Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Menyusuri Riam Sungai Katingan

Format : Artikel

Impresum
Wisnu Aji Dewabrata - : , 2008

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Senin, 24 Maret 2008 | 11:54 WIB
http://www.kompas.com/read/xml/2008/03/24/11545892/menyusuri.riam.sungai.katingan

Isi:

Berwisata naik perahu kelotok menyusuri sungai di pedalaman Kalimantan sangat menantang. Sungai yang dilalui tidak hanya mengalir lembut, tetapi memiliki riam yang menciutkan nyali. Cerita tentang perahu kelotok yang gagal melewati riam dan karam bukan isapan jempol. Untungnya, Kompas bersama delapan penumpang perahu berhasil melewati riam-riam Sungai Katingan yang mendebarkan.

Kalimantan Tengah memiliki banyak sungai yang penuh riam. Salah satu sungai yang menantang untuk ditelusuri adalah Sungai Katingan di Kabupaten Katingan. Sungai Katingan memiliki riam dengan jarak paling dekat dari Kota Palangkaraya, sekitar empat jam perjalanan dengan mobil.

Perjalanan dari Palangkaraya ke Kasongan, ibu kota Kabupaten Katingan sejauh 80 kilometer dapat ditempuh melalui jalan mulus. Dari Kasongan perjalanan dilanjutkan sampai ke Simpang Samba yang jaraknya 30 kilometer dari Kasongan.

Di persimpangan itu terdapat sejumlah rumah makan untuk mengisi perut. Ada rumah makan yang menyediakan masakan Jawa, ada juga yang menyediakan menu Banjar seperti nasi kuning dan lontong sayur.

Mulai dari Simpang Samba sampai ke Tumbang Samba di Kecamatan Katingan Tengah, kondisi jalan sepanjang 65 kilometer buruk. Sebagian besar berupa jalan tanah yang sulit dilalui saat musim hujan.

Bagi wisatawan yang berniat bertualang, kondisi off road justru memberi keasyikan tersendiri. Beruntung saat Kompas bersama rombongan lewat, awal Januari lalu, jalan cukup kering sehingga mobil 4 x 4 yang kami naiki bisa lewat dengan mudah. Perjalanan sejauh 65 kilometer menuju Tumbang Samba (tumbang artinya muara atau pertemuan dua sungai) ditempuh dalam dua jam.

Perjalanan ke Tumbang Samba akan melewati beberapa desa, dengan pemandangan didominasi hamparan lahan gambut.

Tumbang Samba adalah nama desa di Kecamatan Katingan Tengah di tepi Sungai Katingan. Lalu lintas sungai cukup ramai karena merupakan perlintasan ke beberapa kecamatan di pedalaman Kalimantan Tengah.

Perjalanan mendebarkan

Kami beristirahat sejenak di rumah warga Tumbang Samba. Lalu rombongan mulai menaiki perahu kelotok yang sudah menunggu.

Sungai Katingan yang lebarnya lebih dari 200 meter merupakan sungai besar yang memiliki sejumlah anak sungai, di antaranya Sungai Samba, Hiran, Senamang, dan Sungai Mahuk.

Tukang perahu kelotok yang kami tumpangi bernama Incek (28), warga Tumbang Samba. Meskipun usianya terbilang muda, kami percaya pada kemampuannya mengendalikan perahu kelotok melintasi riam di Sungai Katingan. Kecepatan perahu kelotok sekitar 60 km/jam dengan kapasitas 20-30 penumpang.

Tujuan pertama kami adalah Riam Mangkikit yang dapat ditempuh dalam satu jam dari Tumbang Samba. Riam Mangkikit merupakan riam pertama dan salah satu riam terbesar ke arah hilir Sungai Katingan dari Tumbang Samba.

Sekitar 30 menit pertama, kondisi Sungai Katingan masih bersahabat. Air sungai berwarna coklat mengalir lembut dan tak beriak, tanda sungainya dalam. Di tepi sungai ada satu-dua perkampungan, selebihnya hutan yang lumayan lebat. Di sepanjang perjalanan juga dapat disaksikan puluhan penambang emas tradisional.

Sayangnya, perjalanan sedikit terhambat. Mesin perahu kelotok yang kami tumpangi terbatuk-batuk, bahkan mati setiap kali Incek menambah kecepatan. Perjalanan menuju riam Mangkikit yang bisa ditempuh satu jam molor jadi 1,5 jam.

Mendekati Riam Mangkikit, perangai sungai mulai berubah. Air tampak beriak dan terdengar suara gemuruh. Batu-batu besar yang mencuat ke permukaan terlihat semakin banyak.

Setelah beberapa kali mogok, perahu kelotok kami sampai di Riam Mangkikit. Sambil menunggu mesin perahu diperbaiki, penumpang turun ke Riam Mangkikit.

Riam ini bentuknya seperti sebuah pulau batu di tengah sungai. Batu-batu besar berderet dengan panjang sekitar 200 meter. Air mengalir deras melalui celah-celah batu di permukaan ataupun di dasar sungai.

Setelah kondisi mesin kelotok siap menembus Riam Mangkikit, semua penumpang kembali menaiki perahu. Untuk mengambil ancang-ancang, Incek memutar perahu menjauh, lalu mengarahkan perahu lurus ke arah riam. Perasaan kami cemas melihat kondisi riam yang tampak ganas dan mesin yang tidak prima.

Sebelum mulai memasuki riam, Incek mencelupkan sebelah kaki ke dalam air sungai. Awalnya kami mengira itu untuk mengukur kedalaman dan kekuatan arus, namun ternyata itu merupakan ritual mohon keselamatan yang biasa dilakukan tukang perahu sebelum melewati riam.

Incek menekan gas penuh, suara mesin menderu. Perahu berjalan zig-zag melewati celah batu yang sempit. Tangan Incek membanting kemudi perahu ke kiri dan ke kanan. Bagian depan perahu terangkat ke atas karena melawan arus air di riam.

Selama beberapa menit Incek berjuang melewati riam, sementara semua penumpang duduk tegang. Ketika perahu lolos dari riam, semua penumpang pun lega. Kami lalu menuju sebuah dermaga untuk beristirahat.

Saat istirahat Incek mengatakan, lebih sulit melewati riam ketika sungai surut. Supaya dapat melewati riam, perahu harus diputar dengan tali. Bagian belakang perahu yang lebih berat harus berada di depan.

"Riam Mangkikit merupakan riam yang paling berbahaya. Banyak perahu karam di Riam Mangkikit, bahkan penumpangnya tewas. Penyebabnya mesin tiba-tiba mati atau tali kemudi putus ketika melewati riam," katanya.

Obyek wisata

Riam Mangkikit memang disiapkan Pemkab Katingan sebagai obyek wisata. Sebuah rumah peristirahatan berbentuk rumah panggung dibangun di pinggir sungai, meskipun rumah itu kini belum siap menerima tamu. Dari rumah itu wisatawan dapat menikmati keindahan riam.

Di Sungai Katingan terdapat tujuh riam yang menarik dikunjungi atau untuk arung jeram. Sekitar satu jam dari Riam Mangkikit ada Riam Pamai dan Riam Lawang Ruak yang letaknya berdekatan. Maju lagi sekitar satu jam ada Riam Kikih dan Riam Sangkai. Sekitar 30 menit dari Riam Sangkai ada Riam Taberai, dan terakhir Riam Leleng yang berjarak satu jam dari Riam Taberai.

Para tukang perahu kelotok mengatakan, tiga riam paling berbahaya di Sungai Katingan adalah Riam Mangkikit, Riam Sangkai, dan Riam Taberai. Biasanya setelah melewati tiga riam itu para tukang perahu istirahat sejenak di desa sekitar untuk mengambil napas.

Kalau punya banyak waktu, Anda bisa juga menyusuri riam yang ada di anak Sungai Katingan. Untuk menyusuri riam tersebut, tidak bisa menggunakan perahu kelotok, tapi perahu yang lebih kecil. Anak Sungai Katingan ini berujung di perbatasan dengan Provinsi Kalimatan Barat.

Perjalanan wisata menyusuri riam di Sungai Katingan memang tidak murah. Sewa perahu kelotok ke Riam Mangkikit saja Rp 1,5 juta pergi-pulang. Supaya ringan di kantong, disarankan pergi berkelompok karena kapasitas perahu kelotok juga besar.

Untuk melengkapi wisata petualangan ke Kalimantan Tengah, jangan lupa mengunjungi pusat rehabilitasi orangutan di Nyaru Menteng dan arboretumnya, atau Taman Nasional Sebangau. Masih banyak tempat di Kalimantan Tengah yang layak dikunjungi untuk wisata petualangan. (Kompas)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved