Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Kisah rumah tuan tanah yang hampir punah

Format : Artikel

Impresum
David Christian dan Corysha FP Akmalsyah - : , 2008

Deskripsi
Sumber:
Media Indonesia: Jum\'at, 5 Desember 2008

Isi:

Kompleks rumah tua milik juragan kebun karet besar di Tangerang akan dirobohkan. Statusnya tak masuk cagar budaya.

Kompleks rumah tua peninggalan akhir abad 18 atau awal abad 19 itu terletak di Karawaci. Bangunannya mencerminkan kekukuhan arsitektur Indische, ditambah keanggunan ukiran khas Tiongkok, serta fondasi pilar yang mengadopsi ornamen Jepara.

Berdiri di atas lahan seluas 1.800 meter persegi, rumah tua bekas milik juragan perkebunan karet terbesar di Tangerang itu terancam punah. Letnan Oey Djie San diperkirakan adalah pemilik ‘kompleks’ perumahan itu. Letak tepatnya di perempatan Jalan Raya Imam Bonjol dan Teuku Umar. Dulunya, Jl Teuku Umar adalah gerbang masuk menuju rumah utama itu.

Ada dua bangunan utama di ‘kompleks’ itu. Yang pertama bergaya Tionghoa lengkap dengan atap ladam kuda. Satunya lagi bergaya Indische dengan pilar tuscan dan ornamen besi lengkung.

Kemarin, gedung sayap kiri dan kanan kompleks rumah tua yang berarsitektur Tionghoa itu sudah menjadi puing. Batu bata berserakan. Dinding-dindingnya sebagian besar telah roboh. Kayu-kayunya sudah dilepas dan bertumpuk. Tegel keramik dekoratif yang dingin di kaki pun sudah banyak yang dilepas.

"Banyak wisatawan mancanegara yang datang dan ingin membeli kayu-kayu rumah ini," ujar penjaga pekarangan lokasi rumah tersebut, Yusmufidin.

Saat ini, yang tersisa adalah bangunan utama bergaya Indische dan bangunan utama bergaya Tionghoa. Hampir semua elemen penyangga dan dekoratif rumah bergaya Indische masih ada. Detail pintu, jendela, ventilasi, sampai blok batu di sekitar rumah tetap autentik. Apabila tidak segera diselamatkan, warisan sejarah Kota Tangerang itu akan punah.

Pembongkaran kompleks rumah bersejarah itu telah dimulai sejak September 2008. Pewaris rumah gedung tua itu telah menjual bangunan bersejarah tersebut kepada pihak lain yang tidak diketahui dengan pasti oleh para penghuni kompleks rumah tua.

"Sayang sekali kalau harus dirubuhkan seperti sekarang," tambah Sahrudin yang sudah 35 tahun menetap di sana. Kawasan rumah tua itu memang pernah dijaga dan dirawat sekitar 11 kepala keluarga.

Pada 1957 dan 1963, pemilik kebun karet saat itu meminta bantuan pada kepolisian dan komando distrik militer (kodim) untuk mengamankan areal kebun karetnya dari penjarahan ataupun penyerobotan tanah yang sering terjadi masa itu. Sejak itu pun, 11 anggota kepolisian dan kodim tinggal di kompleks tersebut bersama keluarga mereka.

Empat keluarga keturunan para penjaga berdiam dalam rumah tua berarsitektur Tionghoa itu. Sisanya tinggal di sekitar rumah-rumah utama. Ada tujuh rumah sederhana dengan lantai semen dan tembok yang sudah mulai keropos berjejer di sekitar rumah utama.

Yang menjual kawasan rumah tua itu ke pemilik baru, menurut surat keterangan waris penghuni rumah dan tanah, adalah Benjamin Trisna Atmadjaja, pemilik perkebunan karet Karawaci.
Informasi yang mereka peroleh menyebutkan di atas lahan gedung tua itu akan dibangun sebuah restoran cepat saji.

Wayan Lanrat, putra anggota kodim yang lain, juga menyayangkan jika gedung tua benar-benar dibongkar. Menurutnya, bangunan tersebut merupakan salah satu jejak sejarah wilayah Tangerang. Hingga kini keluarga keturunan anggota kepolisian dan kodim yang tinggal di lokasi sekitar gedung tua tidak tahu bagaimana nasib mereka setelah areal tersebut sepenuhnya dibongkar.

Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Pemda Kota Tangerang Saiful Rochman menyatakan Pemkot tidak bisa bertindak apa-apa karena status tanah tersebut adalah hak milik. "Pemda tidak punya hak atas rumah tersebut karena rumah itu statusnya adalah hak milik. Sementara itu, syarat untuk menjadikan rumah itu cagar budaya, harus ada hibah dari pemilik rumah," papar Saiful.

Ketentuan soal cagar budaya pun, lanjutnya, berada di tangan pemerintah pusat. Jika nantinya pemerintah pusat menentukan tempat itu sebagai cagar budaya, barulah Pemkot mempersiapkan biaya perawatan dari APBD. "Pemda tidak bisa berbuat banyak karena rumah itu bukan aset Pemda," katanya.(SM/J-4)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved