Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Mencari Ketenangan di Bali Timur

Format : Artikel

Impresum
Benny Dwi Koestanto - : , 2008

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Rabu, 19 Maret 2008 | 12:04 WIB
http://www.kompas.com/read/xml/2008/03/19/12043529/mencari.ketenangan.di.bali.timur..

Isi:

JIKA Anda ingin mencari senang di Pulau Dewata, datang saja di Bali bagian selatan. Di sana ada hingar bingar Kuta, Legian, hingga pusat Kota Denpasar. Namun, apabila ketenangan yang Anda inginkan, pergilah ke Bali bagian timur. Mulai dari tempat peristirahatan, obyek wisata bernuansa spiritual dan sejarah, hingga aktivitas wisata bahari tersaji di depan mata.

Sudah sedemikian lama, Bali bagian timur dan utara berada di bawah bayang-bayang Bali bagian selatan, maupun kawasan wisata lain di Bali, seperti Ubud dan Kintamani, di Bali bagian tengah. Terpangkasnya waktu tempuh dari Denpasar ke Karangasem, pusat kota di Bali bagian timur, dari sekitar 3 jam men jadi paling lama 1,5 jam, setelah pembangunan Jl By pass Ida Bagus Mantra selesai, belum juga mampu mendatangkan lebih banyak wisatawan ke wilayah itu.

Padahal, Bali bagian timur punya sejumlah kawasan wisata yang tidak saja elok panoramanya, tapi juga punya cerita yang tak kalah dengan kawasan wisata lain yang lebih mendunia, seperti Pantai Kuta, Pura Tanah Lot, serta Pura Uluwatu. Di sana antara lain ada Pura Besakih, yang merupakan pura terbesar di Bali, serta tiga istana air (Tirtha Gangga, Jungutan, serta Taman Ujung) yang kental dengan nuansa sejarah, berupa taman dan bangunan di atas air yang dibangun oleh Raja Karangasem, Anak Agung Anglurah Ketut, sekitar tahun 1919.

Meski harus diakui panoramanya tidak seelok Kuta dan Nusa Dua yang termasyur karena bibir pantainya yang panjang dan berpasir putih, tapi wisatawan yang menginap di kawasan Candidasa, sebuah kawasan wisata di Manggis, Karangasem , dengan 300 kamar hotel kelas bintang dan 400 kamar hotel kelas melati, akan disuguhi pemandangan lautan di S elat Lombok yang khas: laut yang teduh, tenang, dengan sejumlah gugusan pulau-pulau kecil yang terletak antara Pulau Bali dan Nusa Penida. Perairan di sekitar gugusan itu menjadi pusat kegiatan wisata bahari, tentu saja dilengkapi dengan kawasan yang suda h lebih dulu dikenal, yakni Amed dan Tulamben, dua kawasan di ujung timur Pulau Bali.

Bupati Karangasem I Wayan Geredek, kepada Kompas di kawasan wisata Candidasa, Karangasem, sehari setelah Hari Raya Nyepi 2008 lalu mengakui, selama ini Karangasem belum dikenal oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Bahkan daerah di ujung timur Bali itu seperti terlupakan dalam setiap promosi pariwisata Bali maupun nasional.

Lihat saja tanda penunjuk jalan atau area wisata, daerah di Bali bagian timur tidak pernah tercantum di sana, kata Geredek berusaha menggambarkan daerahnya.

Data Badan Pariwisata Bali tahun 2007 mencatat, tingkat hunian hotel di kawasan Candidasa baru sekitar 50 persen, jauh di bawah kawasan lain di Bali yang bisa mencapai 90 persen sepanjang tahu n. Hal itu pun secara otomatis memengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke sejumlah obyek pariwisata di Karangasem. Dikatakan Geredek, selain promosi yang masih kurang , persoalan infrastruktur juga tetap masih menjadi kendala. Tiga tahun terakhir, Pemkab Ka rangasem telah menghabiskan anggaran sekitar Rp 3 miliar untuk memperbaikinya, mulai dari memperbanyak penerangan jalan hingga pembangunan kawasan parkir dan tempat wisata di Pantai Candidasa.

Pelabuhan kapal pesiar

Salah satu momentum yang tengah ditungg u oleh Pemkab dan pelaku pariwisata di Karangasem untuk mengoptimalkan kondisi kepariwisataan setempat adalah pembangunan pelabuhan kapal pesiar bertaraf internasional yang diharapkan selesai semester pertama tahun 2009. Pelabuhan itu terletak di Labuhan Amuk, Manggis, sekitar 5 kilometer arah barat kawasan Candidasa. Kawasan itu bersebelahan dengan Pelabuhan Padangbai yang merupakan pelabuhan penyeberangan.

Menurut Geredek, pelabuhan itu kelak diharapkan dapat secara nyata mengangkat dunia pariwisata Bali bagian timur serta meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Pelabuhan itu juga sekaligus diharapkan menjadi pintu gerbang maupun penghubung pariwisata dengan daerah lain di kawasan Indonesia bagian tengah, khususnya Lombok dan Nusa Tenggara Timur.

Bali timur tidak kalah elok dengan belahan Bali lainnya. Jika Bali bagian selatan menawarkan wisata hingar bingar, Bali bagian timur punya ketenangan. Pelabuhan kapal pesiar nanti diharapkan tidak mengusik ketenangan itu, namun justru menjadi persinggahan yang pas bagi penggemar wisata bahari maupun spiritual, kata Geredek.

Pelabuhan kapal pesiar di Labuhan Amuk, sekitar 60 kilometer arah timur Denpasar, menelan dana APBN Rp 70 miliar, APBD Provinsi Bali sekitar Rp 15 miliar, dan APBD Karangasem 3,5 miliar khusus untuk penyediaan lahan inti seluas 1,5 hektar. Pelabuhan itu akan memiliki dua dermaga sepanjang 150 meter yang memungkinkan dua unit kapal pesiar berukuran besar melakukan bongkar muat dalam satu kali kesempatan.

Geredek optimistis, pelabuhan itu akan mulai dioperasikan sesuai jadwal, awal tahun 2009, dan nantinya mampu menarik minimal 200 kapal pesiar per tahun dengan penumpang rata-rata 1.000 wisatawan di setiap kapal.

Wayan Kariasa, Sekretaris PHRI Karangasem yang juga Manajer Alam Asmara Dive Resort Candidasa mengungkapkan, selama ini kapal pesiar praktis tidak memiliki tempat bersandar yang aman dan nyaman untuk bersandar. Akibatnya, seringkali Pelabuhan Padangbai dipaksakan menjadi tempat bersandar sementara.

Ironisnya, karena pertimbangan kondisi pelabuhan itu yang berupa pelabuhan penyeberangan, kapal-kapal pesiar maksimal hanya berlabuh sekitar 1-2 malam saja. Akibatnya, pendapatan perhotelan dan restoran di Candidasa, yang notabene hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari Padangbai, kur ang maksimal.

Bupati Geredek mengungkapkan, Pemkab Karangasem terus secara aktif berkomunikasi dengan sejumlah desa adat di Manggis agar bersiap menyambut keberadaan pelabuhan itu. Pemkab juga telah rajin menggelar pelatihan, khususnya di bidang perhotelan dan jasa lainnya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia menghadapi para wisatawan mancanegara. Dengan demikian, warga setempat nantinya tidak terasing dan tersingkir oleh kehadiran pelabuhan internasonal itu.

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved