Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2008
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 20 November 2008 | 11:08 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2008/11/20/11085893/ratusan.bangunan.tua.di.kota.tua.rawan.ambruk
Isi:
Dua ratus delapan puluh tiga bangunan tua yang tampak kokoh di kawasan Kota Tua, lima di antaranya milik Pemprov DKI Jakarta, rawan ambruk. Hal ini ditengarai akibat penurunan permukaan tanah. Indikator dari semua bencana itu adalah retak-retak yang menyebar di hampir semua tembok bahkan lantai bangunan tua di sana. Penelitian yang kompehensif tentang kondisi bangunan tua di Kota Tua adalah hal mendesak.
Dari pantauan Warta Kota, Minggu (3/2/08), di hampir semua bangunan tua baik yang masih digunakan maupun yang tidak, terlihat retak-retak di beberapa bagian tembok, bahkan di sekujur tembok bangunan. Tak hanya itu, retak dari tembok tadi bahkan ada yang berlanjut ke lantai. Kadar keretakan dari halus hingga menganga selebar jari tangan pria dewasa.
"Yang mendesak sekarang, ya, harus ada penelitian yang mendetil dari konstruksi bangunan," ujar Arya Abieta, arsitek praktisi konservasi dan pengamat bangunan tua, kepada Warta Kota, usai melihat kondisi reruntuhan bangunan Samudra Indonesia, kemarin. Pasalnya, ada laporan saksi mata yang menyatakan, bangunan itu roboh dimulai dengan patahnya kolom batu bata. "Ini tidak mungkin, kecuali ada gempa bumi," lanjutnya.
Berdasarkan laporan tadi, ada dua kemungkinan penyebab runtuhnya bangunan, yaitu pondasi bermasalah karena ada kemungkinan penurunan muka tanah, atau ada kerapuhan. "Makanya DKI panggil saja ahli-ahlinya, seperti geologi, arsitek, sipil, kumpul, untuk teliti itu karena kasus ini bisa saja terjadi di gedung lain," tandas Arya.
Menyambung dari apa yang terjadi dengan gedung Samudra Indonesia, ambrolnya gelagar di Museum Bahari itu bisa terjadi pada gelagar lain di museum tersebut yang pada akhirnya bisa menyebabkan atap ambrol. "Nah, ini kan perlu diteliti juga, bisa karena balok kena rayap atau karena rapuh akibat berada dalam kondisi basah terus," jelasnya.
Selain gelagar ambrol, retakan yang terjadi di museum tersebut yaitu di daerah perlubangan, yaitu lubang jendela, pintu, menurut Arya, bisa diperkirakan ada masalah pada pondasi bangunan.
"Kasusnya hampir sama dengan (gedung) Samudra Indonesia, kalau pondasi bangunan bermasalah karena penurunan tanah, maka tiang enggak kuat lagi menyangga, patah akhirnya," begitu dia menguraikan.
Bangunan tua di kawasan Kota Tua sebagian besar menggunakan sistem pondasi cerucuk (dolken) untuk menstabilkan tanah yang labil. "Kawasan ini kan tanahnya enggak stabil. Jadi sebagian besar bangunan menggunakan sistem ini. Sebelum batu bata, di bagian paling bawah dipasang cerucuk dari kayu tapi kayu ini harus terus ada di dalam air. Sekarang bisa jadi muka air turun sehingga tidak semua cerucuk masuk terendam air. Ini membuat kayu lapuk," papar Arya. Dolken lapuk, bagian di atasnya turun dan ini menganggu bangunan di atasnya.
Jika demikian, artinya secara umum bisa dikatakan semua bangunan tua di Kota Tua memang mengalami penurunan. Sebab dari pantauan, titik keretakan di bangunan tua membentang dari Pasar Ikan, sepanjang Kali Besar Timur dan Barat, Kunir, Pintu Besar Utara, sampai ke Stasiun Beos.
Pra
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved