Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
Sidik Pramono -
: , 2008
Deskripsi
Sumber:
Media Indonesia: Selasa, 9 Desember 2008
Isi:
Pemberian status cagar budaya tak bisa sepenuhnya atas usul pemerintah pusat. Daerah harus mempekerjakan penilik budaya.
Kompleks rumah abad 18 milik tuan tanah perkebunan karet di Karawaci, Tangerang, terancam dirobohkan karena tak ada status cagar budaya yang melekat di situ. Dengan otonomi daerah, status cagar budaya tak melulu berasal dari pemberian pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten atau kota harus aktif memberi usulan status cagar budaya pada pemerintah pusat.
Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Dradjat, Jumat (5/12) lalu mengatakan bahwa daerah harus memiliki penilik-penilik kebudayaan. Fungsi mereka adalah mengawasi benda cagar budaya di daerah. Saat ini hanya sebagian daerah yang memiliki penilik kebudayaan hingga tingkat kecamatan. Kewenangan pemerintah pusat hanya memberi teguran dan masukan pada pemerintah daerah.
Dengan penilik kebudayaan, pemerintah daerah diharap tak luput melihat warisan kekayaan budaya yang ada di wilayah mereka seperti yang terjadi sekarang.
Di sisi lain, tambah Hari, Depbudpar juga akan mengecek apakah kompleks rumah tua di Tangerang itu sudah masuk daftar inventaris pemerintah pusat atau belum. "Namun, seharusnya itu sudah masuk di (daftar inventaris) daerah. Ini akan saya cek juga ke daerah bersangkutan," kata Hari.
Pemerintah pusat, ia memastikan, akan menghentikan upaya perobohan kompleks rumah tua di Karawaci. Saat ini Direktorat Sejarah dan Purbakala sudah menurunkan tim verifikasi data bangunan. Verifikasi data yang dilakukan meliputi kapan bangunan itu berdiri, status kepemilikan, dan status keaslian. "Pertama kita selamatkan bangunan secara fisik dan data-datanya karena mengandung nilai sejarah," ujar Hari.
Hari menegaskan, jika ada kepentingan pemerintah daerah di balik perobohan itu, pemerintah pusat tak ragu memberi sanksi.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) memberi definisi bahwa BCB adalah benda buatan manusia yang mewakili masa gaya yang khas dan sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, atau memiliki nilai penting lain, di antaranya kelangkaan atau bahkan sebagai satu-satunya yang masih ada dalam hal gaya/langgam atau estetika.
Berdasarkan uraian itu, tidak berlebihan jika kompleks rumah perkebunan karet abad 18 itu dapat dikategorikan sebagai BCB yang patut dilestarikan.
Depbudpar juga pernah menemukan ratusan keris, badik, dan tombak di sebuah rumah di Gudang Peluru, Jakarta Selatan, Oktober lalu. "Dari pengecekan kami, 150 dari sekitar 1.000 keris itu benda cagar budaya. Lainnya, leburan logam lama dan baru. Saat ini, sudah masuk proses hukum di kepolisian," kata Hari.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP Cyprianus Aoer menilai UU No 5/1992 tentang BCB belum memiliki sanksi jelas dan tegas terhadap pemerintah daerah yang tidak melindungi benda-benda dan peninggalan bersejarah. "Ini ada wacana merevisi UU BCB agar pemda memiliki perhatian terhadap benda dan peninggalan bersejarah." (*/J-4)
Subject :
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved