Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Hilangnya hotel-hotel legendaris Jakarta

Format : Artikel

Impresum
Iwan Santosa - : , 2006

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jum\'at, 19 Mei 2006
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0605/19/metro/2662470.htm

Isi:

Pembangunan Jakarta nyaris menghabiskan jejak sejarah kejayaan masa lalu. Salah satu korban adalah keberadaan hotel-hotel legendaris yang pernah berdiri di Jakarta.

Di sudut persimpangan Harmoni, misalnya, pertokoan Duta Merlin dibangun di atas bekas Hotel Des Indes. Sejarawan Adolf Heuken menyatakan, Hotel Des Indes pada zamannya adalah hotel terbaik di Asia.

"Sayang sekali Des Indes dilepas kepemilikan(nya) dari keluarga kesultanan Yogyakarta. Hotel tersebut merupakan situs hidup sejarah Jakarta masa kolonial dari bangunan, tata pelayanan hingga hidangan yang disediakan seperti rijstaffel," kata Heuken.

Rijstaffel adalah menu gado- gado, gabungan seni kuliner Nusantara dengan Belanda yang memadukan Timur dan Barat. Satu set menu biasanya menghidangkan 12 macam sajian yang muncul bergantian dibawa oleh iringan pelayan berseragam putih, memakai batik atau sarung sebagai penghias pinggang serta songkok atau belangkon sebagai penutup kepala.

Menu rijstaffel pun akhirnya menghilang seiring lenyapnya hotel-hotel tempo dulu di Jakarta. Menurut Heuken, saat ini hanya ada satu restoran tua di Jalan Raden Saleh yang menyajikan rijstaffel mirip dengan aslinya seperti di Hotel Des Indes.

Pada pertengahan 1970-an, Hotel Des Indes pun runtuh. Situs kolonial yang tersisa hanyalah patung Hermes di tempat yang sekarang menjadi perempatan Harmoni.

Gedung Harmoni pun diruntuhkan pada kurun yang sama, yakni awal 1980- an. Tidak jauh dari tempat itu juga terdapat sebuah hotel kenamaan, yakni Hotel Der Nederlanden.

Buku Sekitar Dua Ratus Tahun Sejarah Jakarta 1750-1945 mencatat, bangunan ini tertua di kawasan Rijswijk. Didirikan tahun 1794 oleh Pieter Tency dan di masa kemerdekaan berganti nama menjadi Hotel Dharma Nirmala.

Hotel Nederlanden kini beralih rupa dan fungsi menjadi Gedung Bina Graha. Gedung itu bersebelahan dengan Rijswijk Paleis, yakni Istana Merdeka.

Pada awal pergantian abad ke-20 ada sebuah hotel yang bukan tergolong mewah tetapi bernilai sejarah, yakni Hotel Medan Prijaji. Pramoedya Ananta Toer dalam buku Sang Pemula mengisahkan tokoh nasionalis, perintis pers, dan pengusaha RM Djokomono Tirto Adhi Soerjo memiliki Hotel Medan Prijaji di kawasan Kramat.

Selanjutnya, di tangan R Gunawan yang mengurus dan menguasai semasa Tirto Adhi Soerjo di pembuangan, Hotel Medan Prijaji berganti nama menjadi Hotel Samirana. Salinan sebuah iklan dalam Sarotomo tanggal 9 Desember 1915 menjelaskan keberadaan Hotel Samirana dekat Station Tram Kramat Weltevreden dengan Eigenaar (pemilik) Goenawan.

Tirto Adhi Soerjo konon menjadi inspirasi kemunculan tokoh Minke dalam tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya.

Hotel yang tersisa

Satu-satunya bangunan bekas hotel kuno yang tersisa adalah Toko Merah di Kali Besar Barat. Bangunan yang didirikan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff itu sempat dihuni tokoh besar penjelajah dunia dari Inggris.

Thomas B Ataladjar dalam buku Toko Merah menulis, penjelajah Inggris seperti James Cook penemu Benua Australia dan Kapten William Bligh nakhoda HMS Bounty juga pernah singgah di Batavia. Bligh yang mantan anak buah James Cook tersebut diketahui pernah menginap di Toko Merah yang kala itu menjadi penginapan.

Bligh menginap di Toko Merah setelah lolos dari pemberontakan wakil nakhoda Christiaan Fletcher yang mengambil alih kapal dan kemudian beranak-pinak di Pulau Pitcairn (800 kilometer sebelah timur Australia). Pemberontakan terjadi akhir Januari 1790, Bligh dan delapan belas pelaut sempat terkatung-katung di atas sebuah sekoci selama dua setengah bulan sebelum terdampar di Kupang. Kisah ini diangkat ke layar lebar dalam film Mutiny on The Bounty.

William Bligh saat menginap di Toko Merah yang kala itu disebut Heerenlogement menulis, "Di Batavia ada sebuah hotel besar. Khusus disediakan bagi orang-orang asing yang tidak diperbolehkan menginap di tempat lain. …Hotel ini sangat kotor dan kurang dirawat."

James Cook pun dengan kapalnya, Endeavour, pernah singgah di Pulau Onrust dan Batavia. Tetapi tidak dijelaskan di mana dia menginap kala itu.

Richard Mann dalam buku 400 Years and More of The British In Indonesia mencatat sejumlah penjelajah kenamaan Inggris yang singgah di Batavia. Mereka adalah John Byron (1766), Philip Carteret penemu Kepulauan Pitcairn di Pasifik, Kapten William Dampier (1700) singgah setelah menemukan Kepulauan New Britain di sebelah timur Pulau Papua.

Tentu, kala itu Batavia memiliki akomodasi memadai sehingga dipilih menjadi persinggahan para penjelajah besar. Sayang, satu per satu hotel tua bukti sejarah bersama (shared heritage) Indonesia dan dunia luar hilang dari antara kita

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved