Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Jangan buru-buru naikkan harga subsidi Rusunami

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Selasa, 14 Juli 2009 | 22:45 WIB
http://properti.kompas.com/read/xml/2009/07/14/22451652/jangan.buru-buru.naikkan.harga.subsidi.rusunami

Isi:

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) diminta tak terburu-buru menaikkan harga subsidi rusunami sebelum melakukan evaluasi.

"Kalau yang membeli rusunami selama bukan kelompok sasaran dengan penghasilan Rp 4,5 juta kenapa harga subsidi harus dinaikkan," ungkap pengamat perumahan, Panangian Simanungkalit, di Jakarta, Selasa (14/7).

Menurutnya, dengan harga rusunami Rp 144 juta, yang menggunakan fasilitas KPR hanya 2.000 unit dari sebanyak 40.000 unit yang sudah dibangun dan dipasarkan. Apalagi kalau harga dinaikkan sampai Rp 180 juta sesuai usulan.

Panangian mengatakan, pemerintah seharusnya terlibat dalam memasarkan rusunami bersubsidi sebagai bank data masyarakat dengan penghasilan Rp 4,5 juta ke bawah menetapkan lokasi serta jumlah unit yang akan dibangun.

Dia menilai, masih ada persoalan yang belum diselesaikan pemerintah dalam kebijakan perumahan sehingga perlu dirajut kembali visi dan misi dalam rangka mempertajam kebijakan. "Kalau melihat saat ini arah kebijakan masih belum jelas, masih ada persoalan dengan pengembang perumahan serta masyarakat yang menjadi sasaran," kata Panangian.

Menurutnya, apabila harga rusunami sampai dengan Rp 144 juta dianggap tidak layak lagi, sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan pengembang, penyedia bahan bangunan, serta pemerintah daerah. "Bisa saja harga tidak layak karena masih ditemui biaya-biaya tidak perlu, masih adanya kartel bahan bangunan seperti baja dan semen, serta masih ada kebijakan perizinan yang harus diluruskan," tuturnya.

Setelah duduk bersama baru dibuatkan model pembangunan rusunami seperti apa sesuai dengan persyaratan yang diajukan masing-masing pihak yang terlibat, tuturnya. "Kalau saya melihat pasar apartemen Rp 250 juta sampai Rp 500 juta tidak tersedia sehingga mereka kemudian mengisi pasar rusunami yang sebenarnya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 4,5 juta.

Pemerintah juga tidak dapat memaksakan kebijakan dengan daerah, tetapi harus mengikuti seperti soal KLB di Jakarta 3,5 sampai 4,5 jangan dilepas sampai 6 sehingga sejumlah rusunami jadi korban disegel.

Pemerintah sebaiknya menghadap pimpinan Provinsi DKI Jakarta untuk memenuhi semua persyaratan yang diajukan baru dituangkan dalam bentuk kebijakan, jelas Panangian. "Saya rasa Jakarta merupakan tolok ukur keberhasilan pembangunan rusunami. Kalau sukses maka di daerah tidak akan menemui persoalan berarti," ujarnya.

Ant

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved