Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Ketua DPR dukung revisi Perpres pengadaan tanah

Format : Artikel

Impresum
- : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Suara Pembaruan: Sabtu, 11 Juni 2005

Isi:

JAKARTA-Ketua DPR Agung Laksono mendukung langkah untuk merevisi Peraturan Presiden (Pepres) No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. Revisi yang diharapkan harus bersifat seimbang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak ketiga atau para calo tanah yang berkeliaran.

"Saya berharap apa yang dimaksudkan dengan revisi itu harus ada keseimbangan antara kepentingan rakyat dan pemerintah, sehingga jangan sampai nanti pemerintah atau penguasa bertindak sewenang-wenang atau setidaknya menggunakan atribut atas nama pembangunan dan mengabaikan hak-hak masyarakat," kata Agung Laksono kepada pers di Gedung DPR, Jumat (10/6).

Menurut Agung, untuk mendapatkan revisi Peppres UU No 36/2005 yang seimbang, DPR telah menugaskan Komisi II agar segera melakukan pembahasan. Pembahasan Komisi II nantinya diarahkan kepada asas keseimbangan tersebut karena dalam kenyataan telah muncul banyak masalah yang berkaitan dengan masalah pertanahan.

Jika masalah ini tidak diselesaikan tampaknya akan terasa yakni berupa mandeknya sebuah pembangunan.

"Tapi sepanjang hak masyarakat diakui dan maka pembangunan infrastruktur apapun akan didukung oleh masyarakat," katanya. Agung, mengambil contoh pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol yang sering mandapat masalah hanya karena tidak jelas pembayaran tanah milik rakyat.

Wapres Bantah

Hal berbeda dikatakan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla. Dia membantah Peraturan Presiden (Perpres) No 36/2005 tentang Penyediaan Lahan untuk Fasilitas Umum merugikan masyarakat. Sebaliknya Perpres itu justru menguntungkan masyarakat. Sebelum tanah dibebaskan untuk kepentingan umum harus mendapat persetujuan lebih dari 50 persen warga di situ.

Wapres menegaskan hal itu dalam jumpa pers usai shalat Jumat di kantornya, Jakarta, kemarin. Dalam jumpa pers itu dia didampingi Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil.

Wapres Jusuf Kalla menambahkan, Perpres No 36/2005 ini tidak akan menyebabkan masyarakat tergusur secara sewenang-wenang seperti pada masa dulu. Karena dengan Perppres itu, pembebasan tanah tidak dilakukan secara sewenang-ewenang. "Ini harus dengan suatu pembicaraan yang mendalam dan harus disetujui lebih dari 50 persen orang yang punya tanah baru ini boleh. Kalau seluruh rakyat tidak setuju, tidak bisa. Itu harus setidak-tidaknya harga pembebasan itu harus disetujui setidak-tidaknya 50 persen orang. Jadi adil segala. Dan itu bukan ganti rugi tetapi malah ganti untung ini. Karena itu harus memberikan hak yang baik dan tidak kayak mem-buldoser. Berunding dulu. Jadi kepentingan umum jalan," kata Wapres.

Tetapi sebaliknya, bila 90 persen warga sudah menyetujui membebaskan lahan itu untuk kepentingan umum dan ada satu dua orang yang tidak menyetujui, kepentingan umum tidak bisa terhalang oleh satu dua orang itu.

Wapres Jusuf Kalla mengatakan, penolakan satu atau dua lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap Perpres itu tidak berarti seluruh masyarakat menolak.

"Karena ini tidak seperti itu, yang sulit juga kita. Jalan sudah jadi, ndak bisa karena satu orang. Kita malah ditentukan oleh satu dua orang. Kita ingin bicara ditentukan oleh banyak orang. Kalau mayoritas sudah setuju baru pemerintah bisa mengambil ini. Ini adil. Perundingan dulu, tidak pakai pemaksaan-pemaksaan," paparnya lagi.

Ketika ditanya tentang salah satu pasal dalam Perpres itu yang mengatakan bahwa pemerintah bisa mencabut hak kepemilikan tanah, Kalla menegaskan itu tidak bisa dilakukan begitu saja. Karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi sebelum hak kepemilikan tanah itu dicabut. (L-8/A-21)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved