Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
Abun Sanda -
: , 2005
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jum\'at, 29 Juli 2005
Isi:
Trihatma Kusuma Haliman, pemimpin Grup Agung Podomoro, tampak berbinar tatkala melihat rampungnya pembangunan fisik (topping off) Senayan City.
Ya, ini proyek yang memberi warna lain bagi perkembangan bisnis properti di Indonesia, ujar Trihatma di Senayan, Jakarta, Rabu (27/7). Warna lain yang disebut Trihatma ialah buah perkawinan dari pusat perbelanjaan modern berlantai delapan, pusat perkantoran, hotel butik, dan apartemen mewah di kawasan Senayan.
Dalam catatan Kompas, pusat perbelanjaan Senayan City akan makin meramaikan kompetisi amat keras sentra belanja modern Ibu Kota. Di sekitar Senayan City saja kini telah tegak Plaza Senayan (yang kini menjadi salah satu plaza elite di Indonesia), STC Senayan, Ratu Plaza, dan dalam radius beberapa kilometer terdapat Blok M Plaza, Plaza Semanggi, Pasaraya, ITC Permata Hijau, kawasan pusat perbelanjaan Kemang, dan Pondok Indah Mal.
Dalam radius yang sama, tetapi di kawasan segi tiga emas, terdapat Plaza Indonesia, (bakal) Grand Hotel Indonesia. Senayan City praktis akan bersaing ketat dengan beberapa pusat perbelanjaan yang elite seperti Plaza Senayan (lengkap dengan Arcadia-nya), Plaza Indonesia (lengkap dengan EX-nya), Pondok Indah Mal (yang akan dilengkapi dengan Pondok Indah Mal II), dan Grand Indonesia, yang akan dibangun amat modern, berdampingan dengan Hotel Indonesia yang legendaris.
Akankah Senayan City mampu mematahkan dominasi Plaza Senayan sebagai pusat perbelanjaan elite Indonesia selama tujuh tahun terakhir? Ini menarik ditunggu, apalagi pusat perbelanjaan ini berhadap-hadapan.
Saya menyadari persaingan antarpusat perbelanjaan makin keras. Tetapi inilah menariknya bisnis. Para pebisnis akan makin kreatif menghasilkan inovasi tatkala kompetisi makin ketat, ujar Trihatma.
Ia menyebutkan, sejumlah tenant besar, termasuk dari beberapa negara ASEAN, sudah booking tempat. Mereka ingin ikut berkompetisi dengan tenant asal Indonesia. Masuknya mereka ke Indonesia pada gilirannya akan memberi warna tersendiri dalam iklim bisnis ritel di pusat perbelanjaan modern.
Pertanyaan yang pantas diajukan adalah apakah banyaknya pusat perbelanjaan tersebut tidak membuat Jakarta kelebihan pusat perbelanjaan? Apakah tidak ada potensi, sesama pusat perbelanjaan itu jor-joran, saling intip kekuatan dan saling libat?
Sudah jenuh
Chief Executive The Pakubuwono Residence Anisa Himawan menyatakan ia tidak sependapat kalau disebutkan pasar pusat perbelanjaan di Jakarta sudah jenuh atau terlampau banyak. Jakarta, kota dengan penduduk 12 juta jiwa, masih membutuhkan banyak pusat perbelanjaan.
Anda lihat Singapura, sebutlah di Orchard Road. Pusat perbelanjaan modern bukan saja berhadap-hadapan (dipisahkan jalan raya), tetapi bersebelah-sebelahan dalam radius satu sampai dua kilometer. Dan, meski kondisinya seperti itu, tetap saja ramai, sementara penduduk Singapura hanya empat juta jiwa. Sebagian pengunjung dan pembeli di pusat perbelanjaan Singapura adalah wisatawan, termasuk terutama dari Indonesia, kata Anisa. Jadi, menurut saya, tidak masalah. Pasar kita masih sangat terbuka, katanya.
Terlepas dari kompetisi yang amat keras dan ketat tersebut, ada hal yang menarik diamati dari rivalitas ini, yakni masuknya beberapa pemain besar properti Singapura ke Indonesia.
Mereka berupaya membeli saham yang dilepas ke publik dan menanam share dalam pembangunan sentra belanja modern tersebut.
Singapura, negeri kecil yang kelebihan modal, hendak meluapkan modalnya ke Indonesia. Mereka tidak kerap membangun pabrik dan lebih banyak membeli saham bank-bank swasta nasional Indonesia, di antaranya Bank Danamon, NISP, Bank Buana, Bank Internasional Indonesia.
Sementara itu, sejumlah badan usaha milik negara juga dibeli sebagian sahamnya oleh perusahaan di Singapura, di antaranya Indosat, Telkomsel, dan sebagainya. Cara ini memang yang paling efektif dan cerdik karena mereka masuk ke perusahaan jadi, tak perlu letih mendirikan perusahaan baru. Tidak perlu menahan sabar menunggu perusahaan baru itu menghasilkan benefit.
Kini pengusaha Singapura hendak membeli saham-saham perusahaan properti dan ritel elite Indonesia. Langkah ini niscaya akan membuat dunia bisnis Indonesia makin hangat.
Ini sungguh fenomena yang menarik. Pemerintah Indonesia maupun sektor swasta, di sisi lain, tidak bisa berbuat apa-apa karena Indonesia menganut pasar bebas.
Ini fenomena global, fenomena dunia kapitalis, yang sungguh tidak bisa dibendung. Indonesia mesti lebih siap jika situasi ini berkembang menjadi makin keras, manakala di masa depan perusahaan- perusahaan besar dari negara lain menguasai mayoritas saham perusahaan besar Indonesia.
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved