Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Buku Detail

Penjaga Memori : Gardu Di Perkotaan Jawa

Format : Buku

Call Number
UDC: 991; DDC: 959.82

ISBN/ISSN
9793472642

Impresum
Abidin Kusno - Yogyakarta [id] : Ombak, 2007

Deskripsi
xv, 154 hlm.: ilus.; 20 cm.
Penjaga Memori : Gardu Di Perkotaan Jawa
Abidin Kusno

Bibliografi hlm. 139-148 dan indeks

Ringkasan:
Gardu menjadi saksi perkembangan kota-kota di Jawa, serta ikut mengalami evolusi dan revolusi dari zaman ke zaman.
Pada masa kolonialisme Belanda di zaman Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1805-1811). Daendels memperkenalkan pembagian teritorial dan batas-batas wilayah yang jelas. Dia juga membangun Groote Postweg (Jalan Pos Besar) sepanjang Pulau Jawa dari Anyer sampai Panarukan, yang tiap sembilan kilometer dibangun pos untuk memudahkan lalu-lintas dan pengawasan. Di sinilah muncul istilah gardu (rumah jaga) yang kemungkinan berasal dari bahasa Perancis: garde.
Di zaman pendudukan Jepang, gardu menjadi tempat untuk mengawasi, mendidik dan memobilisasi rakyat (dengan sistem tonarigumi, semacam Rukun Tetangga) agar Jepang bisa menang dalam Perang Asia Timur Raya melawan Sekutu. Dan di masa revolusi pasca kemerdekaan, gardu dijadikan pos pemeriksaan yang cukup ketat oleh milisi-milisi Indonesia untuk mengidentifikasi orang republiken dan non-republiken. Di samping itu, Abidin juga menyinggung tentang pengalaman masyarakat Tionghoa berkaitan dengan gardu. Sistem keamanan dengan ronda lingkungan (pao tjia) sudah diterapkan etnis Tionghoa di pesisir Jawa sejak abad ke 10. Etnis Tionghoa yang sering mendapat pengalaman kekerasan dalam sejarah perkotaan, membuat gardu sebagai upaya mempertahankan diri.
Zaman Orde Baru pimpinan Soeharto, gardu biasa disebut pos Hansip atau Poskamling (Pos Keamanan Lingkungan) yang sebenarnya digunakan sebagai alat untuk memata-matai, mengontrol dan mendisiplinkan rakyat mulai tingkat nasional sampai ke tingkat RT (Rukun Tetangga).

Subject :

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved