Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Stads Herberg, penginapan ternama di pelabuhan Batavia

Format : Artikel

Impresum
Pradaningrum Mijarto - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jumat, 31 Juli 2009 | 13:10 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/07/31/13100452/stads.herberg.penginapan.ternama.di.pelabuhan.batavia

Isi:

STADS Herberg pernah begitu ngetop di masa kejayaan jalur pelayaran dunia. Ketika Terusan Suez dibuka pada 1869, Stads Herberg makin menikmati masa jaya. Tempat penginapan di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa ini mencapai zaman keemasan pada periode 1849-1885.

Adalah HS van Hogezand yang berinisiatif membangun rumah singgah yang lebih luas pada 1849. Ia menyadari bahwa perpindahan Kleine Boom (kantor kecil pabean) dari kanal sebelah barat ke bagian timur pada 1 Februari 1848 akan menguntungkan keberadaan rumah singgah miliknya.

Ketika itu Van Hogezand sudah memiliki penginapan kecil yang sudah dimulai sejak 1820 dan ia menyadari bahwa siapapun yang turun dari kapal atau akan berangkat naik kapal pasti melewati depan pintu penginapannya. Maka kemudian ketika Kleine Boom dipindah, ia mengajukan izin melebarkan bangunan.

Para pendatang yang tiba di Batavia pada malam hari bisa menginap di Stads Herberg sebelum menyasar tempat tujuan di pusat kota dengan mengendarai sado atau delman, demikian pula mereka yang menunggu kapal untuk berangkat menuju tempat lain bisa menginap di tempat itu.

Scott Merrillees dalam buku Batavia in The Nineteenth Century Photograhps menuliskan, insting bisnis Hogezand terus menambah isi koceknya manakala di tahun 1850 ia menyewakan kamar kecil di sisi utara bangunannya kepada J Parker, seorang Inggris, yang berbisnis perlengkapan kapal. Parker memberi nama tokonya "Marine Stores".

Keuntungan yang sudah diberikan dari hasil penginapan itu kemudian malah membuat Hogezand memutuskan untuk menjual Stads Herberg pada 1852. Padahal saat itu merupakan awal dari masa keemasan penginapan tersebut. JE Tentee adalah pemilik Stads Herberg berikutnya.

Setelah memberi keuntungan pada Hogezand, penginapan itu kemudian memberi keuntungan lebih besar pada Tentee manakala The Groote Boom (kantor besar pabean) juga dipindah ke sisi timur pada 1852. Itu artinya lebih banyak lagi orang berseliweran persis di depan pintu penginapannya. Stads Herberg terus bersinar hingga di tahun 1885. Sinarnya mulai pudar seiring pembukaan Pelabuhan Tanjung Priok di mana orang tak lagi turun dan naik dari pelabuhan tua dia Batavia.

Di tahun 1914 kepemilikan gedung Stads Herberg sudah berpindah tangan ke Ong Tek Hin. Kali ini tak lagi digunakan sebagai penginapan tapi sebagai gudang. Dari catatan sejarah, gedung ini masih ada hingga tahun 1949 namun kemudian, seperti banyak bangunan bersejarah lain, bangunan ini ikut dihancurkan.

Dari atas Menara Syahbandar dulu kala, Stads Herberg bisa terlihat, demikian pula suasana kesibukan pasar ikan, Kleine Boom dan Groote Boom. Sebenarnya boom dalam bahasa Belanda bermakna pohon, jadi kleine boom dan groote boom berarti pohon kecil dan pohon besar. Perihal asal muasal nama tersebut berawal dari sekitar abad 18 yaitu di mana Belanda memasang balok kayu di depan Sungai Ciliwung untuk membatasi masuk keluarnya warga ke dalam kawasan pelabuhan.

Lokasi pemasangan balok kayu itu kemudian dikenal sebagai groote boom, kebetulan di depan kantor pabean. Seluruh perahu yang masuk dan keluar harus melalui pos pemeriksaan ini.

Sedangkan lokasi di luar balok kayu kemudian dikenal sebagai luar batang dan menjadi nama kampung yaitu Luar Batang. Nama Batang diambil dari (batang) kayu yang menjadi pembatas antara pintu masuk dan keluar kawasan pelabuhan.

Jika di masa kini kita melihat kawasan tersebut dari atas Menara Syahbandar, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah kawasan kumuh dengan sungai yang kotor. Beberapa bangunan tua yang tersisa kondisinya sudah reyot menanti ajal. Pokoknya, semua lenyap tak berbekas. Gedung yang masih bertahan tak lain gedung yang kini jadi Museum Bahari dan Menara Syahbandar itu sendiri. Pasar ikan, yang dibangun di tahun 1846, pun tersisa nama saja.

WARTA KOTA

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved