Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Mengundang burung, mendatangkan wisatawan

Format : Artikel

Impresum
- : , 2006

Deskripsi
Sumber:
Majalah Intisari: No. 519 / Oktober 2006. hlm 122-123

Isi:

Bayangkan bila di sekitar tempat tinggal kita, hidup berbagai burung. Kicauan burung dan pemandangan satwa udara yang beterbangan ini akan membuat suasana terasa alami. Tapi lingkungan yang membuat burung bisa hidup tenteram berdampingan dengan manusia tentu lingkungan yang asri serta aman dari gangguan, baik berupa ancaman terhadap keselamatan hidup mereka maupun pencemaran yang mengganggu sumber makanan mereka. Tempat-tempat macam itu bukannya tidak ada. Desa Ketingan di Yogyakarta dan Pulau Rambut di Jakarta adalah salah dua contohnya.

Ketingan terletak sekitar 2 km arah barat dari jalan lingkar utara Yogyakarta. Secara administratif, desa ini berada di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Meskipun masih terhitung kota, suasana asri masih kental terasa di desa seluas sekitar 44 ha itu. Ini gara-gara penduduknya kompak menjamin kelestarian habitat burung.

Pohon-pohon tinggi dan rumpun bambu yang “memagari” jalan desa ternyata menarik burung-burung untuk singgah. Kuntul dan blekok adalah tamu terbanyak dan berkembangbiak. Ini karena kepala desa dan warga sepakat melestarikan Ada berbagai papan peringatan yang melarang perburuan burung. Yang melanggar, akan kena sanksi sedesa.

Bagi masyarakat Ketingan, keberadaan burung itu memiliki manfaat yang jauh lebih besar dari sekadar menjadikannya lauk sekejap di meja makan. Pemandangan kerumunan kuntul dan blekok menjadi penyejuk hati. Di pagi hari burung kuntul mulai bergerak mencari makan di persawahan. Mereka sama sekali tak takut pada para petani yang membajak sawah. Tanah yang telah dibajak justru memudahkan para burung berburu cacing, ketam, dan siput. Jadi, ada hubungan timbal balik yang sama-sama menguntungkan.

Kini Ketingan telah menjadi desa wisata. Pemerintah desa bersama warga didukung Balai Konservasi Sumber Daya Alam membangun menara pandang untuk memudahkan wisatawan mengamati burung. Mereka juga membangun kolam makan untuk burung dan sarana wisata lain seperti rumah joglo. Masyarakat Ketingan merasa, perekonomian dan kesejahteraan mereka makin membaik setelah kedatangan para burung dan Wisatawan!

Suasana serupa bisa kita jumpai di Pulau Rambut Kepulauan Seribu, Jakarta Pulau kecil tak berpenduduk di Teluk Jakarta ini berjarak sekitar 3 km dari Pantai Tanjung Pasir, Tangerang. Banyak burung yang hanya menjadikan pulau seluas 45 ha ini sebagai tempat persinggahan untuk bertelur dan berkembang biak. Dari waktu ke waktu, jumlah dan jenis penghuninya bisa beragam. Ada elang bondol, pecuk ular, raja udang biru kecil, cekakak, cangak abu, kuntul perak kedil yang langka dan unik. Menurut catatan Flora Fauna International, tahun 2005 ditemukan 26 jenis burung air dan total 64 spesies burung yang ada di sini. Termasuk di dalamnya, bangau bluwok, jenis bangau paling terancam punah berstatus rentan.

Birding Indonesia buku rujukan khusus bagi pengamat burung terbitan Periplus Hongkong, bahkan sudah memasukkan Pulau Rambut dalam daftar lokasi pengamatan yang wajib dikunjungi para pengamat burung termasuk juru foto alam dan peneliti. Di sana tersedia menara pengamatan burung agar lebih leluasa menikmati dan mengabadikan tingkah polah burung-burung air yang melakukan kegiatan persarangan di pucuk-pucuk pohonSudah terbayang, suaka margasatwa macam Pulau Rambut pun merupakan sumber devisa. Asal kelestariannya tetap tenjaga. Tentu saja yang bisa dilakukan adalah menjaga habitatnya tidak rusak serta tidak mencemari ‘laut sekitar Pulau Rambut yang menjadi tempat burung-burung mencari ikan dan 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta.

Jadi, jangan asal tembak, Mas! Jangan pula buang sampah sembarangan, Bung!

Dr. Dharmawan Lingga Artama

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved