Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Istana dan Monas Terancam Amblas

Format : Artikel

Impresum
Sigit Nugroho - : , 2008

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 11 September 2008 | 06:35 WIB
http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/11/06355139/istana.dan.monas.terancam.amblas

Isi:

JAKARTA, KAMIS - Penyedotan air tanah yang berlebihan dan reklamasi di pantai Jakarta mengancam posisi Monumen Nasional (Monas), Gedung Pemprov DKI Jakarta (Balai Kota DKI), Istana Negara, dan kawasan Kota Tua (Museum Fatahillah).

Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Prof Dr Dorodjatun Kuntjoro Jakti, kondisi seperti ini akan menimbulkan ancaman serius bagi tempat-tempat penting tersebut. Ancaman yang paling membahayakan adalah keempat gedung bisa amblas lantaran tanah tidak mampu menahan berat gedung-gedung penting itu.

"Hal tersebut saya ketahui dari berbagai laporan penelitian," ujar Dorodjatun setelah memberikan ceramah pada seminar sehari tentang "Reklamasi Pantura Jakarta" di Hotel Aryadutha, Jakarta, Rabu (10/9) siang.

Ancaman amblasnya bangunan vital tersebut karena penyedotan air tanah yang berlebihan dan dilakukan pengelola gedung-gedung tinggi. Penyedotan air tanah dalam bentuk sumur bor itu mencapai kedalaman lebih dari 100 meter, artinya sama dengan penambangan golongan C.

Penyedotan air tanah itu selain mengakibatkan turunnya permukaan tanah juga menyebabkan intrusi air laut. Kondisi ini diperparah dengan rencana reklamasi yang hanya mementingkan bagian pantai utara, tanpa memikirkan kondisi tanah di bagian pusat Jakarta.

"Saya khawatir yang tenggelam bukan di kawasan reklamasi melainkan di tengah-tengah antara Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Hal itu sudah terbukti dengan reklamasi di pantura Semarang yang mengakibatkan cekungan di kota tua Semarang," kata mantan Menko Perekonomian itu.

Untuk mengantisipasi bahaya tersebut, Dorodjatun berharap agar segera dilakukan penataan drainase dan pengalihan penyedotan air tanah ke jaringan Perusahaan Air Minum (PAM).

Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Budirama Natakusumah, mengatakan, pihaknya telah berusaha mengantisipasi bahaya dari penyedotan air tanah. "Kami telah meminta kepada pemilik gedung untuk memanfaatkan air laut menjadi air bersih," katanya.

Pengelola gedung diimbau untuk mengelola sampah dengan proses pemisahan antara organik dan non-organik. Hasil pemisahan tersebut akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved