Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Program Rusunami terbukti salah sasaran

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Sabtu, 20 Juni 2009 | 09:44 WIB
http://properti.kompas.com/read/xml/2009/06/20/09440246/program.rusunami.terbukti.salah.sasaran

Isi:

JAKARTA, KOMPAS.com — Program rumah susun sederhana milik (rusunami) sejak digulirkan pemerintah dua tahun lalu (sejak tahun 2007) di Pulo Gebang terbukti salah sasaran.

"Berdasarkan hasil survei Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), sebagian besar penjualan rusunami tidak menggunakan KPR bank," kata Direktur Eksekutif PSPI Panangian Simanungkalit di Jakarta, Jumat.

Panangian mengatakan, pemerintah mengklaim sampai dengan Mei 2009 sudah berhasil membangun 40.000 unit rusunami, sementara yang menggunakan fasilitas KPR hanya 2.000 unit (1.600 unit di antaranya dari BTN).

Dia mengatakan, sebagian besar konsumen menggunakan pembayaran secara tunai keras dan tunai bertahap bahkan ada yang memborong unit pada satu lantai yang membuktikan pembeli merupakan investor (untuk dijual kembali).

"Sinyalemen sebelumnya dari Indonesia Property Watch (IPW) dan PT.Procon Indah mengenai program rusunami salah sasaran sudah terbukti dari 38.000 unit yang dijual secara tunai," kata Panangian.

Panangian menambahkan, ada dugaan pembeli rusunami merupakan investor yang biasa melaksanakan transaksi properti di atas Rp 500 juta, mereka jeli melihat keuntungan (capital gain) dari lokasi yang strategis.

Padahal, pengembang yang membangun rusunami sudah mendapat kemudahan dari Pemerintah Daerah (Pemprov. DKI Jakarta) di bidang perizinan seperti IMB dan SIPPT karena dijanjikan awalnya sebagai rumah murah, paparnya.

Panangian menegaskan, seharusnya ada kebijakan tegas dari Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) sejak munculnya isu program ini akan salah sasaran karena memang sampai saat ini belum ada aturannya.

Program rusunami semula ditujukan untuk merumahkan masyarakat yang selama ini tinggal di luar Kota Jakarta, sementara mereka bekerja di pusat Kota Jakarta.

"Tujuan awalnya untuk mengurangi kepadatan di kota besar, efisiensi energi, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat berpendapatan rendah yang harus mengeluarkan biaya transportasi untuk bekerja di Jakarta," jelasnya.

Ia berpendapat, seharusnya sebelum kondisi semakin berlarut-larut, pemerintah harus mengevaluasi (review) program rusunami secara menyeluruh agar tetap berada di jalurnya.

Panangian mengatakan, sejak awal pemerintah menegaskan mengenai kuota penjualan dalam satu menara rusunami 70 persen diperuntukkan bagi masyarakat dengan penghasilan kurang dari Rp 4,5 juta.

Sebelum memulai program ini, lanjut Panangian, pemerintah seharusnya melakukan pemetaan (mapping) kepada masyarakat komuter salah satunya dengan menyebarkan survei (kuisioner) untuk mengetahui lokasi yang diinginkan.

Setidaknya untuk Jakarta dapat dibagi lima wilayah untuk dibangun rusunami pusat, selatan, barat, utara, dan timur. Berdasarkan mapping itu, lokasi rusunami baru ditawarkan kepada pengembang.

"Pemprov DKI Jakarta tentunya sudah memiliki tata ruang lokasi-lokasi yang akan dibangun rusunami, pemerintah melalui dana Badan Layanan Umum (BLU) kemudian membebaskan tanah lokasi yang diperuntukkan rusunami," ujarnya.

Seandainya dari survei itu terjaring 200.000 pembeli potensial yang akan membeli unit tipe 36 (dua kamar) berarti dibutuhkan 7,2 juta meter bangunan berdasarkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) DKI Jakarta 4 berarti dibutuhkan 1.800.000 meter persegi (180 hektar).

Apabila untuk rusunami minimal 3 hektar berarti terdapat 60 lokasi di DKI Jakarta yang harus disiapkan pemerintah untuk itu cukup dialokasikan anggaran Rp 2,7 triliun yang dapat terus digulirkan.

Pembeli yang 200.000 itu akan berhubungan dengan pemerintah serta mendapat verifikasi perbankan karena pasti menggunakan KPR, dengan demikian baik supply maupun demand tetap dalam kendali pemerintah.

"Posisi pengembang dalam hal ini hanya menyediakan 70 persen unit yang disediakan pemerintah pada lokasi itu, sementara 30 persen entah di dalamnya area komersial seperti kios menjadi hak pengembang untuk menjual," jelasnya.

Melalui pola ini, kata Panangian, pengembang juga tidak akan keberatan karena lahan sudah tersedia, sementara penghuni yang 70 persen memang tepat sasaran karena sudah mendapat verifikasi bank dan pemerintah berdasarkan hasil mapping.

Ant

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved