Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Arsitektur khas Tionghoa Peranakan terancam terpinggirkan

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Kamis, 29 Januari 2009 | 23:28 WIB

Isi:

JAKARTA, KAMIS--Di tengah-tengah revitalisasi, rekonstruksi maupun purifikasi identitas ketionghoaan sejak 1998, yang ditandai dengan maraknya perayaan maupun komersialisasi Imlek, Cap Go Meh maupun penguatan asosiasi identitas dengan China daratan, arsitektur khas Tionghoa peranakan malah terancam terpinggirkan akibat kerusakan, penggusuran, dan pengalihan fungsi lahan untuk proyek-proyek komersial.

Demikian benang merah yang mengemuka pada talk show yang digelar Forum Kajian Antropologi Indonesia dan Lim & Ong Heritage Consulting, bertajuk Usaha Pelestarian Bangunan dan Kuburan Tua China di Atrium East Mall, Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (29/1). Tampil sebagai narasumber peneliti arsitektur warisan China Djauhari Sumintardja , dosen Sejarah FIB Universitas Indonesia Mona Lohanda, dan dosen program studi arsitektur Universitas Tarumanagara WP Zhong.

Djauhari mengatakan, satu-satunya budaya di dunia yang selama 5000 tahun tak pernah terputus dibandingkan dengan budaya-budaya purba yang unggul lainnya di bumi ini adalah budaya Tionghoa. Karena itu, keberadaan arsitektur Tionghoa sangat penting, sebagai pintu masuk untuk memahami sejarah dinamika akulturasi budaya Tionghoa maupun dinamika perubahan sosial masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia.

Sekarang tak banyak lagi bangunan-bangunan berarsitektur Tionghoa yang tersisa di Jakarta. Sudah banyak rusak, digusur, dan bera lih fungsi. Perlindungan lingkungan hidup terhadap bangunan cagar budaya peninggalan budaya Tionghoa, masih belum jadi perhatian Pemda DKI Jakarta, katanya.

Dia melukiskan, bagaimana bentuk atap di bangunan Pasar Glodok dulunya, sama persis dengan bangunan-bangunan kuno di Tibet. Sekarang tak banyak lagi sisa-sisa bangunan tua di Glodok. Namun demikian, beberapa sudut di Pecinan Glodok masih mungkin diselamatkan.

Sedangkan Mona Lohanda yang berbicara tentang Aspek-aspek Kesejarahan Bangunan-bangunan Tua Cina di Indonesia mengatakan, sumbangan kebudayaan Cina bagi Indonesia, khususnya kota Jakarta yang dulunya bernama Batavia, begitu banyak.

Tradisi turut membangun kota Batavia-Jakarta masih dilanjutkan sampai sekarang dengan keterlibatan warga Tionghoa dalam pengembangan perumahan, gedung/kantor pemerintahan dan swasta, pusat perbelanjaan, dan infrastruktur lainnya, merupakan bagian dari perjalanan sejarah warga Tionghoa memberikan sumbangan membangun negeri, paparnya.

WP Zhong yang berbicara soal Pelestarian Makam Souw Beng Kong mengatakan bahwa Souw Beng Kong merupakan orang pertama membangun kota Batavia. Kuburan Kapitan Souw Beng Kong , di Jalan Pangeran Jayakarta, gang Taruna, RT 02/RW 07, Jakarta, sampai sekarang ramai dikunjungi.

Sekitar 200 meter dari pusat perdagangan Mangga Dua, ada kuburan yang amat bersejarah, karena Kapitan Souw Beng Kong dimakamkan di sana. Dialah yang bangun pertama kali kota Batavia, katanya.(NAL)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved