Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Lunturnya tradisi motong kebo andilan

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
beritajakarta.com: Kamis, 27 Agustus 2009 08:44
http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=34976

Isi:

Masyarakat Betawi menghargai betul makna Lebaran setiap tahun. Mereka menjadikan momen hari raya Idul Fitri sebagai saat paling istimewa dalam kehidupannya. Maka tak heran bila masyarakat Betawi telah jauh hari mempersiapkan penyambutan hari nan fitri ini dengan beberapa kegiatan. Sayangnya, kini beberapa tradisi mulai luntur seperti motong kebo andilan yang mulai sulit ditemui.

Keistimewaan Lebaran memang menjadi kebanggaan masyarakat Betawi. Biasanya lima hari menjelang Lebaran, banyak kegiatan yang digelar untuk memperingatinya seperti, tradisi membuat makanan, menggelar acara atau pertunjukan, hingga cara unik lainnya. Termasuk tradisi pemotongan kerbau dua hari sebelum Lebaran.

Pemotongan kerbau ini sering disebut masyarakat Betawi sebagai tradisi motong kebo andilan. Tradisi lama ini dilakukan masyarakat Betawi secara turun temurun. Sayang, saat ini tradisi yang dilaksanakan sebagai penghormatan menyambut Lebaran itu sudah mulai luntur dan hilang seiring makin terpinggirkannya masyarakat Betawi di tanah kelahiran mereka.

H Sani, salah satu warga Betawi Condet mengatakan, tradisi motong kebo andilan ini telah diwariskan oleh nenek moyangnya selama ratusan tahun. Tradisi motong kebo andilan ini telah dilakukan secara turun temurun. Kerbau andilan biasanya dibeli sebulan menjelang puasa dengan uang andilan (patungan-red) dari warga sekitar kampung.

Setelah dibeli, kerbau ini dipelihara oleh tukang piara agar sehat dan gemuk. Tukang piara dan tukang potong memperoleh bagian yang ditentukan misalnya mendapatkan kulit dan kepala kerbau. "Uang andilan didapat dari iuran bulanan atau mingguan yang dilakukan saat pengajian atau pertemuan," terangnya kepada beritajakarta.com, Kamis (27/8).

Setelah terkumpul, kemudian uang tersebut dibelikan seekor kerbau yang akan disembelih sebelum Lebaran tiba. Kerbau yang sudah gemuk kemudian disembelih dan dimasak untuk keperluan perayaan hari raya Lebaran, antara lain semur dan pindang kerbau.

Cara memasaknya pun berbeda dengan cara warga saat ini. Tua muda turut membantu mulai proses pemotongan hingga memasak. "Untuk bapak-bapak tugasnya membersihkan daging, sedangkan ibu-ibu memasak daging kerbau. Sementara yang muda menyiapkan kayu bakar," jelas H Sani.

Ada dua makna yang dapat disampaikan melalui tradisi motong kebo andilan, yang pertama bersyukur kepada Allah, kedua menumbuhkan rasa gotong-royong dan rasa kebersamaan antara manusia. Menurutnya, dilihat dari pemotongan hingga menjadi menu masakan, setiap manusia memiliki peran dan saling membutuhkan.

H Sani mengaku saat ini tradisi motong kebo andilan mulai berangsur-angsur hilang. Penyebabnya mulai luntur nilai tradisi warisan nenek moyang pada masyarakat Betawi saat ini. Hanya saja dirinya tak mengklaim jika tradisi ini benar-benar hilang dari peradaban masyarakat Betawi, karena masih ada daerah pinggiran Jakarta yang masih melakukannya.

"Biasanya masyarakat Betawi pinggiran masih memegang teguh tradisi ini, seperti di daerah Tangerang, Bekasi, Depok dan beberapa daerah lain yang mayoritas penduduknya orang Betawi. Meski saat ini hewan kerbau mulai sulit ditemui di Jakarta, mereka mengganti kerbau dengan seekor sapi. Yang penting makna dan tujuannya sama," pungkas H Sani.

Reporter: didit

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved