Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Menata stasiun kereta api, menyamankan penumpang

Format : Artikel

Impresum
Susi Ivvaty - : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Sabtu, 14 Mei 2005

Isi:

Kondisi stasiun kereta api di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi) yang kumuh dan tidak tertata kerap membuat para penumpang merasa tidak nyaman dan bahkan tidak aman. Stasiun Manggarai yang merupakan stasiun kelas besar saja sampai saat ini masih dicap sebagai rumah para gelandangan dan tunawisma. Sejumlah peristiwa kriminal pernah terjadi. Beberapa stasiun lain bahkan menjadi rumah kedua bagi para pedagang kaki lima.

Kenyataan itu masih belum ditambah dengan kondisi stasiun yang terbuka sehingga memudahkan penumpang gelap tanpa tiket masuk stasiun dan dengan enaknya naik kereta. Para penumpang gelap mempunyai segudang siasat untuk menghindari pemeriksaan petugas. Entah dengan cara kucing-kucingan dengan petugas dan "loncat" dari satu gerbong ke gerbong lain, berpura-pura menjadi pedagang asongan, atau turun di stasiun lain sebelum sempat diperiksa petugas untuk kemudian naik lagi di kereta berikutnya.

Jika membangun stasiun yang tertutup dan steril belum mampu, paling tidak ada iktikad baik dari PT Kereta Api Indonesia (PT KA) Daerah Opersai (Daops) I Jakarta dan masyarakat sekitar untuk membenahi kondisi lingkungan kereta. Salah satunya dengan menata para pedagang kaki lima (PKL), terutama yang berjualan makanan, dan mengubahnya menjadi semacam food court.

Penataan Stasiun Kemayoran bolehlah menjadi contoh. Sebanyak 16 lapak kaki lima yang tadinya kumuh saat ini sudah "disulap" menjadi warung permanen yang bersih. Gerobak- gerobak yang biasanya hanya dionggokkan, Kamis (12/5) lalu sudah tidak terlihat lagi, termasuk kandang ayam yang berada di samping stasiun. Kini di stasiun kelas dua itu sudah ada food court yang nyaman dan diharapkan menyerap pelanggan lebih banyak lagi.

"Kami patungan untuk membangun ini semua, termasuk mengaspal jalan di halaman stasiun yang sebelumnya rusak. Ini adalah kompensasi karena pihak stasiun sudah memberikan fasilitas lahan untuk berjualan di tempat ini," kata seorang pedagang.

Untuk sewa tempat dan listrik, pedagang cukup membayar Rp 10.000 per bulan per meter persegi kepada PT KA atau rata-rata Rp 150.000 per bulan per kios. Pelanggan warung di stasiun itu memang bukan para penumpang kereta saja, tetapi juga para karyawan kantor dan sejumlah perusahaan yang banyak terdapat di sekitar stasiun.

Tidak hanya PKL, sejumlah pelajar yang tergabung dalam Barisan Aksi Pelajar (Barapel) juga ikut membenahi stasiun, antara lain dengan membersihkan sampah dan saluran air, juga membuat taman kecil. "Anggota kami adalah anak- anak yang biasa nongkrong di sini. Dulu kami kerap tawuran di sini, tapi akhirnya kami sadar dan malah membentuk kelompok," kata Eko, pelajar SMA. Di sekitar stasiun memang berdiri beberapa sekolah, seperti SMA Taman Siswa, SMA Muhammadiyah, STM, dan SMEA.

Kepala Stasiun Kemayoran Barosad mengatakan, penataan stasiun dengan food court-nya diharapkan akan meningkatkan pendapatan nonangkutan. Sebelumnya, pendapatan dari sewa lapak hanya Rp 200.000 per bulan dan uang listrik Rp 60.000 per bulan. Bulan Mei ini pendapatan menjadi Rp 2,2 juta dengan uang listrik Rp 600.000 per bulan. "Selain itu, karena posisi loket KA yang menjorok ke dalam, kami akan jemput bola ke depan stasiun," katanya menjelaskan.

Penataan PKL juga tengah dikerjakan di Stasiun Gambir. Puluhan PKL dikumpulkan di pelataran parkir stasiun sisi barat, menghadap stasiun dan membelakangi Monas. Sama seperti di Kemayoran, pihak stasiun akan membangun food court agar konsumen bisa memilih makanan dan tempat duduk seperti yang mereka inginkan.

Jumlah kios yang tersedia sebanyak 68 buah dan terbagi menjadi tipe A (menghadap plaza) sebanyak sembilan kios, lalu tipe B sebanyak 54 kios (di samping plaza), dan tipe C sebanyak enam kios (sedikit di belakang kios A). Luas ruang makan yang disediakan sekitar 410 meter persegi dan dapat menampung sekitar 136 orang. Luas plaza sendiri mencapai 72,35 meter persegi.

Kepala PT KA Daops I Jakarta Masduki Achmad yang didampingi Kepala Humas Daops I dan Jabotabek Akhmad Sujadi mengatakan, kios akan dibangun dengan fondasi beton bertulang dan penutup atap menggunakan galvanis. Para pedagang akan mendapat fasilitas jaringan air bersih per kios, pembuangan air limbah, listrik, toilet umum, plaza, dan tempat pembuangan sampah sementara.

Anggaran untuk membuat kantin ini mencapai sekitar Rp 1,8 miliar. Adapun biaya yang dibebankan kepada pedagang untuk membuat surat izin tempat usaha Rp 30 juta per kios dan surat itu dapat dipindahtangankan. Pihak Stasiun Gambir juga akan memungut sewa Rp 15.000 per hari.

"Stasiun Gambir kan salah satu etalasenya Jakarta. Jadi sebisa mungkin jangan sampai terlihat kumuh dan apalagi tidak aman. Masih banyak yang melihat Stasiun Gambir dipenuhi banyak preman sehingga calon penumpang sudah merasa takut duluan. Kami ingin menghilangkan kesan ini pelan-pelan," kata Akhmad.

Masduki mengharapkan tiap stasiun yang dikelola Daops I Jakarta bisa menata diri sehingga menjadi stasiun mandiri. Dengan demikian, selain dapat meningkatkan pendapatan, stasiun juga secara otomatis meningkatkan pelayanan terhadap penumpang kereta.

Hal yang sama dikatakan Kepala PT KA Divisi Jabotabek Rachmadi. Stasiun kereta yang kumuh membuat calon penumpang tidak nyaman dan aman.

"Jangka pendek, kami akan menata lingkungan sejumlah stasiun. Cawang, misalnya, saat ini menjadi stasiun transit yang stategis. Banyak penumpang turun-naik dari stasiun itu, mereka kebanyakan adalah karyawan yang bekerja di Jalan Gatot Subroto, MT Haryono, dan sekitarnya. Kami akui kondisi Stasiun Cawang memang masih memprihatinkan," kata Rachmadi menerangkan.

Ke depan, Daops I Jakarta dan Divisi Jabotabek akan membuat stasiun kereta yang tertutup sehingga meminimalisasi adanya penumpang gelap, termasuk copet dan jambret. Ya kita tunggu saja.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved