Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2009
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 19 Februari 2009 | 11:54 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/02/19/11544672/bersampan.di.pelabuhan.sunda.kelapa..
Isi:
Pelabuhan Sunda Kelapa 1527, begitu bunyi di pintu masuk pelabuhan tertua Jakarta. Di usia yang lebih dari delapan abad pelabuhan yang juga cikal bakal Jakarta ini berusaha bertahan. Untuk tiba di sini, pengunjung bisa menggunakan berbagai moda transportasi tapi jika punya waktu sangat luang, berjalan kaki di pagi atau sore hari dari arah Kota Tua ke pelabuhan akan jadi pengalaman menarik. Pasalnya di sepanjang jalan itu banyak cerita bahkan peninggalan yang masih sedikit bersisa. Sayangnya, memang, berjalan kaki di kawasan ini sungguh sangat tak nyaman. Kecuali hari libur atau Minggu.
Sejarah mengatakan, pelabuhan ini dimulai digunakan Kerajaan Tarumanagara pada sekitar abad 12 meski pelabuhan ini diperkirakan sudah ada di seputaran abad 5. Sunda Kelapa tak pernah sepi, pelabuhan ini merupakan pelabuhan penting hingga masa penjelajah Eropa tiba dan Belanda menguasainya lebih dari 300 tahun.
Kini pelabuhan uzur itu dipenuhi kapal-kapal kayu yang mengangkut kayu, semen, besi -pengiriman bahan bangunan dari dan ke Kalimantan. "Di sini kebanyakan kapal-kapal dari Kalimantan atau dari Kalimantan," ujar seorang pengangkut barang di sana.
Jika tak puas memandang deretan kapal dari sisi daratan, di sana ada penyewa sampan yang akan mengantar pengunjung menelusuri sepanjang pelabuhan hingga bibir Teluk Jakarta. Pemandangan kontras pun bisa langsung menusuk mata di mana rumah kumuh bersanding dengan bangunan bertingkat. Di sisi kiri Pasar Ikan terlihat membelakangi, saat sampan sudah menuju Teluk Jakarta di sisi kiri tembok memanjang sebagai pembatas Kampung Luar Batang dan Kampung Marlina.
Sampan mengalir pelan. Nahkoda sampan, Uding, asal Sulawesi Selatan mengatur kecepatan sampan yang mengalir di air hitam keruh, berminyak, dan penuh sampah itu. "Dulu saya cuma antar orang yang mau nyebrang lantas banyak turis yang bisa saya antar ke ujung pelabuhan," ujar Uding yang sudah 20 tahun mengayuh sampan. Hingga kini pun warga dari kampung-kampung di sisi kiri Sunda Kelapa masih sering mondar mandir dengan sampan.
Kesibukan warga kampung nelayan di muara Ciliwung, dari atas sampan, cukup menarik khususnya saat matahari sudah akan tergelincir ke Barat. Semua itu berpadu dengan kesibukan awak kapal. Angin sore di muara Ciliwung mulai terasa sedikit kencang, sampan ikut bergoyang. Saatnya kembali ke ujung pelabuhan. Sebelum akhirnya meninggalkan tempat ini, rasakan dulu udara sore dari atas salah satu kapal.
Bayangkan pelabuhan ini beberapa abad ke belakang, ketika pendatang dari Eropa baru merapatkan kapal. Mereka singgah di tempat peristirahatan yang sudah tak bersisa bekasnya sebelum menyinggahi pusat kota. Bayangkan pula bagaimana Pangeran Jayakarta berhasil mengusir Portugis di titik ini, titik awal Jakarta.
Pra
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved