Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Segudang masalah menyelimuti kota kembang

Format : Artikel

Impresum
- : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jumat, 23 September 2005
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0509/23/daerah/2071358.htm

Isi:

Di tahun 1930-an, pemandangan Bandung yang hijau dengan udara sejuk dipromosikan ke mancanegara melalui surat-surat pribadi penduduk kota. Hasilnya, tahun 1941 jumlah wisatawan nyaris menyamai jumlah penduduk kota. Sayangnya, alam yang indah itu sekarang telah hancur.

Kehancuran tampak jelas di Kawasan Lindung Bandung Utara. Berdasarkan data Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), dari luas 38.548 hektar, hampir 70 persen dari kawasan Bandung Utara telah menjadi permukiman. Akibatnya, ikon Kota Bandung yang sejuk sudah tinggal kenangan. Dulu temperatur maksimumnya 27 derajat Celsius, sekarang menjadi 34 derajat Celsius.

Menurut Mubiar, Ketua Dewan Pakar DPKLTS, oksigen di Bandung pun sudah berkurang bagi penduduknya karena kota ini kekurangan 650.000 pohon. Saat ini Kota Bandung berpenduduk 2,5 juta jiwa.

Karena kurangnya pepohonan untuk peresapan dan penyimpanan air serta pengikat tanah, tak heran jika air hujan yang turun tidak dapat meresap dan menimbulkan banjir saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Air hujan yang tidak terserap ke tanah pada tahun 1960 hanya 45 persen, tetapi sekarang menjadi 85 persen.

Dari peta konservasi tanah yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Lingkungan Perkotaan dan Regional Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, diketahui bahwa lebih kurang 25 persen dari seluruh wilayah Kota Bandung berada dalam zona kritis dan rawan penyediaan air tanah. Wilayah rawan berada di Kecamatan Ujungberung, Kiara Condong, Andir, Astanaanyar, Babakan Ciparay, Bandung Kulon, dan Bojongloa Kaler. Sementara itu, wilayah kritis berada di Kecamatan Bandung Wetan dan Kecamatan Cicendo.

Kota Bandung juga mengalami permasalahan serius mengenai kualitas air tanah. Penelitian yang dilakukan Syamsul Hadi, yang dipublikasikan dalam buletin Geologi Tata Lingkungan Juni 2004, menyebutkan, wilayah yang rawan terkontaminasi itu ada di bagian utara, selatan, dan barat laut Kota Bandung.

Dalam beberapa tahun ke depan, kualitas air tanah di Kota Bandung dipastikan akan semakin buruk. Kualitas air yang buruk itu sekarang sudah tampak jelas di sungai-sungai yang melintas di Kota Bandung.

Kepala Sub-Dinas Operasi dan Pemeliharaan Dinas Pengairan Kota Bandung Mulyono Heryanto mengakui, pemerintah terbilang terlambat dalam menata penduduk di bantaran sungai. Karena itu, kualitas dan kuantitas air menurun akibat limbah rumah tangga dan sampah industri dibuang ke sungai.

Sampah di sungai adalah masalah lama yang tak pernah dituntaskan. Berdasarkan data Dinas Pengairan, saat penjaringan sampah di depan PLN Cikapundung, pada bulan April lalu, sampah menumpuk sampai dengan 50 meter kubik dalam sehari.

Berdasarkan data Perusahaan Daerah Kebersihan, sebelum Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah longsor, timbunan sampah di Kota Bandung mencapai 6.586 meter kubik per hari. Namun, setiap hari ada sekitar 1.942 meter kubik yang tidak terangkut dari tempat pembuangan sementara.

Menurut Endang Sobirin, dari bagian Humas Dinas Perhubungan Jawa Barat, dalam setahun pertumbuhan kendaraan di Bandung mencapai 30 persen, sementara pertumbuhan jalan kurang dari 5 persen.

Kalau melintas di Jalan Kiara Condong, Buah Batu, Pasteur, Surapati, atau Setiabudi pada hari Sabtu-Minggu, kita akan melihat tingkat stres pengguna jalan yang meningkat karena macet dan polusi asap.

Begitulah Kota Bandung yang menapak usia ke-195 tahun, Minggu (25/9). (ynt/d03/d09/d15)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved