Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

De Pijp di Batavia

Format : Artikel

Impresum
Pradaningrum Mijarto - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
kompas.com: Selasa, 2 Juni 2009 | 15:23 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/06/02/15233269/de.pijp.di.batavia

Isi:

KAWASAN De Pijp di Amsterdam merupakan distrik tempat berkumpulnya berbagai budaya. Di sini juga berderet restoran khas dari berbagai negara, warung kopi, warung minum, dan coffee shop. De Pijp, atau The Pipe, adalah kawasan tempat berkumpulnya warga multikultural. Kawasan ini tumbuh di akhir abad 19 di mana populasi di Amsterdam berkembang sangat cepat.

Nama De Pijp bisa jadi berasal dari pipa saluran air yang panjang yang terdapat di kawasan itu. Kawasan yang makin lama bertumbuh menjadi kawasan yang sangat berwarna. Tak heran turis tak bakal melewatkan kawasan ini.

Konsentrasi terbesar restoran, bar, kafe, coffee shops dan berbagai aktivitas ada di seputaran Albert Cuypstraat di mana terdapat Pasar Albert Cuyp. Di seputaran area itu juga terdapat Taman Sarphati dan Marie Heinekenplein - semacam lapangan atau alun- alun. Dinamakan seperti itu boleh jadi karena tak jauh dari situ terdapat bekas pabrik bir Heineken yang kini jadi Museum Heineken - Heineken Experience.

Di Museum ini pengunjung juga akan mendapat kisah tentang keberadaan Heineken di luar Belanda, yaitu di Jakarta. Ya, Heineken sudah lama sampai di Jakarta. Namanya menjadi Bir Bintang.

Bicara soal De Pijp, nama itu pernah disebut dalam catatan serdadu Belanda yang tiba di Batavia pada awal abad 20. Ceritanya, si serdadu plesiran ke seantero Batavia dan pada suatu sore seorang rekan anggota batalyon di Batavia mengajak sang serdadu ke de pijp.

De Pijp di Batavia, dari gambaran sang serdadu tak jauh dari Societeit Concordia – tempat bagi perwira militer Belanda yang ingin rileks. Pengalaman serdadu ini tertuang dalam buku "Batavia Awal Abad 20". Buku ini berisi laporan serdadu tadi yang ditulis ulang oleh HCC Clockener Brousson. Sang serdadu menyebut de pijp sebagai tempat berkumpulnya prajurit.

Serdadu tadi terpesona dengan keberadaan de pijp di Batavia yang jauh lebih baik kondisinya daripada di tangsi Waal, Nijmegen, Belanda. Kantin-kantin di Hinda tidak seperti di Belanda yang berada di dalam tangsi. Di Batavia, tulis prajurit itu, kantin berada di luar tangsi.

Apalagi semua yang dijual di de pijp murah, termasuk jenever, minuman beralkohol khas Belanda, Belgia, dan Perancis utara. Anak buah kapal Nederland atau De Llyod bersama para prajurit lainnya melepas penat di sini. Mereka menghabiskan waktu tak hanya dengan bertukar cerita tapi juga berdansa, bermain lempar bola kayu, membaca novel roman, dan memesan minum dengan harga murah.

Entah kenapa sang serdadu menyebut kawasan ini de pijp, mungkin karena suasana yang mirip kawasan De Pijp di Belanda. Di negeri asalnya, De Pijp di akhir abad 19 atau awal abad 20 mulai berkembang sehingga kawasan ini sangat ramai. Demikian pula kawasan de pijp di Batavia yang disebut si serdadu. Sebagai kota baru, menggantikan Batavia Lama yang kondisi lingkungannya makin buruk, kawasan Weltevreden (sekitaran Gambir, Monas) tentu saja menjadi ramai. Penginapan, bar, kafe, restoran, dan segala kebutuhan warga Eropa di Weltevreden tentu marak.

Bisa jadi juga si serdadu menyamakan kawasan di sekitar Societeit Concordia dengan De Pijp di Amsterdam karena ia melihat percampuran kultur di area ini tak ubahnya dengan di kawasan De Pijp yang juga merupakan kawasan imigran sehingga di mana-mana terlihat orang dari berbagai ras. Si serdadu juga menyebut suasana bar di de pijp sangat ramai seperti suasana kafe di Amsterdam.

Tempat kumpul dan bersenang-senang ala Eropa khususnya Belanda sudah ada sejak 1776 ketika Reiner de Klerk – tuan tanah yang kemudian menjadi gubernur jenderal – membangun societeit di Buiten Nieuwpoort Straat (Jalan Pintu Besar Selatan). Namun, karena kawasan itu semakin jorok, oleh Daendels bangunan itu dipindahkan agak lebih ke selatan. Posisinya, jika bangunan itu masih ada, ada di pojok Jalan Veteran dan Jalan Majapahit dan menjadi Societeit de Harmonie. Sayang, belum banyak data tentang keberadaan tempat-tempat hiburan di Batavia yang terungkap. Sebagai kota pelabuhan, wajar jika di area sekitaran pelabuhan tumbuh tempat hiburan, restoran, kafe, bar, dan penginapan.

WARTA KOTA

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved