Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library
Format : Artikel
Impresum
-
: , 2009
Deskripsi
Sumber:
Kompas: Rabu, 29 Juli 2009 | 10:02 WIB
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/07/29/10024695/nasi.jotan.simbol.persaudaraan.masyarakat.betawi
Isi:
KOMPAS.com - Tak dapat dipungkiri, adat istiadat masyarakat Betawi sebagian besar merupakan naturalisasi dari budaya Cina, Arab, dan India. Ragam adat istiadat yang berkembang pun sangat banyak, seperti pakaian adat ujung serong, kebaya encim, kerak telor, roti buaya, hingga pesta kembang api dan petasan.
Namun seiring perjalanan waktu, ada sebagian adat istiadat Betawi yang mulai luntur termakan perkembangan zaman. Salah satunya, nasi Jotan. Apa istimewanya nasi Jotan bagi masyarakat Betawi tempo dulu?
Ya, nasi yang selalu disediakan khusus menjelang acara pernikahan ini memang disimbolkan sebagai wujud tali silaturahmi dan sekaligus undangan. Sebab, nasi ini hanya dikirim kepada para tokoh masyarakat dan sejumlah kerabat yang dituakan.
Ciri khas nasi Jotan, yakni nasi putih dengan sejumlah lauk-pauk, seperti ikan tenggiri, ikan bandeng bakar, dan acar. Dari semua lauk-pauk itu yang tidak boleh ketinggalan adalah serundeng, yakni kacang yang dicampur oseng parutan kelapa dan dibalut dengan gula merah. Selain nasi dan lauk pauk, nasi Jotan juga dilengkapi buah-buahan diantaranya jeruk dan pisang.
Sekitar tahun 1970-an, menu nasi Jotan terus mengalami perkembangan. Biasanya untuk lauk-pauk, masyarakat menambahkan daging kerbau atau ayam. Sedangkan buah-buahan tergantung selera, seperti anggur, apel, duku, atau yang lainnya. Bahkan alat pembungkusnya tidak lagi menggunakan daun, melainkan sudah pakai kertas minyak dan dikirimkan menggunakan baskom.
"Nasi Jotan yang dikirim disesuaikan dengan jumlah keluarga tokoh masyarakat atau banyaknya warga di suatu wilayah tertentu. Misalnya, kita yang dari Srenseng mau ngenjot warga di Meruya, kita takar jumlah nasi yang dikirim. Misalnya 10 paket," kata Firmanudin Ibrahim, Lurah Srenseng, yang juga warga asli Betawi.
Saat nasi Jotan sudah disiapkan/ditakar, kemudian dikirimkan melalui seorang utusan kepada tokoh masyarakat dan kerabat yang dituakan. Sesampainya di rumah tokoh dan kerabat yang dituju, utusan dari shohibul hajat tadi menjelaskan kedatanganya terkait rencana pesta pernikahan shohibul hajat.
Setelah kiriman nasi Jotan itu diterima, tokoh masyarakat atau kerabat yang dituakan kemudian membagikan nasi Jotan tersebut kepada sanak-saudara dan handaitaulan yang dikenal shohibul hajat di lingkungan sekitar.
Nasi Jotan tersebut dibagikan kepada sanak-saudara dan handaitaulan dengan menggunakan berkat. Isinya nasi putih dan sejumlah paket lauk-pauk serta buah-buahan yang dikirimkan shohibul hajat. Di sinilah makna kebersamaan dan hubungan silaturrahmi masyarakat Betawi itu terlihat.
"Setelah menerima nasi Jotan, mereka memiliki beban untuk datang ke pesta pernikahan yang memberikan nasi Jotan atau shohibul hajat. Kalau tidak sempat, biasanya kerabat yang tidak datang memberikan sesuatu untuk pengantin setelah di cetat (catat). Itu kita sebut diloris," kata Firmanudin.
Tradisi nasi Jotan hingga kini masih dijaga utamanya di wilayah Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Kendati demikian, shohibul hajat juga tetap memberikan undangan resmi berupa kartu undangan atau ada juga yang langsung berbicara melalui telepon seluler.
"Nasi Jotan memiliki makna yang tinggi dalam persaudaraan dan silaturrahmi masyarakat Betawi. Karena itu, kita jaga agar anak cucu kita nanti tahu tentang budaya leluhurnya," ungkap Firmanudin yang juga ketua Perkumpulan Kondangan Kecamatan Kembangan.
Sumber : BeritaJakarta.com
Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved