Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Mengadopsi model atap rumah Joglo

Format : Artikel

Impresum
Rita Laksmitasari - : , 2008

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jumat, 15 Agustus 2008 | 11:15 WIB
http://properti.kompas.com/read/xml/2008/08/15/11150460/mengadopsi.model.atap.rumah.joglo

Isi:

Membangun atap rumah joglo, yang kini digemari lagi, tidak boleh sembarangan. Selain nilai filosofis yang terkandung, salah meletakkan tiang bisa berakibat fatal pada konstruksinya.

Menurut Heinz Frick dalam buku Ilmu Konstruksi Bangunan jilid II, arti dan fungsi konstruksi atap adalah sebagai pelindung manusia terhadap cuaca, baik pelindung terhadap panas maupun hujan. Curah hujan di Indonesia cukup besar, sehingga air hujan yang jatuh di permukaan atap harus cepat disalurkan ke dalam tanah. Untuk itu dibutuhkan kemiringan bidang atap yang cukup besar, yaitu 30o. Dengan ini, diharapkan, air hujan dapat langsung dibuang dari permukaan atap melalui talang horisontal. Talang ini terpasang di sepanjang bibir permukaan bidang atap.

Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa bentuk atap bangunan tradisional di Indonesia memiliki kemiringan yang cukup curam. Ini bisa dibuktikan dengan berbagai bentuk atap berlapis rumbia atau sirap yang berasal dari barat sampai timur Indonesia. Bentuk atap bangunan tradisional tersebut rata-rata memiliki kemiringan sekitar 30o. Contohnya adalah atap rumah joglo di Jawa, rumah gadang di Sumatera Barat, rumah tradisional Betawi, sampai rumah beratap setengah lingkaran suku Dani di pedalaman Papua. Sekarang banyak ditemui rumah-rumah gadang beratap seng atau rumah Betawi beratap genteng. Meskipun penutup permukaan atap dari seng, yang kemiringannya lebih fleksibel, tapi tetap saja atap tradisional masih curam.

Konsep Joglo
Salah satu bentuk atap dari bangunan tradisional Indonesia adalah joglo. Bangunan beratap joglo jenisnya sangat banyak, yang dibedakan berdasarkan fungsi bangunan yang ada di bawahnya. Pada intinya, bentuk bangunan yang beratap joglo memiliki karakteristik bentuk struktur atap yang khas.

Pembangunan rumah tradisional joglo yang masih kental tradisinya, berdasarkan filosofi bangunan joglo, harus menggunakan kayu jati. Kayu jati ini juga harus sesuai dengan karakteristik tertentu yang ditentukan menurut letak dan fungsi dari tiang-tiangnya. Contohnya, kayu jati yang berasal dari pohon dengan cabang dua atau cabang tiga digunakan untuk kolom atau tiang atau soko tertentu. Menurut kepercayaan, penggunaan kayu yang sesuai dengan syarat akan dapat mendatangkan hal-hal yang positif bagi penghuni nantinya.

Apapun bentuk pohonnya, ada satu pemahaman struktur yang harus dipahami, yaitu tiang atau soko akan menyalurkan beban atap ke elemen struktur lain untuk sampai ke dalam tanah. Karena alasan inilah soko harus kokoh. Bayangkan saja, soko tersebut harus menyalurkan beban dari rangka atap seperti genting, kasau atau usuk, dan gording.

Jenis Tiang (Soko)
Masing-masing tiang memiliki nama sesuai dengan letaknya pada bangunan tersebut. Satu atau beberapa tiang yang menyokong atap yang paling tinggi disebut soko guru, tiang yang letaknya lebih luar dari soko guru adalah soko rowo, sedangkan tiang yang menyokong atap bagian paling luar disebut soko emper.

Selain itu, ada beberapa tiang yang digunakan untuk jenis bangunan beratap joglo yang lainnya, yaitu soko bentung, yang letaknya menggantung di antara bagian atap paling atas dengan atap di bawahnya. Sementara itu, soko santen adalah tiang yang tidak langsung menyokong atap, tapi menyokong gelagar panjang pada bangunan besar beratap joglo.

Konstruksi Atap Joglo
Konstruksi rangka atap joglo terdiri dari beberapa tiang yang disebut soko. Konstruksi atap joglo mutlak memiliki tiang-tiang yang dikenal dengan nama soko guru. Tanpa soko guru, maka atap rumah tidak bisa disebut sebagai atap joglo. Bila konstruksi atap joglo murni diterapkan pada rumah tinggal, maka soko yang berfungsi sebagai penyokong atap dengan kemiringan atap cukup curam tidak boleh dihilangkan.

Masing-masing jenis tiang tersebut menyokong atap yang memiliki kemiringan yang berbeda-beda. Semakin ke arah keluar, kemiringan atap akan semakin landai. Walaupun landai, tetapi kemiringan atap yang tersebut harus dapat menyalurkan air dari permukaan bidang atap dengan baik. Selain itu, harus diperhatikan juga dalam menentukan kemiringan atap, bahwa atap dengan penutup atap genteng yang terlalu landai akan mengakibatkan kebocoran.

Atap berbentuk joglo banyak menggunakan material kayu, mulai dari kayu polos sampai kayu yang penuh ornamen. Hal ini mengakibatkan beban yang harus disalurkan untuk sampai ke tanah oleh masing-masing soko cukup berat. Sebenarnya beban yang dipikul oleh soko dapat dihitung, yaitu dengan cara mengetahui luas area penutup atap yang disokong oleh masing-masing soko. Luas area tersebut kemudian dikalikan dengan beban atap per meter persegi, sehingga didapat beban atap yang harus dipikul oleh masing-masing soko atau tiang. Akibatnya, jumlah beban yang disalurkan oleh soko tersebut harus lebih kecil dibandingkan dengan tegangan tanah per sentimeter persegi. Bila beban yang disalurkan oleh soko lebih besar dari tegangan tanah, maka pondasi akan melesak.

Menerapkan Model Joglo
Sekarang ini konsep pembangunan atap joglo sulit diterapkan, karena kayu yang dibutuhkan memiliki syarat-syarat tertentu dan cara pembangunannya pun membutuhkan kesabaran yang tinggi. Sementara itu, beberapa tiang yang disyaratkan konstruksi atap joglo, tidak dapat dihilangkan karena memiliki nilai filosofi dan fungsi tertentu.

Filofosi atap joglo mengharuskan hadirnya soko sebagai kolom-kolom pembagi ruang. Pembagian ruang menjadi tidak fleksibel karena adanya tiang-tiang atau soko sebagai penyalur beban atap. Bila tetap ingin menggunakan filosofi konstruksi atap joglo, pembagian ruang-ruangnya pun harus mengikuti letak dari soko tersebut.

Kesulitan timbul apabila luasan ruang yang tercipta dari soko tersebut lebih kecil dari kebutuhan penghuni. Cara memperluas ruang misalnya dengan memundurkan dinding pembagi ruang sampai beberapa meter. Namun, apa yang terjadi? Soko akan berada di tengah-tengah ruang. Padahal, tidak nyaman jika tiang-tiang tersebut berada di tengah-tengah ruang.

Selain itu, karena keterbatasan lahan, rumah jaman sekarang biasanya memiliki dimensi lebih kecil dibandingkan rumah jaman dahulu. Menempatkan tiang atau soko di tengah ruangan yang kecil jelas tidak bijaksana.

Agar keinginan menerapkan konstruksi atap joglo masih dapat dilaksanakan, maka sah saja apabila menggunakan model atap joglo tetapi menggunakan konstruksi atap limasan. Ini salah satu alternatif agar pembagian ruang masih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan penghuni, tetapi masih dapat memakai atap model joglo.

(Rita Laksmitasari/www.tabloidrumah.com)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved