Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

FKB minta Presiden cabut Perpres No 36/2005

Format : Artikel

Impresum
- : , 2005

Deskripsi
Sumber:
Suara Pembaruan: Sabtu, 2 Juli 2005
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/07/02/index.html

Isi:

JAKARTA - Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR secara resmi, Jumat (1/7), mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencabut atau merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Dalam surat yang ditandatangani Ketua FKB Ali Masykur Musa dan Wakil Sekretaris FKB Syaifullah Maksum yang diperoleh Pembaruan, Sabtu (2/7), FKB meminta perhatian Presiden untuk mencabut Perpres tersebut.

FKB menilai, Perpres No 36 tidak memiliki definisi yang tegas tentang Kepentingan Umum. Pasal 5 menyebutkan; "yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar masyarakat".

"Tak dijelaskan batasan atau kriteria yang dimaksud dengan kepentingan umum. Berbeda dengan Keppres No 55 Tahun 1993, di mana defenisi kepentingan umum jelas, yakni yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan (profit)," kata Masykur.

FKB mempermaslahkan mengenai jangka waktu untuk negosiasi yang diatur Perpres hanya 90 hari, sehingga tak memungkinkan pemegang hak atas tanah untuk menentukan pilihan-pilihan lain, kecuali dipaksa menerima ganti rugi yang ditetapkan.

Tidak Netral

"Setelah waktu negosiasi terlewati maka pemerintah (presiden) bisa mencabut hak atas tanah itu. Dengan panitia pengadaan tanah yang hanya diwakili unsur pemerintah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat bahwa mereka tak akan netral dan objektif dalam bernegosiasi dalam proses pembebasan lahan." ujar Masykur.

Menurut dia, Perpres 36 membuat resah rakyat, khususnya kaum tani di pedesaan dan kaum miskin di perkotaan. Rakyat mengkhawatirkan Perpres ini menjadi alat paksa pemerintah untuk mencabut hak atas tanah rakyat yang dianggap menghambat pembangunan kepentingan umum bila negosiasi pembebasan lahan tidak mencapai kesepakatan.

Di sisi lain akan mengakibatkan stigmatisasi pada rakyat, yaitu dituduh sebagai penghambat pembangunan sehingga harus berhadapan dengan negara. FKB DPR memandang bahwa

FKB juga mengkritisi muatan materi Perpres No 36 di mana bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) juncto UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Pusat Perundang- undangan.

Sebagai penutup surat, FKB mempertanyakan apa urgensitas penerbitan Perpres tersebut, karena di satu pihak DPR sedang mempersiapkan RUU tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan dan menjadi prioritas untuk segera dibahas sebagaimana ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional 2005-2009.

"Karena itu, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas sekali lagi Fraksi Kebangkitan Bangsa memohon dengan hormat untuk mencabut Peraturan Presiden tersebut," kata Masykur.

Dibebaskan

Sementara itu, enam mahasiswa, yakni Sabar dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Mohammad Yamin dari Universitas Mulawarman Kalimantan Timur, Ario dari Universitas Nasional (Unas), Sidik (Unas), Freska Nababan (UKI), Hendara (UKI), serta enam pedagang kaki lima (PKL) yang ditahan di Polres Jakarta Pusat, terkait unjuk rasa menolak Perpres 36/2005, Jumat (1/7) sore dibebaskan karena tidak ada alasan kuat untuk memperpanjang masa penahanan.

Aktivis Forum Kota (Forkot) Adian Napitupulu mengatakan, Sabtu pagi, petugas Polres Jakarta Pusat sudah membebaskan mahasiswa dan PKL itu karena tidak ada alasan dan bukti untuk menahannya. Tadinya Polres Jakarta Pusat ingin menahan satu orang yakni seorang mahasiswa dari UKI, tapi karena didesak terus oleh pengacara akhirnya dibebaskan, kata Adian.

Kasatserse Polres Jakpus yang dihubungi tidak bersedia memberikan jawaban. "Maaf mas, saya belum bisa memberikan jawaban karena saya belum tahu keadaan mereka. Soalnya saya lagi berada di luar (di luar kota-Red)," kata Made, salah seorang staf Polres Jakpus.

Anggota Komisi III DPR dari FKB Nursyahbani Kacasungkana mengatakan, pengunjuk rasa itu tidak melakukan tindak pengrusakan atau keonaran. "Dengan alasan apa aparat menahan mereka? Tindakan aparat itu melanggar peraturan tentang penyampaian pendapat di tempat umum termasuk berunjuk rasa," katanya.

Cyprianus Aoer dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) mengatakan, penangkapan, penahanan, dan penculikan merupakan cara-cara yang sangat memprihatinkan, mengingat unjuk rasa merupakan salah satu cara berdemokrasi.

"Oleh karena itu kalau ada penahanan hanya karena unjuk rasa, berarti sudah ada gejala antidemokrasi. Kita mengecam keras tindakan itu," kata Cyrpianus. (L-8)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved