Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2008
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 20 November 2008 | 14:51 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2008/11/20/14510775/revitalisasi.kota.tua.merusak
Isi:
Konsep revitalisasi Kota Tua melenceng. Setidaknya dari sudut pandang arkeologi. Yang ada sekarang adalah membangun (kembali) Kota Tua. Pemprov DKI memperlakukan lokasi yang merupakan situs ini dengan ceroboh yang terus terjadi hingga Rabu (4/10).
Tak ada "mandor" arkeologi yang mengawasi kawasan Kota Tua yang kini sedang digali. Alhasil, temuan artefak di penggalian itu banyak yang melayang dan tak terdokumentasi.
Demikian kesimpulan yang dapat diambil dari pantauan Warta Kota sepanjang Senin (2/10) hingga Selasa (3/10) serta penegasan Ingrid HE Pojoh, dosen Arkeologi Universitas Indonesia (UI) sekaligus anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), yang dihubungi kemarin malam.
Dari mulai rel bekas trem, lapisan (layer) di bawah tanah, hingga pecahan keramik, serta keramik yang terbilang utuh, yang muncul akibat penggalian, kini cuma jadi bahan perbincangan. Kalaupun masih ada (sedikit), tak terdokumentasi dengan baik. Bahkan, untuk keramik yang ditemukan di situs Pancoran, Glodok, sudah diperjualbelikan secara bebas.
"Ibu mau beli? Ada yang punya empat, masih utuh, bagus-bagus," begitu Warta Kota disambut seorang pria kala tiba di depan Hotel Pancoran Jaya, Glodok, persis di depan situs ditemukannya banyak pecahan keramik dan keramik yang masih cukup utuh. "Kalau mau yang pecahan bisa lihat di situ (sambil menunjuk ke kantong plastik hitam di sekotak kardus)," ujar pria itu lagi.
Saat Warta Kota mengaduk-aduk pecahan keramik, pria tadi bahkan menawarkan keramik utuh yang ditemukan rekannya. "Dia punya empat," ucapnya. Si empunya, sebut saja Nenrak, yang kemudian muncul, bahkan segera mengatur strategi bisnis. Bahkan terlihat tak senang kala Warta Kota menyatakan hanya ingin mengambil gambar temuan itu.
"Jauh, Bu," katanya. "Lagian kan perlu ongkos untuk bawa ke sini," lanjut pria ini lagi. Ia juga berulang kali mengatakan, temuannya sudah ada yang menawar, seseorang yang selalu disebutnya dengan Oom dan bekerja di sebuah pasar swalayan terkemuka di Jakarta. Dari pembicaraan itu terungkap pula, pecahan keramik bisa saja dilepas dengan lembaran Rp 10.000!
Sementara itu, lapisan (layer) tujuh batu bata terbentang di sepanjang jalan di ujung Jalan Pintu Besar Utara hingga (setidaknya) di depan halaman Museum Sejarah Jakarta (MSJ). Di situ masih terlihat sisa-sisa bantalan rel trem yang terpaksa dipotong untuk keperluan jalur pedestrian. Ini semua belum termasuk pengerukan untuk terowongan di depan Stasiun Jakarta Kota.
Kepala Subdis Pengawasan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman (DKP) DKI Candrian Attahiyat mengakui, keramik-keramik itu berasal dari abad ke-18 dan ke-19. "Keramik dari Dinasti Ming dan Ching. Ada juga dari Maastricht, Belanda. Itu semua hasil laporan warga dan teman-teman MSJ dan Museum Keramik. Ada juga yang akhirnya lebih baik terpendam," ujarnya. Dia menyatakan, penggalian ini bukan ekskavasi tapi penyelamatan artefak.
Ia juga mengakui, selama ini DKP hanya mengandalkan karyawan MSJ dan Museum Keramik karena terbatasnya arkeolog di instansi ini.
Sementara itu, Ingrid menegaskan, Pemprov DKI cuma bisa membangun situs, bukan merevitalisasi. "Mereka kan tau, Jakarta itu situs, apalagi Kota Tua. Ada UU Cagar Budaya tapi kok dihajar begitu saja. Harusnya tiap ada penggalian selalu melibatkan arkeolog sebagai narasumber atau konsultan," katanya.
Ingrid membantah bahwa penggalian yang kini dilakukan bukan merupakan ekskavasi. Menurut mantan Kepala Jurusan Arkeologi UI ini, "Apa pun penggalian itu ya ekskavasi. Ada yang namanya ekskavasi penyelamatan dan ini kerjanya enggak lelet seperti scientific excavation. Jadi bagaimanapun, temuan harus tetap tercatat dan terekam dengan baik. Dan ini hanya bisa dilakukan kalau ada arkeolog yang terlibat di dalam setiap penggalian."
Pra
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved