Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2005
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Sabtu, 27 Agustus 2005
Isi:
Tidak Mendesak, tetapi Bisa Efektifkan Rentang Ken
Jakarta: Di tengah upaya melaksanakan nota kesepahaman damai RI-GAM, sejumlah elite politik Aceh dari lima kabupaten mendesak pemerintah melakukan pemekaran di Nanggroe Aceh Darussalam. Provinsi baru yang diusulkan adalah Aceh Leuser Antara, yang terdiri dari Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Singkil, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara.
Desakan itu dilontarkan Komite Persiapan Pembentukan Provinsi (KP3) Aceh Leuser, yang kemarin menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Moh Ma'ruf di Jakarta. Dari Aceh, hadir Bupati Aceh Tenggara Armen Desky, Ketua DPRD Aceh Tengah Sukur Kobat, Ketua DPRD Aceh Tenggara Salim Bahri, Ketua DPRD Aceh Singkil Kalidin Monte, Ketua DPRD Bener Meriah Tagore Abubakar.
Ketua Harian KP3 Rahmat Salam menjelaskan usulan pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) sudah lama didiskusikan di era Presiden Abdurrahman Wahid, dibahas di era Megawati Soekarnoputri dan diharapkan lahir pada awal era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sangat tidak adil jika pemekaran yang diidamkan jauh sebelum MOU RI-GAM tidak diakomodasi, ujarnya tegas.
Menanggapi desakan itu, Mendagri menyatakan, pemekaran provinsi di NAD masih membutuhkan waktu panjang untuk evaluasi dan kajian. Saya kira wajar saja ada permintaan itu. Namun, saat ini kami fokus terhadap MOU dulu, ujarnya.
Menurut Maruf, pemekaran wilayah membutuhkan syarat administratif dan teknis. Pemekaran tidak tergantung luas wilayah, tetapi juga SDM aparatur. Kantor mungkin bisa dibangun dengan APBD. Tetapi, membangun SDM tidak mungkin dalam satu- dua minggu jadi, kata Maruf.
Setelah ada kepastian hukum
Namun, Panitia Ad Hoc (PAH) I Dewan Perwakilan Daerah, melalui ketua dan dua wakil ketua, Muspani, Yonathan Nubatonis, dan Sri Kadarwati, kemarin menyatakan mendukung pembentukan provinsi baru di Aceh.
Sri mengatakan, pembentukan provinsi baru di Aceh pantas didukung karena alasan geografis. Jarak kelima kabupaten dan Banda Aceh sangat jauh, sementara jarak di antara kelima kabupaten sendiri dekat. Karena soal rentang kendali inilah kelima kabupaten dirugikan, terutama soal pembangunan infrastruktur, akses informasi, pelayanan publik, dan distribusi barang. Lebih-lebih setelah tsunami. Terjadi stagnasi di kelima kabupaten yang tidak mengalami bencana, ujarnya.
Dengan provinsi baru, rentang kendali pemerintahan daerah menjadi lebih realistis. Lagi pula, sejak tahun lalu gagasan ini sudah menjadi usulan hak inisiatif DPR. Sudah dibahas di Komisi II dan tinggal mendapat persetujuan gubernur dan DPRD, kata Sri.
Kini setelah ada nota kesepahaman damai GAM-RI, situasi berubah. Kami usul pembentukan provinsi baru menunggu kepastian hukum, setelah ada perubahan Undang-Undang Nomor 18/2001 dan Undang-Undang Nomor 32/2004, ujar Yonathan lebih lanjut.
Muspani membantah dukungan itu diberikan karena adanya kekecewaan terhadap nota kesepahaman damai RI-GAM. Ini prosesnya sudah lama, ucapnya.
Perdamaian agenda utama
Namun, Wakil Ketua Komisi A DPRD Provinsi NAD Abdullah Saleh kemarin menyatakan pemekaran Provinsi NAD belum tepat dijadikan prioritas. Perdamaian Aceh lebih penting ketimbang mengakomodasi aspirasi itu. Sekarang yang lebih penting Aceh damai dulu. Lagi pula, MOU Helsinki menyebut perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Artinya, Aceh tetap dalam satu provinsi, ujarnya.
Abdullah mengakui aspirasi pembentukan Provinsi ALA sudah lama muncul. Namun, kondisi politik berubah setelah ada kesepahaman Helsinki. Kalau lima kabupaten itu merasa termarginalkan, percepatan dan pemerataan pembangunan harus menjadi perhatian serius semua pihak. DPRD Provinsi NAD sendiri belum bersikap resmi usul pemekaran provinsi itu. Sedangkan Plt Gubernur Aceh Azwar Abubakar merasa belum tepat mengomentari usul pemekaran provinsi itu.
(dik/WIN/SIE)
Subject :
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved