Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Ganti rugi proyek BKT tetap sesuai dengan NJOP

Format : Artikel

Impresum
- : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Suara Pembaruan: Sabtu, 18 Juni 2005
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/06/18/index.html

Isi:

JAKARTA - Pemerintah Kota Jakarta Timur berjanji akan tetap membayar ganti rugi pembebasan tanah yang terkena proyek Banjir Kanal Timur (BKT) sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP). Proses pembebasan akan dipercepat menyusul tenggat waktu yang diminta Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Demikian dikemukakan Wali Kota Jakarta Timur, Koesnan A Halim, Jumat (17/6).

Dalam kesempatan itu, Koesnan juga berjanji akan memberantas calo yang selama ini dianggap menghambat upaya pembebasan lahan. "Jika terbukti ada pihak-pihak yang memprovokasi warga agar menolak harga NJOP, akan dilaporkan ke polisi," ujarnya.

Lebih lanjut Koesnan mengatakan, dalam waktu dekat ini, ada sekitar 817 warga yang setuju lahannya dibebaskan sesuai NJOP. Lokasinya berada di Pulo Gebang 240 orang, Duren Sawit 72, Pondok Kopi 240, Ujung Menteng 12, Cakung Timur 52, Pondok Bambu 140, Malaka Jaya 26, Malaka Sari 25, dan Cipinang Besar Selatan 10. Besarnya nilai ganti rugi bervariasi mulai Rp 1.032.000 hingga Rp 1.450.000/m2.

"Prioritas pembebasan adalah tanah-tanah yang tidak bermasalah dan setuju dibayar sesuai NJOP. Kami yakin, dana pembebasan tanah sebesar Rp 400 miliar lebih bisa habis tahun ini," papar Koesnan.

Sementara itu, anggota DPRD DKI Jakarta, Rois Handayana Syaugie meminta Pemkot Jakarta Timur dan Jakarta Utara untuk tidak melakukan pendekatan kekuasaan dalam membebaskan lahan yang terkena proyek BKT. Sebaiknya, Perpres 36/2005 bisa diterapkan secara adil yang menguntungkan kedua belah pihak.

Sementara itu, Ketua Suara Warga Terkena BKT Jakarta Timur (Swara Bakti), Ibrahim Tri Asworo meminta Pemkot untuk tidak memojokkan warga dengan tuduhan mempersulit upaya pembebasan. "Kami selama ini meminta adanya musyawarah agar kepentingan kami didengar," ujarnya. Sayangnya, Pemkot Jakarta Timur tidak serius mengakomodasi kepentingan warga. Klaim Koesnan bahwa sudah banyak warga yang setuju dengan NJOP versi Pemkot, harus dibuktikan.

Secara terpisah, Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 36 Tahun 2005 bukan bertujuan untuk melawan rakyat dalam hal pembebasan tanah, melainkan para spekulan yang biasanya menghambat berjalannya proyek.

"Pepres Nomor 36 itu, cukup baik isinya karena patokannya adalah harga pasar. Pepres ini juga sebenarnya bukan melawan rakyat. Yang kita lawan adalah para spekulan. Setiap ada proyek pasti spekulan masuk makanya menghambat proyek-proyek nasional, termasuk Banjir Kanal Timur," kata Sutiyoso.

Menurut dia, untuk menerapkan Pepres Nomor 36, Pemprov DKI akan melakukannya secara bertahap. Tahap pertama adalah sosialisasi kepada masyarakat khususnya yang pemukimannya dilewati proyek, supaya masyarakat tahu hak-hak mereka dan tujuan pembangunan proyek itu.

"Yang perlu diketahui, selama ini proyek-proyek besar dan strategis yang menyangkut hajat gidup orang banyak, terhenti karena masalah-masalah seperti protes warga yang ternyata dipicu spekulan. Makanya kita harus berpikir secara makro, yaitu bagaimana proyek untuk kebutuhan bersama," ujar Sutiyoso.

Meski demikian, lanjutnya, penerapan Pepres 36 tetap akan dilakukan dengan prinsip yang tidak boleh sewenang-wenang atau merugikan masyarakat. Untuk itu, sosialisasi dan negosiasi tetap akan dilakukan.

Jika negosiasi yang dilakukan dengan warga ternyata buntu, maka uang akan dititipkan ke pengadilan. (L-11/J-9)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved