk pemilihan presiden.
Ketika kemudian pasangan ini menjadi presiden dan wakil presiden, dan sampai 100 hari pertama tidak mengumumkan kenaikan harga minyak, publik tahu bahwa kenaikan itu sebetulnya soal waktu saja. Belum naiknya harga minyak selama tiga bulanan pertama karena pasangan ini masih mengumpulkan keberanian menghadapi kegeraman publik jika bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan harganya.
Masalahnya, seperti terekam dari banyak suara publik di pelbagai media massa, sebagian masyarakat bisa menerima kenaikan harga itu dan bersedia diajak hidup lebih sulit. Hal yang disayangkan, mengapa pemerintah tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik. Rakyat ingin pemerintah menunjukkan good will dengan memberantas korupsi. Tetapi, sampai 100 hari pemerintahan Yudhoyono-Kalla, berapa sih koruptor yang disidik dan dibawa ke pengadilan? Berapa banyak pula penegak hukum yang disidik dan setidaknya diteliti riwayat kekayaannya?
Bukan rahasia lagi kalau sebagian di antara penegak hukum, ya jaksa, ya hakim, ya polisi, hidup cukup mewah. Tetapi, sejauh ini mereka luput dari pemeriksaan serius ihwal asal harta mereka. Para penegak hukum ini, jika ketahuan melawan hukum, umumnya diperiksa menurut jalur etika dan prosedur. Dengan demikian, kalau dinyatakan bersalah, mereka hanya disebut melanggar etika dan prosedur, bukan pidana!
Tentu pemberantasan korupsi hanya salah satu instrumen yang diinginkan rakyat untuk dikerjakan pemerintahan Yudhoyono-Kalla. Masih banyak pekerjaan rumah lain yang mestinya dikerjakan pemerintahan ini, misalnya pemberantasan kolusi, nepotisme, pungutan liar, penciptaan rasa aman, dan penumpasan penjahat. Jika semua pekerjaan ini dikerjakan dengan baik, rakyat akan sangat ikhlas ketika rezim Yudhoyono-Kalla menaikkan harga BBM. Rakyat rida diajak hidup lebih sulit. Agak disayangkan, rezim Yudhoyono-Kalla enggan bekerja lebih keras menumpas korupsi dan tetap memaksa menempuh jalan pintas: menaikkan harga minyak.
KENAIKAN harga BBM selalu menimbulkan kecemasan karena kenaikan itu mutlak menyebabkan lonjakan harga pada begitu banyak komoditas lain. Ongkos angkutan laut, udara, dan darat pasti naik karena semua angkutan ini menggunakan BBM. Kenaikan ongkos angkut otomatis melejitkan harga begitu banyak komoditas karena komoditas-komoditas tersebut memerlukan angkutan untuk dijual dan atau didistribusikan. Jika harga berbagai komoditas naik, otomatis orang- orang yang berbisnis di jalur jasa juga menaikkan biaya jasanya karena ia harus membeli komoditas yang sudah melambung harganya.
Dengan dalil ini, harga rumah otomatis akan ikut naik. Analis properti Panangian Simanungkalit menyebutkan, lonjakan harga rumah dan apartemen diperkirakan mencapai 15 persen. "Kenaikan ini tampaknya tidak terhindarkan sebab kenaikan harga BBM akan diikuti kenaikan cost produksi," katanya.
Hal yang relevan dipersoalkan di sini adalah kenaikan harga rumah dan apartemen (terutama untuk apartemen kelas menengah ke bawah-harga di bawah Rp 500 juta per unit) akan membuat jurang antara kemampuan beli dan harga rumah makin jauh. Ini yang pada akhirnya melahirkan persoalan-persoalan pelik baru di bidang perumahan.
Rakyat yang memperoleh gaji di bawah Rp 2 juta per bulan akan makin sulit meraih rumah layak huni. Kalaupun dapat, peraih gaji di bawah Rp 2 juta hanya bisa menjangkau rumah sederhana sehat (RSS). Dan RSS ini, seperti biasa, selalu terletak di kawasan di pinggiran kota, atau malah jauh dari titik pinggiran kota.
Jauhnya letak rumah-rumah seperti ini dari pusat kota juga menjadi persoalan besar sendiri. Mereka akan terjebak dalam apa yang disebut sebagai proses pemiskinan yang sistematis. Bayangkan saja, mereka mesti mencapai lokasi kerjanya dalam rentang jarak yang demikian jauh. Jarak yang jauh, berarti biaya yang tinggi, waktu tempuh lebih lama, pengurasan energi yang hebat, dan memberi kontribusi kemacetan lalu lintas. Ini semua pasti costly. Jadilah mereka mesti menyisihkan uang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang berdomisili dekat dengan lokasi kerja.
Jalan keluar bagi masalah ini, seperti pernah disampaikan di ruang ini, adalah pemerintah memberi subsidi bagi rakyat untuk memperoleh rumah murah dan letak rumah yang tidak terlampau jauh dari lokasi kerja. Subsidi itu bisa juga dari penyisihan subsidi BBM yang sudah dialokasikan pemerintah.
Harga rumah RSS sekarang lebih kurang Rp 36 juta. Jika naik belasan persen, harganya bisa menjadi empat puluhan juta rupiah. Untuk kenaikan ini memang makin memberatkan, tetapi rasanya masih bisa dijangkau rakyat kecil. Pemerintah seyogianya turun tangan membantu rakyat kecil mengatasi masalah papan ini.
Subject :
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved