Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Ayolah, "kembali ke kota"

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jumat, 5 Juni 2009 | 17:04 WIB
http://properti.kompas.com/read/xml/2009/06/05/17041219/ayolah.kembali.ke.kota

Isi:

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada hal yang patut dicatat dari menggeliatnya bisnis properti di beberapa kota besar yakni di DKI Jakarta dan sekitarnya, Surabaya dan sekitarnya, Bandung dan sekitarnya. Pertumbuhan bisnis ini tidak hanya didominasi mal, perumahan dan perkantoran, tetapi juga apartemen.

Energi pembangunan apartemen dan sejenisnya bertambah setelah pemerintah mencanangkan pembangunan rumah susun sederhana milik. Kota-kota besar pun menjadi lebih atraktif karena ditumbuhi gedung-gedung tinggi.
Tumbuhnya apartemen tinggi menghidupkan harapan untuk menciptakan hunian lebih hijau, hemat lahan, hemat energi, hemat material clan mengurangi kemacetan. Apabila pertumbuhan apartemen bisa lebih cepat, ikhtiar mewujudkan kota-kota besar Indonesia mempunyai hunian proporsional akan lebih cepat terealisasi.

Gagasan pembangunan lebih banyak apartemen dan rumah susun memang pada awalnya belum sepenuhnya diterima seluruh lapisan masyarakat. Sebagian masyarakat merasa rumah tinggal yang bersentuhan langsung dengan tanah lebih kena dengan kebiasaan yang hidup di masyarakat. Mereka ingin kalau membuka pintu ada aroma tanah, bisa bercocok tanam, lebih mudah membangun akses ke publik dan sebagainya.

Akan tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, masyarakat mulai menyadari bahwa pada akhirnya mereka harus menerima kehadiran apartemen. Mereka sadar bahwa tanah tidak pernah bertambah, sementara manusia terus bertambah. Dalam tempo 20 tahun, penduduk dunia naik dua kali lipat. Maka, pada akhirnya manusia menghancurkan hutan, melenyapkan sawah, menutup daerah resapan air, danau, sungai clan laut demi pembangunan sentra permukiman baru.

Kesemena-menaan manusia ini berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan, terancamnya planet bumi, dan berubahnya iklim akibat pemanasan global. Di Indonesia, dampak pemanasan global bukan tidak terasa. Kota Bandung dan Malang, sekadar menyebut contoh, kini lebih panas lima derajat dibanding 25 tahun silam.

Sejumlah pengembang menangkap fenomena ini dengan berkonsentrasi merancang sentra hunian yang sangat ramah lingkungan. Kalau membangun perumahan "landed house" baru, temanya selalu lingkungan, pepohonan, botanical garden, tumbuhan di atap dan sebagainya. Jika membangun apartemen, temanya pun sama, setidaknya 35 persen lahan untuk kawasan hijau, teras yang diberi ruang untuk pohon, "hutan" di atap dan pengurangan dampak rumah kaca.

Kesadaran terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan kemudian menjadi tema paling seksi. Pengembang manapun, yang pandai menjual tema ini ke publik, pasti akan merebut hati konsumen. Di luar aspek ini, ada sisi lain yang menarik diketengahkan di sini. Yakni lebih gegap gempitanya pembangunan apartemen.

Kalau pembaca berkeliling Ibu Kota, akan mendapat kenyataan betapa banyaknya pembangunan apartemen di seluruh penjuru kota. Grup Agung Podomoro, sekadar menyebut contoh, kini menjadi pengembang paling rajin membangun apartemen. Grup yang dipimpin Trihatma K Haliman ini sudah membangun 17 proyek besar apartemen, dan 45.000 unit apartemen. Satu proyek apartemen bisa terdiri atas lima sampai sepuluh menara apartemen.

"Ini masih ditambah dengan dua proyek rusunami, yang menawarkan 17.000 unit rumah susun," ujar Veri YS, eksekutif Grup Agung Podomoro. "Adapun perumahan sudah 13 proyek besar dengan 8.400 unit rumah, mixed use 13 proyek."

Pengembang lain, di antaranya Grup Spring Hill di Kemayoran, Jakarta Pusat sudah membangun tiga proyek apartemen dengan beberapa ribu unit. Grup Ciputra belasan proyek, Grup Sinar M as dan Grup Lippo juga belasan proyek.

Kesadaran membangun proyek apartemen rupanya sudah menyentuh para pengembang swasta nasional. Di kalangan eksekutif, spirit membangun apartemen juga sangat tinggi. Di pelbagai kota dibangun beberapa proyek rumah susun sederhana milik. Gagasan membangun banyak rumah susun terutama di Jakarta dan Surabaya muncul dari Wakil Presiden HM Jusuf Kalla.

Ila menyatakan, perlu ada terobosan konkret mengatasi masalah sempitnya area hunian, makin macetnya Jakarta, dan borosnya penggunaan energi. la mencanangkan pembangunan 10.000 menara rusun di seluruh kota besar di Indonesia. Jusuf Kalla mengajak para pengembang yang suka merambah sawah, menggunduli hutan dan menutupi daerah resapan air untuk "kembali ke kota."

Wakil Presiden menyatakan kita harus hemat lahan. Salah satu wujud konkretnya dengan membangun apartemen atau rumah susun. Apartemen dan rumah susun salah satu alternatif mengatasi masalah klasik perkotaan. Masyarakat dapat memilih apartemen yang dekat dengan lokasi kerjanya, atau lokasi sekolah anak-anaknya. Ringkasnya, masyarakat- dapat ke pasar, kantor, sekolah, mal, arena bermain clan sebagainya dengan berjalan kaki. Masyarakat tidak perlu menambah kemacetan lalu lintas dengan membawa banyak mobil. Ini sebabnya, gagasan besar beberapa pengembang untuk mengajak publik kembali ke kota, patut dihargai.

Keliru kalau membeli rumah di tepian kota, tetapi bekerja di Jakarta. Pagi-pagi warga tersebut sudah bangun dan mulai mengarungi lautan jalan Jakarta yang sangat macet, dengan rentang jarak 30 km sampai 80 km. Masyarakat seperti ini tanpa sadar menambah kalut situasi kota. Polusi menjadi kian parah, boros bahan bakar. Alasan paling klasik adalah rumah di tepi kota jauh lebih murah. Padahal tidak selalu demikian.

Sejumlah' perumahan di tepi Jakarta justru jauh lebih mahal dibanding di kota Jakarta. Meski awalnya memang murah, biaya hidupnya kemudian menjadi sangat mewah sebab semua menjadi lebih rumit. Transportasi mahal, kesehatan menurun (karena letih mengarungi macet puluhan kilometer), sering makan di luar dan sebagainya. Padahal dengan tinggal di apartemen yang berdekatan dengan sekolah atau tempat kerja, perjalanan bisa dilakukan dengan jalan kaki.
Makan siang pun masih bisa dilakukan di rumah. Ini yang membuat kita patut mendukung program "kembali ke kota".

AS

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved