Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Mendesak, pagar bagi Taman Fathillah

Format : Artikel

Impresum
Pradaningrum Mijarto - : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas.com: Kamis, 9 April 2009 | 12:07 WIB
http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2009/04/09/12075938/mendesak.pagar.bagi.taman.fathillah

Isi:

KOMPAS.com — Dalam tiga pekan terakhir, beberapa pesan pendek (SMS) masuk ke ponsel Warta Kota. Entah kenapa, pesan pendek itu berisi tema yang sama. Intinya, semua SMS itu berisi pertanyaan, atau lebih tepatnya pengirim mempertanyakan jumlah dana yang sudah digerojok untuk mempercantik kawasan Taman Fatahillah, mungkin lebih tepatnya untuk program revitalisasi Kota Tua.

Secara acak, Warta Kota menghubungi rekan-rekan yang tiba-tiba mempertanyakan anggaran. Alasan mereka beragam, tentu saja. Namun, semua mengarah pada satu tema besar, prihatin pada kondisi Taman Fatahillah.

Baiklah, ada baiknya dipaparkan di sini. Jadi, bagi mereka yang mungkin mengajukan pertanyaan yang sama, terjawab sudah. Dan bagi mereka yang lupa berapa biaya yang sudah tertanam di lantai andesit, lampu-lampu di lantai andesit, lampu jalan, dan lain-lain, teringatkan. Selama dua tahun, 2006-2008, anggaran membenahi Taman Fatahillah, Jalan Pintu Besar Utara, Kali Besar, Jalan Kunir, dan Jalan Lada dalam rangka revitalisasi Kota Tua sudah lebih dari Rp 50 miliar. Dalam catatan Warta Kota, khusus untuk Taman Fatahillah menelan sekitar Rp 7 miliar.

Itu baru anggaran untuk kawasan inti dari Kota Tua seluas 846 hektar. Perlu diingat, luas itu ditetapkan dalam Peraturan Gubernur No 34 Tahun 2006 tentang Penguasaan, Perencanaan, Penataan Kota Tua. Batas-batas Kota Tua di selatan adalah Gedung Arsip, batas di sebelah timur adalah di Kampung Bandan, sebelah barat di Jembatan Lima, sedangkan di utara di Kampung Luar Batang.

Kembali ke masalah awal, soal biaya pembenahan Taman Fatahillah, pertanyaan dan jawaban terus meluncur melalui pesan pendek tadi. Lantas, ada satu SMS yang bertanya kembali, "Apa bukan pemborosan kalau dana besar yang sudah dikeluarkan kemudian cuma dirusak dan didiamkan begitu saja? Nanti, minta dana lagi untuk betulin. Sebentar kemudian, minta lagi karena rusak lagi."

Pertanyaan itu rupanya bukan milik dia seorang. Warta Kota dan mungkin warga lain, yang peduli, juga menyimpan tanya seperti itu. Jika melihat langsung ke lapangan, ke sasaran yang dimaksud, siapa pun akan geleng-geleng kepala melihat kondisi taman dan sekitarnya. Namun, entah kenapa, Pemprov DKI sepertinya tenang-tenang saja.

Tenang-tenang saja melihat lantai andesit beserta lampu-lampu di sana pelan- pelan hancur. Mubazir membuang miliaran rupiah. Pagar yang dengar-dengar segera dipasang mengelilingi taman itu hanya sampai pada, "Akan segera dipasang." Akan itu bisa berarti entah kapan. Usaha memang sudah ada, yaitu dengan memasang batu-batu besi berbentuk bulat. Kenyataan di lapangan bicara, batu-batu itu tinggal digulingkan agar motor bisa masuk dan keluar.

Mobil bahkan bisa nangkring di depan bekas galian trem yang ternyata juga tak kunjung digali ulang. Sebuah penggalian demi memunculkan rel bekas trem di masa lalu demi menambah atraksi bagi pengunjung, yang lagi-lagi berhenti pada kata, "Akan segera..."

Sebelum kita sadar, sebelum akan itu menjadi kenyataan, taman miliaran rupiah itu sudah betul-betul hancur.

WARTA KOTA

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved