Welcome to Pusat Dokumentasi Arsitektur Library

Artikel Detail

Dicari, tapi lebih teliti

Format : Artikel

Impresum
- : , 2009

Deskripsi
Sumber:
Kompas: Jumat, 6 Maret 2009 | 10:41 WIB
http://properti.kompas.com/read/xml/2009/03/06/10415993/dicari.tapi.lebih.teliti.

Isi:

MEMILIKI hunian di tengah kota dengan harga terjangkau? Wah, rasanya seperti mimpi di siang bolong. Tapi, melalui program 1.000 menara rumah susun yang diluncurkan pemerintah pada 5 April 2007, impian tersebut tampaknya akan menjadi kenyataan. Dalam waktu dekat, para pengembang rusunami (rumah susun hak milik) tersebut akan mulai melakukan serah terima kepada pembeli.

Tempat tinggal memang menjadi persoalan pelik bagi kota metropolitan seperti Jakarta. Negara tetangga Singapura menghadapi persoalan yang sama dan telah memikirkannya secara serius pada tahun 1960-an. Kala itu, prioritas pemerintah melalui badan khusus untuk menangani masalah tersebut, yaitu Lembaga Pembangunan Perumahan (Housing and Development Board/HDB), adalah membangun sebanyak mungkin hunian mudah.

Negara pulau tersebut wilayahnya sangat terbatas. Tidak ada pilihan lain untuk solusi perumahan kecuali membangun hunian berdensitas tinggi yaitu hunian vertikal, atau dikenal sebagai "flat'. Hunian vertikal menjadi sangat populer dan cliperkirakan dewasa ini sekitar 80-90 persen penduduk Singapura tinggal di situ. Langkah pemerintah Indonesia ketika melalui program 1.000 menara dua tahun silam mirip dengan upaya pemerintah Singapura. Untuk metropolitan seperti Jakarta, hunian terjangkau-apalagi di dalam kota-menjadi dambaan. Dilihat dari animo masyarakat, program ini terbilang sukses. Ketika diperkenalkan, calon pembeli membeludak.

Hunian vertikal berupa apartemen bersubsidi laris bak kacang goreng. Siapa yang tidak tergiur dengan hunian seharga di bawah Rp 100 juta. Seperti dituturkan Reddy Hartadji, President Director Bahama Group, kebutuhan hunian di ibukota memang masih tinggi sekali. "Diperkirakan, Jakarta masih membutuhkan hingga 100 ribu unit sampai lima tahun ke depan," ujarnya.

Tak heran, dua proyek apartemen bersubsidi besutan Bahama Group, yaitu Menara Cawang dan Menara Kebon Jeruk laris manis. Untuk Menara Cawang, Bahama Group akan mulai melakukan serah terima kunci bulan depan. Pada perkembangannya, semakin banyak proyek rusunami yang ditawarkan, sehingga konsumen memiliki pilihan. Meski masih laku dan dicari, namun konsumen tidak lagi membeludak seperti ketika pada tahun 2007 hingga semester pertama 2008.

Reddy mengatakan, sejak semester kedua 2008, pihaknya sudah harus "jemput bola" dengan melancarkan program pemasaran untuk menarik pembeli. Meski dibutuhkan, pengembang memang dituntut untuk jeli mencari peluang. Pengembang Sentra Timur Residence, proyek rusunami di timur Jakarta, misalnya, membidik karyawan pemda dan guru.

Seperti dijelaskan Djafarullah, Project Director Sentra Timur Residence, pihaknya bekerja sama dengan PGRI Jakarta Timur untuk pengadaan perumahan bagi para guru. Selain itu, konsumennya juga banyak berasal dari para karyawan Kantor Walikota Jakarta Timur yang lokasinya hanya sekitar 1 km dari lokasi proyek. Wajar jika dari 1.200 unit apartemen di tiga menara telah terjual 70 persen. Baik Reddy maupun Djafarullah menekankan pentingnya faktor lokasi-selain tentu saja harga jual yang terjangkau sebagai daya tarik apartemen bersubsidi.

Sebelumnya, mengingat harganya yang "fantastis" untuk ukuran hunian dalam kota, konsumen langsung membeli tanpa banyak pikir. Tapi, ketika pilihan semakin banyak, mereka mulai berpikir clan menimbang-nimbang. Kredibilitas dan bonafiditas pengembang diteliti. Tentu saja faktor desain, kelengkapan fasilitas, dan kemudahan menjangkau lokasi menjadi perhatian konsumen.

Apartemen bersubsidi atau rusunami membidik segmen yang berbeda dari apartemen kelas atas. Dengan harga jual Rp 80 jutaan hingga Rp 140 jutaan, konsumennya jelas bukan dari kalangan yang sangat berlebih. Apalagi, untuk mendapatkan subsidi, mereka haruslah yang belum memiliki rumah dan penghasilannya tidak melebihi Rp 4,5 juta per bulan. Akan tetapi, dibandingkan rusun, kelas apartemen bersubsidi berbeda karena hunian ini telah dilengkapi fasilitas seperti kolam renang dan ruang pertemuan.

"Landed house"
Maraknya pembangunan rusunami ternyata tak menyurutkan minat konsumen yang mendambakan rumah di atas tanah (landed house). Meski lokasinya berada di kawasan penyangga ibukota, seperti Cibubur, Bekasi, atau Tangerang, toh hunian ini tetap menjadi incaran.

Alasannya, selain merupakan kebutuhan mendasar, secara historis harga tanah tidak pernah turun. Oleh karena itu, untuk jangka panjang, membeli rumah tetap menguntungkan-meskipun sekarang perekonomian tengah dirun dung krisis. Yang menjadi penting bagi konsumen, seperti diutarakan Arianto Prasetio, Director Kharisma Group, adalah tingkat suku bunga KPR (kredit pemilikan rumah).

Wajar saja, kebanyakan pembelian rumah di Indonesia memang masih mengandalkan KPR. Arianto memberi gambaran, di proyek yang ditanganinya, sekitar 60-70 persen menggunakan KPR. "Minimal, setidaknya 50 persen menggunakan KPR. Sekitar 30-40 persen menggunakan KPR developer. Baru sisanya cash," papar Arianto.

Diakui, kondisi krisis memengaruhi minat konsumen membeli rumah. Pengembang pun harus mengeluarkan jurus-jurus untuk menarik minat konsumen. Arianto menjelaskan, beberapa upaya yang dilakukan pihaknya antara lain memberi keringanan dengan memperpanjang masa pembayaran uang muka KPR, dari yang semula 3-6 kali menjadi 10 kali. Sementara itu, secara selektif juga diberikan fasilitas berupa cicilan lebih panjang atau harga khusus untuk rumah stok. Semuanya dilakukan untuk membangkitkan lagi optimisme konsumen yang sebelumnya sempat mengendur akibat naiknya tingkat suku bunga.

Pada akhirnya, dibutuhkan optimisme dan keyakinan untuk terus bertahan di tengah krisis. Industri properti yang sempat berkibar-kibar pada periode 2006-2007 kini pun harus pintar-pintar mencari celah untuk tetap bertahan. Apa yang tadinya tampak mudah dijual dan laris manis, kini harus diolah dan dikemas sehingga menjadi lebih menarik bagi konsumen. (ACA)

Copyrights © 2016 Pusat Dokumentasi Arsitektur. All rights reserved