Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Kuda lumping vs balap mobil di Taman Fatahillah

Format : Artikel

Impresum
Pradaningrum Mijarto - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas.com: Sabtu, 4 April 2009 | 09:47 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/04/04/09474465/kuda.lumping.vs.balap.mobil.di.taman.fatahillah

Isi:

KOMPAS.com — Apa sih yang tak bisa dilihat di kawasan Taman Fatahillah? Rasanya tak ada yang tak bisa dilihat di kawasan inti Kota Tua Jakarta itu. Berbagai atraksi luber di kawasan ini, khususnya di hari-hari tertentu. Dari pembuatan iklan, ojek ontel, aksi sulap jalanan hingga kuda lumping. Yang terakhir disebut ini sudah sekitar sebulan "menduduki" taman.

Karena belum ada kegiatan yang terjadwal rutin dari berbagai pihak dalam rangka mengisi Taman Fatahillah, maka pihak-pihak lain, seperti sulap jalanan dan kuda lumping tadi, merasa, mereka berhak atas uang-uang receh yang bertebaran di sini. Tak ada yang salah atas pemikiran itu, toh, pada kenyataannya bukan hanya dua atraksi itu saja yang ingin berkibar di Taman Fatahillah dan sekitarnya.

Apa pun atraksinya, yang pasti itu menjadi daya tarik tersendiri. Yang jadi masalah, apakah bisa suatu atraksi mendominasi taman publik? Katakan saja, kuda lumping tadi. Kelompok ini sepertinya betah di taman bahkan hingga rela menginap dan tidur di teras Museum Sejarah Jakarta (MSJ) beserta seluruh rombongan yang juga terdiri atas anak-anak. Nah, itu jadi masalah lain karena teras MSJ bukan "penginapan" gratis. Alhasil, bau menyengat, yang bikin setiap orang menutup hidung, pun beredar di seputaran pintu masuk museum.

Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa kelompok kuda lumping ini bukan satu-satunya kelompok yang menyumbang bau menyengat tadi. Hanya, belakangan ini kelompok tersebut jadi bagian penting penyumbang bebauan itu.

Pengalaman Warta Kota pada Jumat kemarin, kelompok kuda lumping bukan satu-satunya yang bikin kawasan Taman Fatahillah kusut. Keramaian proses pembuatan iklan sebuah penyedia jasa telekomunikasi (provider) sempat membuat Warta Kota terhenyak. Pasalnya, sembilan mobil Swift menarik gas seperti mengejar sesuatu. Kesembilan mobil tadi menarik gas, melindas jalan berbatu andesit di sepotong Jalan Kali Besar Utara (dari samping belakang MSJ hingga ke sekitar Kafe Batavia).

Jalan di samping gedung Virgin, tempat hiburan, juga ditutup karena sebagian jalan itu digunakan untuk syuting iklan tersebut. Lahan di Taman Fatahillah pun diisi berbagai perlengkapan syuting seperti tenda-tenda, besi-besi, dan papan yang disandarkan di tembok MSJ (tembok di depan toko sovenir MSJ).

Pembuatan iklan menggunakan mobil, dengan kecepatan tinggi, di kawasan pedestrian tersebut tentu menjadi contoh yang kurang baik. Kenapa? Karena selama ini Pemprov DKI sedang mengupayakan kawasan itu menjadi kawasan pedestrian. Selain memanjakan pejalan kaki, larangan kendaraan di kawasan itu tentu bisa membantu menjaga kelestarian jalan andesit yang sudah dibikin dengan dana miliaran.

Jika di lain waktu ada pihak lain yang ingin menggunakan lahan ini untuk pembuatan iklan menggunakan kendaraan bermotor juga, tentu kondisi jalan akan semakin cepat menuju kerusakan fatal.

Serba salah memang. Bahwa itu kawasan publik, iya. Tapi bukan kawasan publik biasa karena kawasan itu dilestarikan dan dihidupkan dengan biaya yang tak sedikit. Harusnya ada aturan yang ketat agar tak sembarang production house bisa menggunakan kawasan itu tanpa memerhatikan kelestarian kawasan. Dari pihak pengguna sebaliknya ada upaya mencari tahu tempat macam apa yang akan digunakan syuting.

Ruwetnya lagi, Taman Fatahillah masih begitu terbuka. Belum ada semacam pagar yang menjaga lahan taman agar tak dilindas motor dan mobil, yang bikin sesak taman dan bikin hancur lantai batu beserta kaca dan lampu taman. Tengok saja lantai taman yang kebanyakan sudah njengat tak karuan. Kondisi lampu dan kaca yang maksudnya bikin indah taman sudah pecah dan berisi sampah. Jika semua ini dibiarkan, entah berapa lagi biaya yang harus digerojok lantaran akhirnya kerusakan sudah terlalu parah.

WARTA KOTA

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved