Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2007
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Selasa, 24 Juli 2007
Isi:
Sebagai kota dengan usia relatif tua, Salatiga memiliki cukup banyak bangunan cagar budaya yang unik. Hal ini dapat menjadikan Kota Salatiga yang akan memperingati hari jadinya ke-1.275 ini sebagai obyek wisata sejarah. Namun, patut disayangkan upaya untuk memaksimalkan potensi ini masih minim.
Berdasarkan catatan Badan perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Salatiga dan Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, terdapat paling tidak 192 lokasi dan bangunan bersejarah. Data ini dituangkan dalam Inventarisasi Peninggalan Benda Purbakala dan Bangunan Bersejarah Salatiga.
Dalam catatan ini, bangunan dan benda cagar budaya ini terbagi menjadi peninggalan jalan prasejarah, pengaruh Hindu, pengaruh Islam, pengaruh budaya Tionghoa, dan pengaruh budaya Barat.
Gedung Pakuwon di Jalan Brigjen Sudiarto, misalnya merupakan bangunan paling tua, yaitu didirikan sekitar tahun 1700. Bangunan ini masih berdiri kokoh dan menjadi saksi perjanjian segitiga antara Pangeran Sambernyowo, Pakubuwono II, dan Belanda. Bangunan ini kini menjadi milik perorangan dan menjadi lembaga pendidikan.
Kepala kantor Informasi dan Komunikasi Kota Salatiga Petrus Resi mengakui, perawatan bangunan bersejarah sangat minim. Prasasti di Pakuwon, misalnya sudah hilang. "Saya sudah berkali-kali mengusulkan agar dibuat kembali paling tidak replikanya agar jejak sejarahnya tidak hilang," ujar dia, Senin (23/7).
Petrus juga merasa potensi Kota Salatiga untuk mengembangkan bangunan cagar budaya sangat besar. Hanya saja, peningkatan potensi ini masih terbentur beberapa hal, termasuk inventarisasi dan pendanaan. Untuk tahun 2007, dari APBD Kota Salatiga, dianggarkan Rp 20 juta untuk wisata budaya dan pembuatan buku sejarah.
Menurut dia, belum ada anggaran khusus untuk perawatan fisik bangunan cagar budaya. Pengajuan kepada pemerintah pusat baru diajukan pada tahun 2007, tetapi belum mendapat tanggapan. Dana ini diharapkan baru akan turun pada tahun 2008 sehingga bisa membantu pelestarian bangunan bersejarah.
Tidak adanya bantuan perawatan membuat sebagian bangunan kurang terawat. Namun, ada pula gedung yang dirawat dengan swadaya, seperti Kantor Perhubungan Korem 073 Makutarama di Jalan Diponegoro. Bangunan yang didirikan sekitar tahun 1850 ini termasuk gedung unik dengan julukan Gedung Kubah Kembar.
"Perawatan hanya dapat kami lakukan seadanya dengan dana sendiri. Bangunan ini sifatnya hanya penggunaan karena sebenaranya milik perorangan," ujar kepala Kantor Perhubungan Korem 073 Kapten (CHB) Wagino.(Antony Lee)
Subject :
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved