Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Inggris di Batavia : Perang Napoleon, pemerintahan Raffles, hingga pemberontakan Bounty

Format : Artikel

Impresum
Iwan Santosa - : , 2006

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 18 Mei 2006
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/18/teropong/2659491.htm

Isi:

Sejarah Batavia bukan semata-mata monopoli Belanda melalui serikat dagang VOC. Bangsa Inggris turut mewarnai masa akhir Jayakarta dan menjelang munculnya Batavia.

Bandar Jakarta modern bermula setelah Jan Pieterzoen Coen menghancurleburkan perwakilan penguasa Banten dan pesaingnya, yakni bangsa Inggris, di Jayakarta tahun 1619.

Inggris melalui East India Company (EIC) memang bersaing ketat dengan Belanda di pantai utara Jawa, terutama di Banten dan Jayakarta. Peperangan kala itu berlangsung di sekitar alur Ciliwung di utara kawasan Kali Baru dan juga Teluk Jakarta.

Sejarawan Adolf A Heuken SJ mencatat, pada malam Natal 1618 terjadi pertempuran Teluk Jakarta, sedangkan di Kota Tua terjadi perusakan kubu Jayakarta-Inggris sejak tanggal 23-25 Desember oleh Belanda.

Pertempuran berlangsung sengit dan Thomas Dale yang memimpin kapal perang Inggris sempat memukul Belanda. Jan Pieterzoen Coen pun kabur ke Maluku untuk mengumpulkan pasukan baru yang lebih kuat. Seandainya Thomas Dale menumpas Coen, tentu Hindia Belanda akan menjadi bagian Persemakmuran Inggris.

Namun, armada Inggris akhirnya berhasil dikalahkan setelah Jan Pieterzoen Coen kembali. Di darat, pasukan gabungan Inggris-Banten juga berhasil dipukul oleh Belanda yang sudah terlebih dahulu membangun perkubuan di sekitar loji mereka.

Selanjutnya sejarah mencatat betapa Belanda mulai menancapkan kekuasaan di Jawa, berawal dari kota tua Batavia. Coen membangun Batavia dengan pola blok-blok teratur, lengkap dengan rangkaian kanal sebagai replika Amsterdam.

Perang Napoleon di Jawa

Inggris pernah menancapkan kuku sebagai penguasa Nusantara. Seiring kekalahan koalisi Perancis-Belanda di Eropa, Hindia Belanda pun diserahkan kepada Inggris pada tahun 1811. Masa itu, wilayah kota tua adalah perlintasan bagi pasukan kedua pihak yang berperang.

Koalisi Perancis-Belanda dipimpin oleh Jenderal Janssens dan Letnan Jenderal Samuel Auchmuty dengan sekitar 12.000 prajurit Inggris. Sejak tahun 1807, Gubernur Jenderal Inggris di India, Lord Minto, sudah merencanakan mengambil alih wilayah kekuasaan Perancis dari Mauritius hingga Jawa.

Pasukan Inggris berangkat dari Calcutta dan Madras di pantai timur India menuju Penang dan transit di sekitar Pulau Bangka (mereka namakan sebagai St York Island dan kota Muntok dinamakan sebagai Minto untuk menghormati Lord Minto) sebelum akhirnya mendarat di Cilincing tanggal 4 Agustus 1811.

Mayor William Thorn dari angkatan darat Kerajaan Inggris dalam Conquest of Java menulis, pihaknya mengirim empat kapal perang (battle ships), 14 fregat, tujuh sloops, dan delapan penjelalah (cruiser), serta 57 kapal transpor untuk mengangkut pasukan. Sejarah mencatat, armada Inggris untuk invasi ke Jawa adalah yang terbesar sepanjang sejarah operasi militer mereka di Timur Jauh hingga pecahnya Perang Dunia II.

Selepas Cilincing, pasukan bergerak menyusur Kali Ancol menuju kawasan Kota Tua. Sebagian besar penduduk, lanjut William Thorn, dipaksa mengungsi ke pedalaman oleh Perancis-Belanda. Kalaupun ada penduduk yang bertahan di kota, mereka tidak boleh menyimpan air dalam jumlah besar karena khawatir dimanfaatkan tentara Inggris. Satuan Inggris yang menyerang Batavia adalah unit elite, seperti Royal Marines, Bengal Pioneers, dan sejumlah resimen kenamaan.

Pasukan Inggris bergerak cepat menyusur kota tua menuju kawasan Weltevreden di sekitar Stasiun Gambir-Lapangan Banteng. Sejumlah pertempuran sporadis terjadi di kawasan ini.

Pertempuran besar terjadi di sekitar Mesteer Cornelis (sekarang Jatinegara). Masa itu, Hindia Belanda dipimpin Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, salah satu perwira kepercayaan Napoleon Bonaparte yang akhirnya harus menyerahkan kekuasaan kepada Inggris.

Jejak pertempuran Inggris-Belanda dapat disaksikan di kuburan Inggris yang terdapat di Gereja Anglikan di Tugu Tani. Di situ terdapat sejumlah makam perwira Kerajaan Inggris yang gugur dalam pertempuran. Pihak Inggris menjelang pertempuran berakhir, tanggal 26 Agustus 1811, telah menawan 6.000 pasukan Perancis-Belanda.

Singkat cerita, pertempuran pun dimenangkan Inggris dan praktis Hindia Belanda berada dalam kekuasaan mereka seiring kekalahan Perancis di Eropa. Selanjutnya, Inggris menempatkan seorang tokoh besar, yakni Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Lieutenant Gouvernor atas Hindia Belanda.

Selepas Raffles, untuk periode singkat pada tahun 1816, John Fendall menjadi wakil takhta Inggris berkuasa atas Hindia Belanda. Sejarah mencatat Raffles jatuh cinta dan merekam eksotisme Jawa serta Batavia dalam karangan yang kemudian dipublikasikan sebagai History of Java.

Kehadiran penjelajah Inggris

Penjelajah Inggris, seperti James Cook penemu Benua Australia dan Kapten William Bligh nakhoda HMS Bounty, juga pernah singgah di Batavia. Bligh, mantan anak buah James Cook, diketahui pernah menginap di Toko Merah yang kala itu menjadi penginapan.

Thomas B Ataladjar dalam Toko Merah mencatat, Bligh menginap di Toko Merah setelah lolos dari pemberontakan wakil nakhoda Christiaan Fletcher yang mengambil alih kapal dan kemudian beranak-pinak di Pulau Pitcairn (800 kilometer sebelah timur Australia). Pemberontakan terjadi akhir Januari 1790, Bligh dan delapan belas pelaut sempat terkatung-katung di atas sebuah sekoci selama dua setengah bulan sebelum terdampar di Kupang. Kisah ini diangkat ke layar lebar dalam film Mutiny on The Bounty.

William Bligh saat menginap di Toko Merah yang kala itu disebut Heerenlogement menulis, "Di Batavia ada sebuah hotel besar. Khusus disediakan bagi orang-orang asing yang tidak diperbolehkan menginap di tempat lain. Hotel ini sangat kotor dan kurang dirawat."

James Cook dengan kapalnya yang terkenal, Endeavour, pernah singgah di Pulau Onrust dan Batavia. James Cook kemudian "menemukan" benua Australia ketika mendarat di Botany Bay dekat Sidney tahun 1770. James Cook kehilangan enam pelaut karena demam di Batavia.

Richard Mann dalam buku 400 Years and More of The British In Indonesia mencatat sejumlah nama besar lain penjelajah Inggris yang singgah di Batavia. Mereka adalah John Byron (1766), Philip Carteret penemu Kepulauan Pitcairn di Pasifik, Kapten William Dampier (1700) singgah di Batavia setelah menemukan Kepulauan New Britain di sebelah timur Pulau Papua. Kepiawaian menggarap akar sejarah yang penuh warna disajikan Malaysia dalam menampilkan jejak sejarah Belanda dan Portugis serta budaya Tionghoa peranakan di Malaka. Melalui Malaka, ikatan sejarah dengan Malaysia tidak hanya dirasakan Bangsa Inggris.

Otomatis bangsa Belanda, Portugis, dan Tionghoa memiliki ikatan emosional dan akhirnya berkunjung ke Malaka!

Jejak langkah Inggris di Batavia dan Nusantara adalah salah satu bagian sejarah yang terlupakan di Jakarta. Batavia adalah salah satu bagian dari sejarah bangsa yang pernah memiliki imperium di seluruh dunia ini. Jejak Bangsa Inggris tersebut adalah salah satu potensi wisata bagi Jakarta dan Indonesia.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved