Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Teater bintang pernah menjadi yang terbesar di dunia

Format : Artikel

Impresum
Pradaningrum Mijarto - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Rabu, 27 Mei 2009 | 11:13 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/05/27/11132759/teater.bintang.pernah.menjadi.yang.terbesar.di.dunia

Isi:

KOMPAS.com — Bagi sebagian orang, menengok langit di malam hari merupakan kenikmatan tersendiri, apalagi di kala langit cerah bertabur bintang-gemintang sehingga terlihat jelas berbagai konstelasi bintang yang menjadi lukisan langit malam. Untuk lebih memperkenalkan wajah langit, Jakarta punya planetarium di kawasan Cikini. Dalam ruang berbentuk kubah, pengunjung akan dibawa ke pemandangan langit Jakarta di malam hari lengkap dengan konstelasi bintang dan planet yang ada di tata surya.

Sebuah pengenalan secara sederhana, dengan simulasi, terhadap tata surya pada seluruh warga dari berbagai usia. Bahkan, kini bagi mereka yang tak hanya ingin melihat benda langit dalam kubah simulasi, bisa ikut meneropong secara gratis. Tentu kegiatan yang satu ini dimulai malam hari. Sayangnya, meski sudah puluhan tahun ada, masih banyak warga yang belum pernah datang atau bahkan tidak tahu keberadaan planetarium ini. Sebuah wisata pendidikan yang tak membosankan.

Untuk melihat minat warga, pada Selasa (26/5) sore Warta Kota ikut antre untuk masuk ke Planetarium Jakarta yang ternyata tak sepi-sepi amat. Warga Jakarta khususnya pelajar sudah antre di kursi depan loket sejak sebelum pukul 15.30, saat ketika loket dibuka; meskipun pada kenyataannya, loket baru dibuka sekitar 10 menit menjelang pukul 16.00.

Meski kurang publikasi, terbukti peminat jagat raya ternyata tak sedikit. Seperti museum, tempat ini buka Selasa-Minggu. Selasa-Jumat hanya ada satu kali pertunjukan yang dimulai pukul 16.30, sedangkan Sabtu, Minggu, dan hari libur buka pukul 10.00, 11.30, 13.00, dan 14.30. Jika hari libur nasional itu jatuh pada hari Jumat, maka jam buka teater bintang ini pukul 10.00, 13.30. 15.00 dan 16.30. Untuk peserta rombongan tentu ada jam khusus, Selasa-Kamis pukul 09.30, 11.00, dan 13.30, sedangkan Jumat pukul 09.30 dan 13.30.

Harga tiket masuk ke teater berbentuk kubah ini Rp 7.000 untuk dewasa dan Rp 3.500 untuk anak-anak. Simulasi dengan narator yang menjelaskan tentang tata surya ini hanya berlangsung sekitar 30 menit. Sayang, situs web Planetarium tak bisa diakses.

Barangkali, banyak juga pembaca yang tak mengetahui bahwa tempat ini punya cerita menarik karena sempat menjadi planetarium terbesar sedunia. Planetarium ini juga dibangun ketika dunia sedang tergila-gila pada ruang angkasa serta berlomba untuk menginjakkan kaki di Bulan.

Ir R Soetami, dalam Madjalah Djaja terbitan 19 September 1964, menulis tentang peletakan batu pertama pembangunan Planetarium di Cikini. Planetarium ini disebut-sebut merupakan hadiah buat warga Jakarta dari Presiden Soekarno.

Sebuah dome (kubah) dibangun dengan garis tengah 23 meter. Pada sebelah dalam dome inilah langit buatan diproyeksikan bintang dan tata surya kita sehingga pengunjung akan merasa seperti melihat benda langit yang sesungguhnya. Ada 100 proyektor di dalam ruang berkapasitas 600 orang itu. Menurut Soetami, sejak 1925, planetarium diciptakan oleh Jerman dan kala itu sudah ada 35 planetarium di kota-kota dunia.

Konstruksi Planetarium di Cikini, seperti ditulis Soetami, disebut sebagai yang terbesar di dunia. Di planetarium ini terdapat pula ruang observatorium. Seluruh peralatan optikal dibikin oleh VEB Carl Zeiss dari Jerman. Planetarium ini selesai dibangun tahun 1968 dan Gubernur DKI Ali Sadikin meresmikan gedung bernama lengkap Planetarium dan Observatorium Jakarta ini, sekaligus meresmikan Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki. Tempat ini resmi dibuka untuk umum pada 1 Maret 1969.

Sejak abad ke-17 telah dikenal alat peraga bernama planetarium, stellarium, tettrium, dan lunarium. Alat-alat itu digunakan untuk menirukan gerak benda langit, seperti bintang, planet, Bulan, dan Matahari. Semula menggunakan peraga mekanik kemudian berkembang pada sistem proyeksi cahaya atau gambar. Pertunjukan di Planetarium Jakarta sejak 1969 menggunakan proyektor Universal buatan Carl Zeiss, Jerman. Alat itu mampu memproyeksikan gambar Matahari, komet, Bulan, dan benda langit lain.

Kini proyektor dan ruangan sudah berubah. Proyektor yang kini digunakan lebih mutakhir, yaitu proyektor Universarium Model VIII, diameter kubah menjadi 22 meter, lantai dibikin bertingkat, dan kapasitas menjadi 320 kursi menghadap ke selatan. Tempat rekreasi pendidikan ini kini berada di bawah Dinas Pendidikan DKI.

Sebagai pengingat, siapa tahu ada yang penasaran untuk bisa mengintip benda langit—bahkan juga memotretnya—dengan teropong sungguhan, malam ini hingga Jumat (29 Mei) mulai pukul 18.30, Planetarium dan Observatorium Jakarta membuka diri buat warga secara gratis. Obyek langit yang akan diteropong adalah Bulan dan Saturnus.

WARTA KOTA

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved